Nasional

Gus Dur Muda Pulihkan Trauma G30S/PKI

NU Online  ·  Rabu, 2 Oktober 2013 | 04:00 WIB

Kudus, NU Online
Sosok KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sudah memiliki jiwa kemanusiaan sejak muda. Sepulang kuliah dari Irak, Presiden keempat RI ini berusia 25 tahun dan merasakan dampak buruk dari gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
<>
Gus Dur dikenal aktif dalam upaya pemulihan trauma anak-anak kampung kelahiran istrinya, Hj Shinta Nuriyah, di Kelurahan  Kepanjen, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dari tragedi memilukan G30S/PKI.

Salah seorang penyair kelahiran Desa Kepanjen, Jombang, Bambang Eka Prasetya memberikan kesaksian tersebut dalam acara peluncuran antologi puisi buat Gus Dur “Dari Dam Sengon ke Jembatan Panengel” di RM Bambu Wulung Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (28/9).

Bambang menceritakan, pada tahun 1965, semua anak-anak kampung tersebut masih merasa takut dan trauma setelah peristiwa G30S/PKI.  Melihat kondisi demikian, Gus Dur sebelum menjadi suami Hj Sinta Nuriyah memberi latihan dan permainan (sekarang outbound) dengan tujuan supaya anak-anak lebih berani, mandiri dan tidak takut tantangan.

“Sebagian besar anak-anak, tidak peduli anak siapapun ikut pelatihan yang diselenggarakan Gus Dur. Mereka, termasuk saya yang masih berusia 13 tahun, sangat senang dengan gaya Gus Dur membangkitkan rasa percaya diri,” tuturnya.

Bentuk permainan yang diajarkan cucu pendiri NU ini, kata Bambang, sederhana saja.  Gus Dur melatih dengan lomba menerobos kolong meja belajar madrasah diniyyah yang ada di desa tersebut.

“Meski begitu, motivasi Gus Dur mampu memantik semangat anak-anak dan sampai sekarang masih tertanam dalam diri saya,” kenangnya.

Ketika ditanya perasaannya setelah Gus Dur wafat, penyair yang juga direktur Utama PT tata Banua Adinusa Banjarbaru, Kalimantan Selatan, ini tidak memandang guru bangsa mati. Ia memandang Gus Dur telah memberi  kehidupan melalui nilai-nilai yang dipesankan selama hidupnya.

“Makanya saat ditanya hal itu, saya selalu menjawab beliau tidak mati karena nilai-nilai kehidupan yang diyakini akan terus ada dan dilanjutkan orang setiap saat,” tandas Bambang.

Diakhir perbincangan dengan NU Online, Bambang menegaskan Gus Dur yang lahir 7 September 1940 ini sebetulnya ingin semakin bermanfaat untuk rakyat. “Beliau tidak rela rakyat itu menderita meskipun dirinya menderita. Inilah pengalaman batin saya sehingga bisa menyerap nilai-nilai yang diperjuangkan beliau,” pungkasnya seraya meyakini perjuangan Gus Dur pasti ada yang melanjutkan. (Qomarul Adib/Mahbib)