Nasional

Hadapi Era Digital, Pesantren Harus Miliki Kurikulum Literasi Digital

Ahad, 2 Februari 2020 | 12:45 WIB

Hadapi Era Digital, Pesantren Harus Miliki Kurikulum Literasi Digital

Hamzah Sahal (ketiga dari kiri) saat berdiskusi di TV9 Surabaya. (Foto: NU Online/Hanan)

Surabaya, NU Online
Perubahan zaman dari abad 20 menuju abad 21 pada saat ini ditandai dengan perkembangan teknologi, dalam hal ini adalah penggunaan internet yang semakin masif, khususnya media sosial.

Penggunaan yang semakin masif di tengah kehidupan masyarakat seperti ini tentunya ada beberapa dampak yang ditimbulkan, baik itu dampak positif maupun negatif. Hal ini sebagaimana yang diutarakan Hamzah Sahal, salah satu pegiat literasi Nahdliyin.

Menurut pria yang akrab disapa Hamzah ini, dampak dari perubahan yang terjadi di sini adalah adanya perubahan cara pandang masyarakat pada agama, politik, ekonomi, dan sebagainya.
 
"Dampak dari penggunaan media sosial yang semakin masif ini adalah adanya perubahan pada agama, ekonomi, politik, dan cara pandang masyarakat terhadap agama mengalami perubahan," ujarnya saat ditemui di gedung TV9 Nusantara, Kamis (30/1).
 
"Dari situ, kita tidak boleh telat lagi terhadap perubahan itu," tambahnya.
 
Dikatakan, dalam menyikapi hal itu, dirinya mengatakan bahwa pelajaran tentang literasi digital merupakan suatu kebutuhan.
 
"Itu artinya, pelajaran terhadap literasi digital adalah hajat, penting, itu kebutuhan kita. Kalau kita tidak belajar, tidak memakai dengan benar, kita akan tertinggal dan malah akan memukul balik kita," tukasnya.
 
Pria yang juga produser film Jalan Dakwah Pesantren ini melanjutkan, penguasaan internet pada saat ini merupakan suatu kebutuhan, sama seperti dengan kebutuhan untuk menguasai ilmu alat di pesantren.

"Saat ini, belajar internet, belajar teknologi itu sama seperti kebutuhan kita terhadap ilmu alat saat ingin mempelajari literatur klasik," ungkapnya.

"Hari ini, orang ketika akan memahami dunia, mengetahui dunia, itu ada alatnya. Alatnya adalah internet. Untuk itu kita perlu menguasainya," imbuh Hamzah.

Untuk itu, dirinya mengatakan bahwa pesantren-pesantren tidak perlu skeptis terhadap kemajuan teknologi ini. Karena hal ini malah bisa menjadi bumerang terhadap pesantren sendiri.

"Pesantren tidak perlu antipati terhadap perkembangan teknologi. Boleh skeptis, tapi harus ditanyakan kepada ahlinya. Ini malah akan memukul kita jika tidak mempelajarinya," tandas Hamzah.

Menyikapi hal ini, ia mengatakan bahwa dalam memanfaatan teknologi di pesantren, perlu adanya kurikulum literasi digital. Sebab, dengan membuat kurikulum digital, hal semacam ini akan membantu memberikan pengarahan terhadap santri dalam pemanfaatan teknologi.

"Saya rasa pesantren perlu menyusun kurikulum literasi digital. Hal ini nantinya bisa menjadi patokan santri untuk bisa memanfaatkan teknologi dengan baik," bebernya.

Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Musthofa Asrori