Kendal, NU Online
Tiga tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Yahya Cholil Staquf, Alissa Wahid, dan Kiai Imam Aziz menghadiri tasyakuran petani Desa Surokonto Wetan Pageruyung Kendal Jawa Tengah atas pembebasan Kiai Nur Aziz dan Mbah Rusmin, Sabtu (29/07).
Kiai Imam Aziz dan Mbah Rusmin sebelumnya di tahan (penjara) lebih dua tahun sejak Maret 2017, lantaran dianggap telah mengorganisir warga untuk memasuki kawasan hutan serta menggunakan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Padahal kawasan yang mereka masuki itu adalah tanah yang dikelola oleh masyarakat sejak tahun 1970. (Ahmad Rozali, nu.or.id, 10/01/2019)
.
Koordinator Nasional Gusdurian Alissa Wahid dalam sambutannya mengatakan, sangat bahagia atas dibebaskannya Kiai Nur Aziz dan Mbah Rusmin.
Putri Presiden Keempat Indonesia ini juga bercerita, dulu Gus Dur pernah berkata padanya, bahwa dalam perjuangan, kita bukanlah tokoh dongeng penuh kepahlawanan, kita punya istri dan anak. Kita punya rasa takut. Tapi kita tetap harus berjuang melampaui ketakutan itu.
"Pak aziz, Mbah Rusmin dan warga Surokonto Wetan telah mengajari seluruh warga Indonesia bagaimana memperjuangkan martabat dan keadilan dengan melampai rasa takut itu," lanjut perempuan yang juga menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Kemaslahatan Nahdlatul Ulama (LKKNU) ini.
Senada dengan Alissa Wahid, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Imam Aziz mengatakan, bahwa perjuangan Kiai Nur Aziz dan warga Surokonto Wetan itu benar. "Kita mendukung karena ada landasan hukumnya. Sekarang bagaimana kita berjuang supaya warga mendapatkan sertifikat tanah," kata Kiai Imam Aziz.
Namun, Kiai Imam Aziz juga mengatakan, perjuangan ini tidaklah berarti kita punya musuh. "Kita tak punya musuh di sini, Undang-undangnya sudah benar, hanya saja orang atau institusi yang salah menafsirkannya," jelas Imam Aziz.
Perihal perjuangan yang belum selesai ini, Katim 'Am PBNU Kiai Yahya Cholil Staquf yang juga hadir mengatakan bahwa dalam berjuang ada sikap dan langkah yang perlu diperhatikan.
Menurut Kiai yang juga menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini, masyarakat harus memiliki azam atau cita-cita yang halal. Kalau azam itu berhubungan dengan orang lain, harus bisa saling mengerti. Dalam berjuang juga harus mengerti bagiannya masing-masing.
"Ada bagian yang menerima aduan. Ada bagian yang teriak-teriak, ada pula bagian yang glenak-glenik (Lobi, red). Dan jangan memaksa yang bukan bagiannya," kata beliau dengan nada humor.
Kiai Yahya juga menekankan, bahwa di sini tidak ada musuh, semuanya saudara, hanya keinginannya berbeda-beda.
"Yang paling mendasar, semua yang terjadi itu takdir dari Allah. Karena takdir itu diketahui kalau sudah terjadi, makanya kita wajib ikhtiar dan berprasangka baik kepada Allah," lanjut kiai yang juga akrab dipanggil Gus Yahya.
Sebelum mengakhiri pidatonya, Gus Yahya mengajak warga untuk perbanyak baca shalawat kepada Nabi Muhammad.
“Shalawat itu ampuh. Saya sudah membuktikannya. Bisa Anda baca shalawat setelah shalat dua ratus kali, jadi sehari seribu kali. Paling-paling itu hanya tiga menit,” pungkas Gus Yahya.
Acara ini dihadiri puluhan warga Surokonto Wetan, pengurus NU Surokonto Wetan dan Pageruyung, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Sayogjo Institute dan Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA). (Zaim/Muiz)