GP Ansor Nilai Jokowi-JK Gagal Swasembada Beras
NU Online · Jumat, 21 Oktober 2016 | 09:48 WIB
Sebagai negara agraris yang kaya raya, Indonesia sudah semestinya mampu mencukupi kebutuhan pangannya sendiri, paling tidak minimal kebutuhan pokok seperti beras dan lainnya. Sudah dua tahun menjalankan pemerintahannya, Jokowi-JK tidak menunjukan tren yang membaik, khususnya soal ketersediaan beras oleh pertanian kita.
Demikian disampaikan Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Bidang Pertanian, Kedaulatan Pangan dan ESDM HM Adhe Musa Said melalui siaran pers, Kamis (20/10).
Ia menyampaikan data BPS bahwa data impor beras per Januari-September 2016 mencapai sebesar 1,14 juta ton atau senilai 472,5 juta dolar Amerika Serikat. Sedangkan untuk periode yang sama di tahun sebelumnya, impor beras hanya sebesar 229, 6 ribu ton atau setara 99,8 juta dolar Amerika Serikat.
Menurut Adhe, rilis data BPS adalah sebuah tamparan keras bagi pemerintah Jokowi-JK karena telah menunjukkan kecenderungan yang sangat buruk selama dua tahun pertama program swasembada beras. Padahal, sekitar dua minggu lalu Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjamin Pemerintah Indonesia tidak akan mengimpor beras. Sebab, kebutuhan beras di dalam negeri masih cukup hingga tahun depan. Mendag mengklaim saat ini tidak ada satupun izin impor yang dikeluarkan dirinya.
“Pertanyaannya, lalu siapa yang mengimpor beras? Data impor, darimana BPS? Bahkan melalui media Menteri Pertanian Amran Sulaiman merespon data BPS dengan menyebut bahwa impor beras tersebut masih sangat kecil dibanding data produksi beras,” ujarnya sembari menilai statemen Amran berasal dari sumber tak jelas dan hanya klaim semata.
Ia melanjutkan, tidak seharusnya Menteri Pertanian berbicara seperti itu. Adhe malah mempertanyakan soal muasal data produksi. Menurutnya, yang punya otoritas mengeluarkan data pemerintah secara resmi adalah BPS.
“Sampai hari ini BPS belum mengeluarkan rilis data produksi beras dalam negeri. Salah data bisa bahaya negeri ini. Presiden harus tegas terhadap semua menteri-menterinya yang sembarangan mengeluarkan data, bikin bingung iklim investasi kita,” katanya.
Menurut Adhe, hampir semua jenis pertanian mengalami kebijakan impor. “Sudah dua tahun menjabat sebagai Menteri Pertanian belum ada terobosan yang signifikan, harusnya begitu jadi menteri Bapak Amran Sulaiman melakukan evaluasi dan pemetaan masalah terkait dengan pertanian di Indonesia agar kebijakan yang keluar betul-betul bisa dirasakan oleh Petani Indonesia,” paparnya.
Hari ini, katanya, profesi petani bukan profesi yang menarik bagi sebagian penduduk Indonesia karena tidak ada jaminan soal harga jual dari Pemerintah di masa panen dan saat musim tanam yang biayanya terlalu tinggi. Akibatnya, banyak petani yang bangkrut dan akhirnya beralih profesi jadi buruh dan pekerja serabutan, sementara dunia Industri pun belum bisa menampung dan menyiapkan lapangan pekerjaan yang mencukupi bagi peningkatan usia kerja rakyat Indonesia.
“Petani kita butuh jaminan pengaturan yang pasti, pasar yang jelas, harga yang stabil, penegakan hukum, pendidikan pertanian yang baik, jaminan sosial, kesehatan dan sebagainya,” katanya. (Mahbib)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
2
Prabowo Klaim Selamatkan Rp300 Triliun APBN, Peringatkan Risiko Indonesia Jadi Negara Gagal
3
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Ngeusian Kamerdekaan ku Syukur jeung Nulad Sumanget Pahlawan
4
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
5
Gus Yahya Cerita Pengkritik Tajam, tapi Dukung Gus Dur Jadi Ketum PBNU Lagi
6
Ketua PBNU: Bayar Pajak Bernilai Ibadah, Tapi Korupsi Bikin Rakyat Sakit Hati
Terkini
Lihat Semua