Nasional

Habib Ja’far: Cinta Itu Soal Kesendirian

Sen, 27 September 2021 | 13:30 WIB

Habib Ja’far: Cinta Itu Soal Kesendirian

Habib Husein Ja’far Al-Hadar. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Habib Husein Ja’far Al-Hadar menyebut bahwa cinta adalah soal kesendirian. Direktur Akademi Kebudayaan Islam Jakarta dan Aktivis di Gerakan Cinta ini merujuk pada konsep zuhud yang ada dalam Islam yakni tidak terpengaruhnya seseorang oleh kehidupan dunia. Ia mencontohkan konsep cinta dalam kesendirian pada kisah Nabi Musa yang menyendiri di bukit dan Nabi Muhammad yang menyendiri di Gua Hira.


“Karena kesendirian itu membuat kita mengetahui apa makna keramaian selama ini. Cinta itu soal kedaulatan, (seperti) tidak peduli saat kita dicaci,” papar Habib Ja’far dalam tayangan Youtube Channel bertema Dan Gelombang Cinta, Ahad (16/9).


Habib Ja’far menjelaskan bahwa konsep cinta dalam kesendirian ini bukan berarti mengajarkan kita untuk hidup individualis. Akan tetapi bagaimana dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terpengaruh oleh lingkungan yang ada. Sebagaimana Nabi Muhammad yang selalu disakiti kaumnya namun Nabi tidak pernah mempedulikannya,bahkan membalasnya dengan doa.


“Ketika Nabi Muhammad di Thaif dan disakiti oleh penduduk Thaif, Nabi tetap dengan kedaulatan cintanya. Karena itu kita diajari Nabi mengajarkan kita dalam shalat,inna shalâti wanusukî wa maḫyâya wamamâtî lillâhi rabbil ‘âlamîn,” ungkap pria kelahiran Bondowoso, Jawa Timur ini.


Jika cinta sudah mendaulat dalam diri kita, lanjut Habib Ja’far, maka seandainya citra kita jatuh, tidak masalah, seandainya kita disakiti, bahkan dibunuh, tidak masalah, dan selama kita mati dalam keadaan cinta kepada Allah swt.


Pada kesempatan tersebut ia mengungkapkan keprihatinannya pada perilaku milenial zaman sekarang khususnya di media sosial. Banyak orang menutupi watak dan kepribadian aslinya. “Masalah kehidupan milenial sekarang, hidup dalam topeng-topeng di medsos. Bahkan beli makanan difoto dulu seolah-olah nikmat, padahal cuma dicicipi, enggak dimakan,” tegas Sarjana Filsafat Islam di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah ini.


“Pelajaran yang kita dapatkan, mari kita menanggalkan topeng-topeng itu. Khususnya generasi milenial di media sosial,” lanjutnya.


Habib Ja’far pun mengajak semua orang untuk merenungi makna innâ lillâhi wa inna ilaihi râji’ûn. Sesungguhnya kita milik Allah, dan sungguh kepada-Nya-lah kita semua akan kembali. Menurutnya, sumber kebahagiaan itu dari Allah, maka kita harus yakin bahwa kebahagiaan kita ada pada Allah, bukan pada hal lain.


“Tidak perlu membangun citra apapun, tidak perlu memakai topeng apapun, karena lâ taḫzan walâ takhaf innallâha ma’anâ. Jangan pernah sedih dan jangan perah takut, karena Allah bersama kita,” pungkasnya.


Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Muhammad Faizin