Nasional

Gus Baha: Sedekah Itu Pengabadian Harta 

Sen, 27 Januari 2020 | 01:30 WIB

Gus Baha: Sedekah Itu Pengabadian Harta 

Gus Baha' saat mengisi pengajian di Unissula Semarang, Ahad (26/1). (Foto: Tangkapan layar video Unissula)

Semarang, NU Online
KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) mengatakan, sedekah merupakan usaha pengabadian harta. Hal itu ia sampaikan saat mengisi ceramah agama dalam "Ngaji Bareng" di Auditorium Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, Jawa Tengah, Ahad (26/1).

Dalam forum tersebut, kiai muda yang sering memakai peci dengan menjulurkan rambut ke depan itu menyebut bahwa apa yang disedekahkan itulah yang abadi.

Gus Baha pun memberikan sebuah argument hadits. Suatu ketika, jatah makan Nabi Muhammad saw diberikan oleh Siti Aisyah, istrinya, kepada orang lain.

"Wahai Aisyah, makanan jatah saya di mana?" tanya Nabi, sebagaimana ditirukan Gus Baha. "Wahai Rasulullah, tadi ada orang minta. Lalu, saya berikan. Makanan itu habis."

Apa kata Rasulullah saw?

"Kamu salah, 'Aisyah. Yang kamu kasihkan itu justru yang masih."

Sehingga, lanjut Gus Baha, Nabi bersabda, kalau mukhatab-nya laki-laki maka kira-kira begini redaksinya:

"Wa hal laka min maalika illa maa akalta faafnaita wa labista faablaita wa tashaddaqta faabqaita. Harta kamu yang kamu makan kemudian ke toilet jadi kotoran, atau punya pakaian mewah nanti rusak. Sebagian ada yang kamu sedekahkan, itulah yang abadi sampai akhirat."

"Sehingga, banyak pengusaha yang mencintai saya setelah saya ajari hadits itu. Misalnya, dia punya uang 1 M, karena dia spekulan atau pedagang (yang) rawan bangkrut, disedekahkan ke masjid 50 juta. Ya itu yang abadi. Jadi kalau suatu saat bangkrut, dia masih punya uang 50 juta di akhirat," jelas Gus Baha.

"Jadi, Nabi mengajari sedekah itu apa? Ya sedekah itu pengabadian uang. Kalau kita kan nggak. Sedekah itu nguras uang. Itu pikiran setan, ndak pikiran orang Islam. Itu cara berikir setan, bukan cara berpikir umat Islam," imbuhnya.

Sehingga, kata Gus Baha, Sayyid Ali Zainal Abidin itu kalau ada orang minta, kemudian memberi, beliau bilang begini: "Marhaban bi man hamala zaadi ilal aakhirah. Terima kasih, ya, Anda yang sudah membawa bekal saya (menuju akhirat). Jadi, dianggap teller saja. Orang yang meminta kepada beliau itu dianggap teller bank. Karena sudah ditabungkan. Ya sudah."

"Kalau kita kan nggak: 'pengemis itu mengganggu, gini, gini, gini. Kecuali pengemis profesi. Mungkin kita agak-agak eman. Di zaman akhir itu ada pengemis profesi. Jadi repot," seloroh Gus Baha, diikuti gelak tawa mahasiswa dan mahasiswi Unissula serta muhibbin (fans).

Kontributor: Ahmad Naufa
Editor: Musthofa Asrori