Semarang, NU Online
Tidak bisa dipungkiri, untuk bisa terpilih pada pemilihan kepala daerah, sejumlah kandidat memiliki tim media sosial. Namun jangan sampai keinginan tersebut mengorbankan keutuhan NKRI dengan membuat dan menyebarkan konten hoaks, kampanye hitam dan melakukan penyalahgunaan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan atau SARA.
Hal itu disampaikan KH Muhammad Hanif, Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro Semarang pada diskusi bertajuk Gotong-Royong Mencegah Kampanye Hitam dan Politisasi SARA Pada Pilkada Serentak 2018. Kegiatan ini diselenggarakan di pesantren setempat yang beralamat di jalan Imam Bonjol Km. 04, Gedangan, Tuntang, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (20/3).
KH Muhammad Hanif dalam paparannya mengatakan kejujuran membawa kepada kebaikan, sementara dusta membawa kejahatan. “Islam sudah memberikan tips jitu menghadapi berita yang dibawa orang fasik, yaitu dengan tabayyun atau konfirmasi ke berbagai sumber, cek dan ricek, memeriksa dengan teliti,” katanya. Sebab, jika tidak memeriksanya dengan teliti atau langsung menyebarkannya, maka akan menyesal karena dampak buruknya sangat luas, lanjutnya.
Karena itu putra almaghfurlah KH Mahfud Ridwan ini mengajak semua pihak tidak membuat dan memproduksi konten yang merusak ukhuwah Islamiyah serta keutuhan NKRI. “Di Ponpes Edi Mancoro meskipun belum banyak, para santri sudah mulai memproduksi konten dan akan terus kita budayakan," jelasnya.
Sementara Asfa Widianto mengemukakan, seringkali mendapatkan orang yang rajin ibadah, namun di media sosial dan grup percakapan online juga menyebarkan hoaks, bahkan melakukan politisasi agama. “Di sinilah perlu kesalehan individu harus disertai dengan kesalehan sosial atau kesalehan sebagai warga negara,” tandasnya. Kesadaran bahwa hoaks, kampanye hitam, politisasi agama bisa merusak bangunan NKRI, juga merupakan sebuah kesalehan, lanjutnya.
Menurut kandidat guru besar ini, orang cenderung memusuhi apa yang tidak diketahui. “Munculnya konten yang menghina dan SARA juga disebabkan kurangnya pengetahuan tentang keberagaman, meskipun keberagaman tersebut kita alami dan rasakan setiap waktu,” jelasnya.
“Karena itu, para santri jangan pernah berhenti membaca, menulis, berdiskusi. Hanya dengan banyak membaca, kita dapat memproduksi konten yang benar dan bermanfaat," jelas peraih gelar doktor di University of Bonn, Jerman ini.
Sedangkan Nining Susanti menjelaskan bahwa salah satu tolok ukur keberhasilan pengawasan Pemilu adalah tingginya partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi setiap tahapan kampanye.
Secara khusus, dirinya berterima kasih kepada The Mahfud Ridwan Insitute dan Komunikonten yang telah memfasilitasi kegiatan ini. “Tanpa partisipasi aktif masyarakat, utamanya para santri maka sulit melakukan pengawasan terhadap Pilkada serentak secara menyeluruh,” ungkapnya. Dengan gotong-royong, Pilkada serentak 2018 akan bebas dari hoaks, kampanye hitam dan politisasi SARA, lanjutnya.
Belajar dari Negara Lain
Pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria menjelaskan bahwa bangsa lain sudah memaksimalkan media sosial untuk kepentingan nasional secara efektif. “Lihatlah Korea Selatan, Amerika, Inggris, Turki, India, dan China. Kita jangan sampai tertinggal,” pesannya.
Dirinya mengajak jangan sampai media sosial digunakan untuk saling memfitnah dan melakukan penyalahgunaan isu SARA. “Kapan kita akan maju jika tren ini diteruskan,” sergahnya. Bangsa lain sudah berlari, sedangkan di sini masih berdebat tentang hal yang sudah diputuskan dengan susah payah oleh para pendiri NKRI ini, lanjutnya.
Hariqo menambahkan bahwa penyebar hoaks, pelaku kampanye hitam harus dihukum. Jika tidak, mereka akan merasa benar dan orang lain juga akan terdorong melakukan hal yang sama. “Kita tidak ingin setiap pemilihan umum ikatan sosial masyarakat Indonesia menipis. Meskipun modal sejarah, budaya, agama kita sangat kuat namun jika terus menerus diserang kampanye hitam, lama-lama bisa rapuh,” katanya.
Membangun gotong-royong di media sosial dapat dimulai dengan kesadaran seperti 1928. “Kita sudah bersumpah adalah satu. Tujuan kita sama, yakni ingin menjadikan Indonesia maju dan menjadi tempat yang menyenangkan, membahagiakan bagi seluruh lapisan warga negara Indonesia," jelas Hariqo.
Dalam lokakarya literasi media ini, Hariqo Wibawa juga memberikan praktik membuat konten video sederhana menggunakan telepon genggam dengan melibatkan santri. Menurutnya, orang baik jauh lebih banyak dari orang jahat. Namun kesadaran orang baik untuk memproduksi konten yang benar dan bermanfaat untuk kepentingan nasional yang perlu terus ditingkatkan. “Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan konten," tutup Hariqo.
Kegiatan literasi media ini diikuti ratusan santri dan mahasiswa. Mereka mendapat materi dari narasumber, yaitu KH Muhammad Hanif selaku Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro, Nining Susanti sebagai Koord Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar-lembaga Panwas Kota Semarang.
Juga Asfa Widianto yang dikenal sebagai pakar pemikiran Islam dari IAIN Salatiga, Hariqo Wibawa Satria selaku Direktur Eksekutif Komunikonten. Kegiatan terselenggara atas kerjasama The Mahfud Ridwan Institute dan Komunikonten atau Institut Media Sosial dan Diplomasi. (Red: Ibnu Nawawi)