Nasional

Era Disrupsi, Menkominfo: Pelajar Harus Berpikir Kritis

Sel, 1 Oktober 2019 | 19:00 WIB

Era Disrupsi, Menkominfo: Pelajar Harus Berpikir Kritis

Menkominfo Rudiantara saat membuka acara AICIS 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, Selasa (1/10). (Foto: NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membuka secara resmi Annual International Conference of Islamic Studies (AICIS) 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, Selasa (1/10).
 
Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa pendidikan Islam harus menerapkan berpikir kritis kepada pelajar dan mahasiswanya dalam merespons era yang saat ini tengah menghadapi disrupsi dan post-truth.
 
"Mindset-nya harus senantiasa berpikir kritis," ujarnya.
 
Di tengah perubahan zaman yang cepat, menurutnya, pendidikan Islam dipaksa masuk ke dalam paradigma baru. "Pengajaran saat ini tentu saja tak bisa textbook lagi. Generasi saat ini harus didorong kreatif dan selalu bertanya mengapa harus begini dan mengapa tidak begitu," katanya.
 
Selain itu, ekosistem pendidikan Islam juga memiliki peran strategis dalam rangka menahan laju hoaks, fitnah, dan adu domba yang kerap kali bermunculan di dunia maya saat ini. Pasalnya, jutaan mahasiswa dan pelajar di lingkungan pendidikan Islam yang memahami agama Islam dapat menerapkan praktik berkehidupan dengan 'muamalah medsosiyah'.
 
"Saya mau kerja sama dengan Pak Dirjen (Dirjen Pendis Kamaruddin Amin) justru untuk merepons konten negatif kita, bukan hanya hoaks, fitnah, bahkan lebih jauh bersifat namimah," katanya.
 
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI Kamaruddin Amin menambahkan, pertemuan ini memang diarahkan agar sarjana dan akademisi Islam dapat berkontribusi memecahkan masalah dunia.
 
Pendidikan Islam adalah ekosistem besar. Saat ini, kata Kamaruddin, terdapat hampir seribu perguruan tinggi Islam, 72 ribu pendidikan dasar-menengah, 30 ribu pesantren, dan tujuh juta madrasah takmiliyah. Dari lembaga itu terdapat 10 juta siswa, empat juta santri, sejuta guru, 32 ribu dosen, 500 profesor, dan 6000 doktor. "Total stakeholder pendidikan Islam berjumlah 28 juta" tandas Kamaruddin.
 
Bila sumber daya yang besar itu dikelola dengan baik dan diarahkan untuk berkontribusi positif, Dirjen meyakini hasilnya akan luar biasa.
 
AICIS adalah forum kajian keislaman yang diinisiasi oleh Kementerian Agama RI sejak 19 tahun lalu. Pertemuan para pemikir Islam sejagat ini menjadi tempat bertemunya para pemangku kepentingan studi Islam yang diharapkan menjadi barometer perkembangan kajian Islam dunia.
 
Pada gelaran ke-19 AICIS ini, sekitar 1700 sarjana studi Islam berkumpul di Indonesia. Selama empat hari, pada 1-4 Oktober 2019, mereka terlibat dalam rangakaian konferensi di Hotel Mercure Batavia, Jakarta.
 
Konferensi tahunan ini mengusung tema Digital Islam, Education and Youth: Changing Landscape of Indonesian Islam. Pertemuan membahas 450 paper dari 1300 yang diseleksi.
 
Selain Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, konferensi tahun ini juga menghadirkan pembicara kunci Peter Mandeville (George Mason University, Virginia USA), Garry R. Bunt (University of Wales), dan Abdul Majid Hakemollahi (ICAS London).
 
Adapun tema-tema yang dibahas antara lain religion and philosophy in the post-truth age, response to the era of disruption, making and consuming Islam online: the reconfiguration of a discursive tradition?, dan Islam in the digital age islamic philoshopy for millennials.
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan