Nasional

Hak Jawab PT Freeport terkait Pemutusan Hubungan Kerja dan Pembubaran Aksi Demontrasi

NU Online  ·  Jumat, 10 Agustus 2018 | 05:30 WIB

Hak Jawab PT Freeport terkait Pemutusan Hubungan Kerja dan Pembubaran Aksi Demontrasi

para pekerja PTFI. Foto. Industry.co.id

Jakarta, NU Online
PT Freeport Indonesia (PTFI) menggunakan hak jawabnya terkait pemutusan hubungan kerja yang sebelumnya disampaikan oleh eks-pekerjanya pada Jumat (3/8), di Gedung PBNU, Jln Kramat Raya 164 Jakarta Pusat. 

PT Freeport hadir diwakili Nikodemus B Purba, wakil presiden Compensation and Benefit Management, dan  Riza Pratama, wakil presiden Corporate Communication, menjelaskan kronologis pemutusan hubungan kerja, termasuk pembubabaran secara paksa aksi eks-pekerjanya yang dilakukan oleh pihak berwenang. 

“Kejadian (pembubaran aksi) itu dilakukan oleh pihak berwenang karena sudah melebihi batas waktu yang telah ditentukan,” ujar Nikodemus B Purba kepada NU Online di lantai 6 gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, pada Rabu (8/8).


Menurut Nikodemus, pembubaran itu juga dilakukan mengingat peserta aksi yang berkumpul melakukan blokade di pintu utama perusahaan dari pagi hingga malam, sehingga menghambat para pekerja yang hendak masuk.

Terkait pemberitaan sebelumnya yang menyatakan bahwa pekerja Muslim yang sedang shalat Maghrib diberondong water canon, pihak perusahaan mengatakan bahwa berita tersebut tidak benar. Pihak berwenang mengambil langkah tegas dengan membubarkan paksa karena aksi tersebut dinilai sudah melanggar ketentuan.

Sementara itu terkait pemutusan hubungan kerja, Riza Pratama mengungkapkan bahwa pemutusan hubungan kerja dilakukan karena para pekerja sudah beberapa kali melakukan mogok kerja.  

Kronologi Pemutusan Hubungan Kerja 

Riza Pratama menjelaskan, sejak tahun 2011, para pekerja PTFI telah beberapa kali melakukan mangkir kerja skala besar yang diklaim sebagai aksi mogok kerja. Dimulai bulan September-Desember 2011, Serikat Pekerja yang dipimping oleh Sudiro melakukan aksi mogok kerja dengan alasan perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB 2011-2014) yang sedang berlangsung mengalami kebuntuan (deadlock). Mogok kerja yang dilakukan tersebut dinilai tidak sah karena perundingan PKB belum mengalami jalan buntu. Mogok kerja ini diakhiri dengan adanya kesepakatan pada tanggal 12 Desember 2011. Kesepakatan tersebut menyepakati tidak ada tindakan disiplin yang akan dikenakan terkait dengan pekerja.

Tahun 2014, tepatnya bulan November-Desember, serikat pekerja kembali melakukan mogok kerja.  Aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas terkait insiden yang terjadi di area tambang. Mogok kerja diakhiri dengan kesepakatan ‘New Era’ pada 31 Oktober 2014. Salah satu butir di dalamnya disepakati untuk membentuk Panel Arbitrase yang akan memutuskan sah tidaknya mogok kerja tersebut. Dalam putusan arbitrase, tindakan mogok kerja diputuskan tidak sah dan pekerja yang melakukan mendapat peringatan lisan. 

Aksi mogok kerja untuk ketiga kalinya dilakukan pada September-Oktober 2016. Aksi tersebut dipicu oleh keluhan terhadap beberapa kebijakan managemen pada pekerja Grasberg Surface Mine. Aksi mogok kerja tidak sah ini diakhiri dengan kesepakatan tertanggal 8 Oktober 2016, di mana disepakati antara pihak perusahaan dengan serikat pekerja bahwa apabila pekerja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dalam PKB, maka akan diambil langkah tegas terhadap para pihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bulan Mei 2017, terjadi aksi mogok kerja yang dilakukan oleh 3.274 karyawan PTFI. Mogok kerja ini dinyatakan tidak sah mengingat hal ini tidak secara patut diatur dalam perjanjian kerja sama dan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Sesungguhnya mogok kerja ini telah dilakukan oleh ribuan karyawan tersebut beberapa minggu sebelum perusahaan menerima surat pemberitahuan mogok kerja pada tanggal 20 April 2017 untuk rencana mogok kerja tanggal 1 Mei 2017. (Zunus Muhammad)