Nasional MENYAMBUT HARI GURU NASIONAL 2018

Guru Nur Khamim, Khidmah kepada Madrasah, Pondok Pesantren, dan Masyarakat

Sab, 24 November 2018 | 13:00 WIB

Tidak bisa dibayangkan, betapa repotnya KH Nur Khamim waktunya sehari-hari. Sebab, selain untuk keluarga, waktunya hampir-hampir habis untuk khidmah (mengabdi) di Madrasah Aliyah (MA) Nahdlatul Ulama (NU) Tayswiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus, menjadi pengasuh Pondok Tahfidh Putri Yanbu'ul Qur'an 2 Muria dan mengisi pengajian di berbagai tempat.

Kendati sangat repot dengan padatnya kegiatan, namun Yi Hamim –sapaan akrab KH. Nur Khamim- yang lahir di Kudus, 1 Juni 1978 dari pasangan Noor Hadziq dan Siti Rokhimah, ini senantiasa tersenyum dan ceria ketika bertemu dengan siapa saja. "Seberat apa pun aktivitas, kalau diniati dengan khidmah secara ikhlas, pasti akan terasa ringan," tuturnya.

Bagi suami Puji Astuti yang juga ayah dari M. Nabil An-Nadawi, M. Haza Al-Majda dan Najla Tsurayya Az-Zukhrufa yang khidmah di MA NU TBS Kudus sejak 2003, yang terpenting dalam menjalani aktivitas adalah belajar memahami dan menghayati makna khidmah itu sendiri.

"Khidmah di madrasah membawa kesan tersendiri. Segala hal bernuansa religius. Ikatan ruhani antara guru dan murid, terjalin secara harmonis. Dan kedekatan dengan masyayikh (para kiai) juga terjalin dengan baik, dengan tetap mengedepankan kesantunan dan rasa takdzim," ujarnya.



Namun begitu, ungkap lulusan Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) TBS Kudus (1994-1997) yang meneruskan studi pada Program Studi (Prodi) Hadis wa ‘Ulumuhu di Universitas Al-Azhar Kairo (1997-2001) dan International Institute of Islamic Studies Kairo (2001-2003), guru madrasah di era global dengan kemajuan teknologi informasi yang demikian cepat seperti sekarang ini, harus senantiasa meningkatkan kemampuan intelektual atau kapasitas dirinya.

"Selain itu, tuntutan guru madrasah di era kekinian, adalah bagaimana mengikuti kemajuan tanpa menanggalkan identitas," ujarnya yang kini tercatat sebagai mahasiswa Program Magister Manajemen Pendidikan Islam di Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) sejak 2017 lalu itu.

Padatnya agenda antara khidmah di madrasah, Pondok Pesantren (Ponpes) dan menjadi penceramah di berbagai pengajian dengan kewajibannya sebagai kepala keluarga, tentu membutuhkan manajerial yang baik.

"Untuk membagi waktu antara keluarga, madrasah, Ponpes dan dakwah di berbagai pengajian, harus melihat skala prioritas, memberi pencerahan kepada keluarga supaya ada pemahaman atas kesibukan yang dijalani, dan senantiasa memohon petunjuk serta pertolongan dari Allah Swt agar diberi kekuatan dalam menjalani semua aktivitas," jelas Yi Hamim yang menjadi pengasuh Pondok Tahfidh Putri Yanbu’ul Qur’an 2 Muria atas restu KH. Mc. Ulinnuha Arwani dan KH M. Ulil Albab Arwani. 

Pemahaman atas makna khidmah yang demikian itulah, sehingga Yi Hamim yang sering diundang mengisi pengajian di Kudus dan daerah sekitar seperti Jepara, Pati, Rembang, Semarang dan Wonosobo, bisa menjalani aktivitas kesehariannya yang sangat sibuk dan berat dengan enjoy dan seakan tanpa beban.

"Life is once only, make it have meaning. Hidup cuma sekali, jadikan yang berarti. Dan sesungguhnya, kesuksesan tidak bisa diraih, hanya dengan memanjatkan doa, tetapi harus dibarengi dengan Kesungguhan dalam usaha," kata Yi Hamim yang menjabat ketua Forum Kajian Intensive Ilmu Hadis (FATIHA) periode 2001-2002 dan ikut menggawangi penerbitan Buletin Abdika yang diterbitkan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kairo pada 1999-2002 itu. (Qomarul Adib/Fathoni)