Nasional

Gus Yusuf Chudori: Iman Harus Selaras dengan Aman 

Ahad, 28 November 2021 | 13:00 WIB

Gus Yusuf Chudori: Iman Harus Selaras dengan Aman 

Pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang Jawa Tengah KH Yusuf Chudlori Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tingkat SMA/SMK, Sabtu (27/11/2021) di Yogyakarta. (Foto: Erik Arga Lesamana)

Yogyakarta, NU Online
Pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang Jawa Tengah KH Yusuf Chudlori mengatakan hidup tidak cukup hanya bermodal iman. Iman harus selaras dengan aman. Menurutnya, apabila kondisi tempat tinggal tidak aman maka sudah bisa dipastikan tidak bisa melakukan ritual ibadah untuk menjaga iman apalagi meningkatkan. 
 

Hal itu disampaikan saat mengisi materi Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tingkat SMA/SMK, Sabtu (27/11/2021). Kegiatan ini hasil kerja sama Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Santri Nusantara (P3SN) dengan Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementrian Agama RI di Hotel Favehotel Kusumanegara, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DIY.

 

"Kalau negaranya hancur tidak akan bisa melaksanakan ibadah, baik itu sholat, ngaji, sekolah maupun yang lainnya. Maka dari itu tugas kita menjaga antara iman dan aman agar selaras," ujar Gus Yusuf panggilan akrabnya.
 

Lebih lanjut, Gus Yusuf menjelaskan bahwa di Indonesia ini sebelum Islam masuk sudah ada tradisi dan budaya masyarakat lokal yang begitu kuat. Ketika islam masuk ke Indonesia yang dibawa walisongo tugas utamanya masih sama seperti tugas nabi yaitu menyempurnakan akhlak mulia. Maka dari itu, kata Gus Yusuf Walisongo lebih memilih jalur dakwah melalui tradisi dan budaya dengan penuh sopan santun. 

 

"Jadi, jati diri bangsa berdasarkan sejarah dakwah para Walisongo jelas, bahwa islam datang ke Indonesia sama sekali tidak pernah mengajarkan dan mencontohkan kekerasan apalagi sampai terjadi peperangan," tegas Gus Yusuf. 
 

Gus Yusuf mengisahkan, dulu sebelum Islam masuk, ketika ada orang yang meninggal dunia sudah biasa orang di kampung itu melakukan begadang malam. Mereka melakukan itu untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan. Biasanya untuk menemani begedang malamnya dengan minum-minuman memabukkan.

 

"Tapi setelah Islam datang yang dibawa Walisongo, tradisi menghibur dan begadang itu masih dilestarikan di kampung-kampung nyampe sekarang. Tetapi hanya saja yang disempurnakan tradisi minum-minuman memabukkan itu diganti dengan ngopi-ngopi. Setelah itu membaca kalimat tahlil. Tradisi itulah yang sampai sekarang kita kenal sebagai tahlilan dan masih bisa kita saksikan sampai sekarang,” ungkap Gus Yusuf.
 

Jadi, kata Gus Yusuf, Islam datang bukan untuk menghancurkan tradisi masyarakat lokal tapi disempurnakan secara harmonis sesuai ajaran Islam. Hal itulah yang menjadi alasan kenapa Islam begitu mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Inilah salah satu faktor Islam menjadi agama terbesar di Indonesia karena dakwahnya yang santun, dakwah dengan budaya dan dakwah tanpa kekerasan.  


Gus Yusuf menyayangkan generasi sekarang banyak diceritakan kisah Nabi tentang peperangan. Padahal, banyak kisah Nabi menjadi teladan generasi muda yang jauh dari peperangan. Menurutnya, Nabi selalu mengedepankan kedamaian apapun situasi dan kondisinya dan selalu mengajak dialog demi menghindari peperangan. Seharunya, kata Gus Yusuf cerita itu yang perlu diperbanyak dan selalu disampaikan kepada generasi muda bukan cerita tentang peperangan nabi.

 

"Kanjeng Nabi itu cinta damai dan sangat mengedepankan kedamaian apapun situasi dan kondisinya selalu mengutamakan hal itu. Tapi sayangnya, generasi muda sekarang ketika cerita sejarah Nabi, malah yang diceritakan perangnya saja. Dari mulai Perang Badar, Perang Shiffin, Perang Uhud. Jadi pada akhirnya yang masuk ke generasi muda sekarang malah menyimpulkan nabi itu tukang perang. Padahal bagi nabi, perang sebagai alternatif terkahir itu juga karena membela diri," tegas Gus Yusuf.  
 

Gus Yusuf menyampaikan bahwa profesi menjadi guru untuk dijadikan lahan perjuangan dan lahan ibadah. Dari situ, menurutnya, dapat melahirkan niat luhur yang sudah dicontohkan oleh Nabi, para sahabat, dan para ulama, bahwa tugas utama pendidikan adalah menyempurnakan akhlak mulia.    
 

Kontributor: Erik Alga Lesmana
Editor: Kendi Setiawan