Nasional MENYAMBUT HARI GURU NASIONAL 2018

Guru Ini Permudah Akses Pendidikan Melalui Pendirian Madrasah Pinggiran

Sab, 24 November 2018 | 07:50 WIB

Guru Ini Permudah Akses Pendidikan Melalui Pendirian Madrasah Pinggiran

Juni Iswanto (Foto: istimewa)

Dunia pendidikan memang hendaknya bisa dirasakan oleh sejumlah kalangan di masyarakat, terutama mereka yang ekonominya menengah ke bawah juga tak memiliki akses pendidikan yang cukup mudah.

Hal inilah yang menjadi semangat Juni Iswanto, salah satu guru madrasah sekaligus inisiator pendirian madrasah di kawasan pinggiran di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Menurut pandangannya, tak sedikit anak-anak di kawasan pinggiran yang mendapat akses pendidikan sebagaimana di perkotaan. Sehingga banyak pula generasi anak bangsa tersebut yang tertinggal khususnya dari aspek pendidikan. "Rata-rata, anak-anak di pinggiran itu ketertinggalan dalam hal pendidikan," ucapnya, Jumat, (23/11).

Perjalanan mendirikan madrasah yang tak lazim itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, keringat bercucuran pun harus dirasakan. Apalagi ia mengupayakan setiap sekolah yang didirikan selain harus kualitas, juga terjangkau dari aspek pembiayaan.

"Lembaga pendidikan itu juga yang murah, mudah dijangkau dan tidak membebani masyarakat," jelas pria yang juga pengurus Ansor Pace ini.

Ia membeberkan, hingga saat ini beragam lembaga pendidikan sudah berdiri di beberapa kawasan pinggiran juga pegunungan, mulai dari tingkat RA, MI, MTs hingga SMK. Akses pendidikan anak-anak di sekitar lembaga diakuinya sudah cukup terjangkau. Mereka dapat menempuh pendidikannya dengan baik.

"Mulai dari RA, MI juga ada dan MTs, SMK juga ada, meski tidak satu yayasan," ungkapnya.

Sebut saja, salah satunya MTs Al-Huda, Dusun Jatirejo, Desa Mojoduwur Kecamatan, Ngetos, Kabupaten Nganjuk. Madrasah tersebut menurut salah seorang pengurus ISNU Nganjuk ini kian berkembang. "Bahkan sekarang madrasah-madrasah di kawasan pinggiran itu sudah menjadi iconnya masyarakat," bebernya.

Di samping itu, beberapa guru madrasah tersebut sudah lulus sertifikasi. Hal ini juga menambah semangat tenaga pengajar untuk terus mengembangkan lembaga guna menyiapkan dan mencetak generasi bangsa yang cerdas dan berakhlakul karimah.

"Alhamdulillah, sekarang sudah banyak guru yang sertifikasi. Meski mereka sudah sertifikasi, kita komitmen ada jariyah untuk lembaga," katanya.

Biaya pendirian lembaga secara swadaya

Pembiayaan setiap lembaga pendidikan yang dibangunnya bersumber dari swadaya. Meski sebagian kecil bersumber dari bantuan, namun diakuinya hal itu tidak mengikat. "Pembiayaan kita swadaya, kemudian ada bantuan, namun bantuan yang tidak mengikat," ujar alumni Pergerakkan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini.

Sementara untuk pembiayaan untuk siswa-siswinya, setiap lembaga juga tidak mengikat. Bagi siswa-siswi yang memang tidak mampu membayarnya, mereka tidak dibebankan membayar.

"Dari siswa-siswi sendiri, kalau memang mereka tidak mampu, tidak kita bebani, dan dari siswa-siswi yang bisa dibilang mampu tetap ada pembiayaan, itu pun tidak kita paksa," ucapnya.

Ia mengungkapkan, semangat dan prinsip dari pendirian madrasah adalah membangun kesadaran anak-anak dalam dunia pendidikan dan tidak bergantung pada pembiayaan.

"Karena yang kita bangun adalah kesadaran mereka di dunia pendidikan. Artinya kepedulian mereka terhadap pendidikan," imbuhnya.

Tantangan sarjana negeri tak minat mengajar

Pria yang juga bergelut di Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Nganjuk ini mengatakan, ada tantangan yang cukup serius yang dialami selama mendirikan lembaga pendidikan pinggiran, yaitu para sarjana yang enggan mengajar di kawasan tersebut. Terlebih mereka lulusan kampus negeri.

"Tantangannya, sarjana sarjana kita, bahwa kampus-kampus negeri itu tidak mau ngajar di daerah-daerah pinggiran, apalagi sekolah swasta," tuturnya.

Kendati demikian, tantangan itu perlahan dapat dilalui dengan adanya tenaga guru yang ikhlas mengabdikan dirinya di lembaga tersebut. Salah satunya adalah mereka dari kalangan nahdliyin. 

"Alhamdulillah hal itu tidak membuat kita patah semangat, karena masih ada guru guru dari kalangan nahdliyin yang mau untuk ngajar," pungkasnya. (Syamsul Arifin/Fathoni)