Nasional MENYAMBUT HARI GURU NASIONAL 2018

Fitria Candra, Guru Madrasah Sang Penyusun Soal-soal Ujian Nasional

Sab, 24 November 2018 | 11:00 WIB

Fitria Candra, Guru Madrasah Sang Penyusun Soal-soal Ujian Nasional

Fitria Candra dan murid-muridnya (istimewa)

Fitria Candra, nama lengkapnya. Ibu dari dua anak ini lahir di Banyuwangi, Jawa Timur ketika kalender menunjuk angka 4 Juli 1984. Bagi Fitri, sapaan akrabnya, guru bukan sekedar berdiri di depan kelas, menyampaikan materi pelarajan, dan selesai.

Namun lebih dari itu, guru juga menjadi tempat curhat para murid dari berbagai problema yang mendera. Dengan begitu, terjadi kedekatan emosional antara guru dan murid. Dalam posisi seperti itu, maka materi pelajaran yang disampaikan guru, tentu akan lebih mengena.

“Kalau pun mereka (murid) tidak senang dengan materi pelajarannya, mungkin senang dengan gurunya. Sehingga ada pendorong untuk belajar dan menyukai pelajarannya. Yang  juga penting adalah kita lebih mudah mendidik jika sudah merasa dekat,” tukas Fitri kepada NU Online, Jumat (23/11).

Ya, guru bukan semata-mata bertugas mengajar, melainkan juga mendidik. Bahkan yang disebut terakhir ini, merupakan tujuan utama dari proses belajar-mengajar. Kalau cuma mengajar, semua guru bisa, tapi untuk menjadi seorang pendidik, belum tentu. Sebab, mendidik adalah terkait dengan  akhlak dan pembentukan karakter anak didik.

Fitri mengaku prihatin melihat sebagian moral generasi muda (pelajar) saat ini mengalami degradasi yang cukup tajam. Betapa banyak kasus  kejahatan yang melibatkan pelajar, mulai dari tawuran, pelecehan seksual hingga terpapar penyalahgunaan narkoba. Sungguh mengerikan.

Salah satu penyebabnya adalah karena mereka  kehilangan tempat mengadu. Mereka punya persoalan, tapi tidak tahu kepada siapa harus berbagi.

Namun bagi Fitri, merasa prihatin saja tidak cukup, tapi perlu langkah nyata untuk menyelamatkan generasi muda melalui pendidikan dan sebagainya.

“Betapapun kecilnya, saya juga punya tanggung jawab untuk untuk  mendidik anak-anak (didik) saya agar mereka tidak terjebak dalam kenakalan remaja,” tambah guru sosiologi-antropologi  MAN 1 Jember, Jawa Timur itu.

Dalam mengajar, Fitri kerap kali mengangkat kasus-kasus sosial untuk jadi tema pembahasan di kelas. Misalnya soal anak jalanan, penggusuran warga, dan sebagainya.

Harapannya, selain untuk menghilangkan kejenuhan murid dalam belajar, juga untuk mengasah ketajaman wawasan mereka dalam menyikapi persoalan sosial yang muncul. Mereka bisa berpikir untuk mencari jalan keluar dari persoalan yang ada.

“Minimal mereka bisa memikirkan jalan keluarnya, tidak hanya mengritik pemerintah,” ujarnya.

Di luar komitmennya untuk tak sekedar menjadi guru, lulusan  Universitas 11 Maret Surakarta itu ternyata mempunyai prestasi yang cukup membanggakan.

Yang terbaru (2018), Fitri terpilih sebagai tim penulis soal ujian nasional untuk mata pelajaran antropologi di Puspendik (Pusat Penilaian Pendidikan). Jadi soal-soal ujian nasional bidang antropologi yang dikerjakan murid-murid SMA dan yang sederajat itu, sebagian adalah buah tangannya.

Tidak hanya sebagai penulis soal, di ujung tahun ini Fitri juga terpilih sebagai tim penelaah soal ujian nasional. “Itu bukan tujuan saya. Saya hanya ingin mengabdi sebaik mungkin di dunia pendidikan,” terangnya.

Komitmen yang diusung Fitri untuk mengabdi di dunia pendidikan, sungguh mulia. Sebab dari pendidikanlah maju mundurnya suatu bangsa, dipertaruhkan. Pantas, Fitri merasa punya tanggungjawab besar dalam mnjalankan tugasnya. Sebab, guru bukan sekedar mengajar tapi juga mendidik. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)