Gus Yahya: Kita Harus Buat Konsensus Nasional Soal Ekstraksi SDA
NU Online · Selasa, 6 Maret 2018 | 10:30 WIB
Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyayangkan putusan peradilan untuk Kiai Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin. Putusan itu tidak mencerminkan keadilan untuk petani penggarap. Untuk mengakhiri putusan seperti ini Gus Yahya menekankan pentingnya konsensus nasional yang mengatur masalah agraria dan ekstraksi sumber daya alam.
“Kita ini negara dengan sumber daya alam yang sangat kaya. Tetapi kekayaan ini untuk siapa? Kita harus bicara jujur dan terbuka secara nasional mengenai masalah ini,” kata Gus Yahya pada konferensi pers pernyataan dukungan pengabulan grasi oleh Presiden Jokowi untuk Kiai Nur Aziz dan Rusmin di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (5/3) sore.
Sebagaimana diketahui, Kiai Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin divonis delapan tahun penjara dan denda Rp. 10 miliar karena memperjuangkan tanah yang dikelola oleh masyarakat sejak tahun 1970. Keduanya dituduh merambah hutan di wilayah yang awalnya adalah wilayah garapan, tetapi dijadikan hutan karena tukar guling dengan wilayah pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang.
Proses hukum sudah selesai dan bersifat inkrah tetapi diyakini penuh ketidakadilan dan rekayasa hukum atau kriminaliasi.
“Tetapi yang tidak kalah pentingnya, grasi meski adalah pengakuan bersalah, tetapi orang yang jujur pada diri sendiri akan mengatakan bahwa keduanya adalah orang yang tak bersalah,” kata Gus Yahya.
Menurutnya, kasus seperti ini akan terus berulang karena pemerintah belum membuat regulasi yang jelas terkait ekstraksi.
“Kita ini negara dengan sumber daya alam yang sangat kaya. Tetapi kekayaan ini untuk siapa? Kita harus bicara jujur dan terbuka secara nasional mengenai masalah ini. Kita emang butuh sumber daya alam, tetapi norma apa yang kita pakai?” Kata Gus Yahya.
Gus Yahya mengatakan bahwa eksekutif, legislatif, dan yudikatif bukan unsur bebas pantauan. Semua elemen ini bukan berarti unsur sakral yang tidak mungkin melakukan kezaliman. Mereka bisa saja melakukan kerja di luar batas.
Ini, kata Gus Yahya, bagian dari maqshudus syariah. Trias politica itu syariah. Oleh karena itu institusi kekuasaan harus saling mengontrol. Lembaga peradilan ini juga perlu dikontrol. Presiden sebagai eksekutif perlu mencek. Tujuan utamanya adalah pembebasan Kiai Nur Aziz dan Rusmin dari penganiayaan yang kini dialaminya.
“Apapun alasannya kita tidak bisa melakukan kesewenangan-wenangan baik dengan nama negara atau swasta. Kita harus membangun konsensus nasional terkait ekstraksi sumber daya alam. Saya kira ini yang bisa saya sampaikan atas nama PBNU,” kata Gus Yahya.
Dukungan untuk petani Kendal ini juga datang dari Komnas HAM RI, Gusdurian, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lakpesdam PBNU, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jateng, dan kelompok masyarakat sipil lainnya.
Semuanya mendesak Presiden RI H Joko Widodo agar memberikan grasi kepada Kiai Nur Aziz dan petani Surokonto Wetan, Kendal, Sutrisno Rusmin. (Alhafiz K)
Terpopuler
1
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
2
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
3
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
4
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
5
Terima Dubes Afghanistan, PBNU Siap Beri Beasiswa bagi Mahasiswa yang Ingin Studi di Indonesia
6
Eskalasi Konflik Iran-Israel, Saling Serang Titik Vital di Berbagai Wilayah
Terkini
Lihat Semua