Nasional

Gus Qayyum: Makna ‘Fid-Dunya Hasanah’ dalam Doa Sapu Jagat

Sen, 24 Juni 2019 | 16:00 WIB

Semarang, NU Online
Sri Sultan Hamengkubuwono Yogyakarta pernah bermimpi. Ia mendapat isyarat mendapatkan sebuah perintah “Carilah doa sapu jagat kepada kiai yang berdomisili ada di perkampungan tebu kobong (tebu yang terbakar).” 

Sultan tidak langsung tahu di mana ada perkampungan yang tebunya terbakar. Ia mencari informasi ke sana kemari hingga pada akhirnya ia menemukan kiai yang dimaksud dalam mimpi tersebut, yaitu Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, seorang peletak batu pertama jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU). Ternyata, perkampungan tebu terbakar yang dimaksud dalam mimpi tersebut adalah Tebuireng yang berada di wilayah Kabupaten Jombang, Jawa Timur. 

Memang mimpi bisa jadi demikian. Ia terkadang hadir dengan isyarat-isyarat tertentu, tidak langsung nyata persis dengan apa yang ada di alam nyata. Seperti halnya Nabi Yusuf pada saat bermimpi melihat ada sebelas bintang, satu matahari, dan satu bulan— semuanya sujud kepada Nabi Yusuf. Nyatanya hal tersebut sebagai isyarat saja. Mimpi memang sering hadir secara simbolik. 

Setelah sampai ke Tebuireng, Sri Sultan sowan menuju kediaman Kiai Hasyim. Ia utarakan niat yang jauh-jauh ia pikul dari Yogya sampai ke Jombang. Sri Sultan bertanya kepada Kiai Hasyim perihal apa itu doa sapu jagat. 

Kata Mbah Hasyim, “Setahu saya, doa sapu jagat yang paling lengkap adalah:
 
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Rabbanâ âtinâ fid-dun-yâ ḥasanataw wa fil-âkhirati ḥasanataw wa qinâ 'adzâban-nâr 

Artinya: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka," (QS Al-Baqarah: 201).

Kisah di atas diceritakan oleh KH Abdul Qayyum Manshur dari Lasem atau lebih akrab disapa dengan Gus Qayyum dalam acara "Silaturrahim dan Halal bi Halal Ngumpulke Balung Pisah Nahdlatul Ulama" di Kompleks Rumah Dinas Walikota Semarang, Ahad (23/06/2019) 

Lebih lanjut, Gus Qayyum menguraikan tentang konsep fid-dun-yâ hasanah dalam ayat yang dibacakan Mbah Hasyim di atas dengan mengacu pada hadits yang dibuat qanun asasi atau AD/ART NU. 

“Kalau kita lihat di 40 hadits Qanun Asasi NU. Terkait ADART, Mbah Hasyim menuliskan hadits nomor ke-20, Rasulullah mengatakan:
 
يبصر أحدكم القذاة في عين أخيه وينسى الجذع في عينه

Artinya: “Salah satu dari kalian mampu melihat kotoran kecil yang menempel di pelupuk temannya, tapi lupa dengan batang kayu besar yang menutupi matanya sendiri.” (HR Ibnu Hibban) 

Konsep kebahagiaan hidup di dunia menurut para filosof dunia seperti al-Kindi, al-Ghazali, Ibnu Sina, Plato, Socrates, dan lainnya menyatakan bahwa yang menghalangi manusia menjadi baik dan bahagia di dunia bukanlah pangkat atau harta masing-masing orang, melainkan kondisi kejiwaan pribadinya masing-masing. 

“Para filosof itu menyatakan, disebut baik di dunia itu mereka yang jiwanya bersih, tidak pernah melihat kotoran pada orang lain,” jelas kiai yang terkenal kaya referensi itu. 

Dalam ajaran Islam, kata Gus Qayyum, kita tidak boleh menghujat pemerintah, juga memujinya. Cara bersikap yang tepat, menurutnya, adalah menasihati, membangun, memberikan masukan, memberikan ide yang bagus. 

Di hadapan warga NU Kota Semarang, Gus Qayyum memberikan contoh Kiai Hasyim Asy’ari sebagai penyambung tulang yang baik tanpa memandang latar belakang aliran keislaman seseorang.  

“Mbah Hasyim itu betul-betul penyambung tulang yang baik. Semua pengurus PP Muhammadiyah kalau puasa Ramadhan, ngaji kepada Mbah Hasyim, PERSIS ikut ngaji, salafi ikut ngaji. Abah saya mengikuti itu. Mbah Hasyim Hasyim didengar karena beliau tampil sebagai ayah yang ngayomi,” paparnya. 

KH Hasyim juga dikenal sikapnya sangat mudah ditiru oleh orang awam. Di mata warga sekitar, Kiai Hasyim bukan orang yang tampak melangit. Sebagai mata pencaharian keluarga, orang-orang mengetahui bahwa Mbah Hasyim adalah pelaku bisnis sate kambing di warung miliknya yang tidak besar.

Sama halnya dengan yang dilakukan Syekh Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadani, ulama asal Padang yang menjadi guru besar di Makkah. Istri tokoh sekaliber Syekh Yasin membuka jasa tukang jahit pakaian di rumah. “Ayah saya tinggal serumah dengan beliau,” kisah Gus Qayyum. 

Di antara tokoh yang hadir pada acara tersebut, Wakil Gubernur Jawa Tengah H. Taj Yasin Maemun, Walikota Semarang H. Hendrar Prihadi, Ketua PWNU Jawa Tengah H Muzammil, Rais Syuriyah PCNU Kota Semarang KH Hanif Ismail, Ketua PCNU Kota Semarang H Anasom, Rektor UIN, UNDIP, UNWAHAS dan lain sebagainya. (Ahmad Mundzir/Mahbib)