Nasional

Film dan Kiai Buntet Cirebon

NU Online  ·  Jumat, 30 Maret 2018 | 21:00 WIB

Jakarta, NU Online
Tanggal 30 Maret diperingati sebagai Hari Film Nasional. Terpilihnya tanggal tersebut karena ditengarai menjadi awal kebangkitan perfilman Indonesia dengan lahirnya film Darah dan Doa besutan Bapak Perfilman Indonesia Usmar Ismail.

Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1989-2004, KH Fuad Hasyim merupakan seorang ulama yang gemar nonton film sejak masih nyantri. Saat para santri lain dilarang menonton film karena dapat mengganggu konsentrasi mengajinya, Kiai Fuad muda malah mendapat pengecualian. Ia mendapat izin untuk menonton film yang diinginkannya.

Sosok yang dikenal sebagai singa podium itu bukan dibenci oleh rekan-rekannya sewaktu nyantri, malah kawannya itu senang karena mendapat cerita film yang Kiai Fuad tonton, lengkap dengan nyanyian-nyanyiannya.

Diizinkannya Kiai Fuad menonton film tentu saja bukan tanpa alasan. Meskipun menonton, kecerdasannya tak mengganggu pengajian yang sedang ia tempuh sehingga tidak ada alasan lain bagi kiai untuk menghalanginya menonton.

Film begitu melekat dalam diri Kiai Fuad. Sampai-sampai di tasnya banyak terdapat tiket menonton.

Lain ceritanya dengan KH Akyas Abdul Jamil. Suatu ketika di daerah Sindang Laut, beberapa kilometer dari Pondok Buntet Pesantren, akan didirikan sebuah bioskop. Masyarakat pun mengadukan hal itu pada adik Kiai Abbas Buntet tersebut.

Kiai Akyas menanggapi peristiwa itu sangat jauh. Ia berpandangan bahwa tidak perlu kaget dengan pendirian bioskop yang semakin dekat dengan masyarakat. Ke depan, menurutnya pada waktu itu, bioskop bakal ada di rumah masing-masing.

Selang beberapa tahun, benar saja, televisi bermunculan di setiap rumah. Bahkan sekarang, film sudah bisa ditonton melalui ponsel pintar masing-masing individu, tidak saja di rumah tapi di kamar-kamar semua jenis film bisa ditonton. (Syakir NF/Muiz)