Jakarta, NU Online
Awan pekat menggelayut di langit Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu (24/2) petang. Selepas sembahyang isya’ hujan deras pun jatuh, beradu kencang dengan suara manaqiban di kompleks Pesantren As-Sholihin al-Abror Rorotan.
<>
"Allahumma-nsyur nafahatir ridlwani 'alaihi. Wa-amiddana bil asraril lati auda'tahaa ladaihi. (Ya Allah, hamparkan semerbak harum ridha-Mu kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Tolonglah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau titipkan kepadanya).”
Ratusan jamaah dari berbagai arah berangsur memadati kompleks pesantren sejak sore. Dengan pakaian serba putih, mereka membentuk saf-saf sambil duduk bersila. Masyarakat yang terdiri dari remaja dan orang tua ini sedang memperingati haul Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.
Lebih dari satu jam mereka melantunkan bacaan manaqib dengan dipimpin seorang kiai. Seolah tak peduli akan cuaca langit, jamaah laki-laki dan perempuan secara serentak menyelesaikan sejumlah kisah teladan tokoh sufi yang mereka hormati itu.
Dalam manaqib tersebut di antaranya digambarkan bahwa Syaikh Abdul Qadir termasuk pecinta ilmu sejati. Selama puluhan tahun pribadi kelahiran dusun terpencil bernama ”Jilan” ini rela berjalan ke berbagai pelosok negeri menjumpai ulama-ulama besar untuk berburu ilmu fiqih, adab, tafsir, aqidah, dan lainnya.
Syaikh Abdul Qadir diceritakan pula merupakan ulama yang menolak mengagungkan manusia lantaran kedudukan dan kekayaannya. Merendahkan diri di hadapan penguasa dan orang kaya dapat menghilangkan dua pertiga agamanya. Sikap ini justru mengangkat derajat kehormatan Syaikh Abdul Qadir. Sebaliknya, ia malah sering dikunjungi khalifah yang membutuhkan petunjuk-petunjuknya.
Masih banyak petikan inspiratif dari manaqib yang dibaca para santri dan masyarakat dalam dan luar pesantren As-Sholihin al-Abror ini. Kiai Mukhlis Fadlil, pemimpin pembacaan manaqib, mengatakan, manaqib memang seyogianya tak hanya dibaca, tapi juga dihayati dan diamalkan.
Di depan sejumlah botol berisi air mineral yang sengaja dibuka dan dijajar sejak awal, manaqiban ditutup dengan doa. Taushiyah agama kemudian digelar. Sebagai penceramah, Rais Syuriyah PBNU KH Hasyim Muzadi menjelaskan antara lain tentang keutamaan ilmu, ulama, dan akhlak.
Untuk kedua kalinya doa dipanjatkan sebelum jamaah menyantap nasi dan ayam sumbangan mereka sendiri. Satu nampan hidangan dihabiskan secara bersama oleh dua hingga empat orang. Sebagaimana Syaikh Abdul Qadir, jamaah manaqiban pun mengakrabi kebersamaan.
Penulis: Mahbib Khoiron
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
3
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
4
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
5
Terima Dubes Afghanistan, PBNU Siap Beri Beasiswa bagi Mahasiswa yang Ingin Studi di Indonesia
6
Eskalasi Konflik Iran-Israel, Saling Serang Titik Vital di Berbagai Wilayah
Terkini
Lihat Semua