Nasional

Efektifkah Kebijakan PSBB? Ini Kata Epidemiolog

Rab, 13 Mei 2020 | 10:45 WIB

Jakarta, NU Online
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau large-scale social restriction sudah berjalan sejak 10 April 2020, terutama di DKI Jakarta. Namun, melihat kasus harian yang terus meningkat secara kumulatif, masyarakat bertanya-tanya soal efektivitas PSBB.

Terkait ini, Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) dr Syahrizal Syarif menekankan bahwa soal efektivitas bukan terletak pada kebijakan PSBB-nya, tetapi pelaksanaan kebijakannya.

“Ketika aturan-aturan di dalam PSBB itu dilaksanakan, sudah pasti itu efektif. Dampak dari PSBB hasilnya tergantung dari kebijakan yang dijalankan sesuai protap atau tidak,” ucap Syahrizal kepada NU Online di Jakarta belum lama ini.

Ketua PBNU Bidang Kesehatan ini tidak memungkiri bahwa di awal memang ada sekian ratus perusahaan yang digerebek, lalu disegel karena tetap buka tidak mengindahkan kebijakan PSBB.

Kebijakan PSBB juga berlaku di jalan atau lalu lintas. Jika aturan-aturan PSBB di dalam lalu lintas berjalan, efektivitas akan tercapai. Tetapi jika masih terlihat banyak orang yang tidak pakai masker, naik motor atau jalan kaki tidak mengenakan masker, PSBB berarti belum berjalan dengan baik.

“Kalau kita melihat tukang-tukang ojek berkumpul lebih dari lima orang, berarti PSBB belum jalan. Atau kalau di pasar kita masih melihat ada kerumunan orang berarti belum jalan. Karena pasar kan boleh buka yang seharusnya belum boleh,” jelas Syahrizal.

Jadi sebetulnya, lanjut Syahrizal, sekarang ini bukan waktunya sosialisasi PSBB lagi. Di dalam Undang-Undang sudah jelas sanksinya. Apalagi PSBB sudah diperpanjang, sudah saatnya memberlakukan sanksi. Tentu sanski disesuaikan dengan segala hal.

“Karena orang yang selama ini tidak melaksanakan PSBB, menurut saya bukan kategori orang yang tidak tahu, tetapi orang yang bandel. Orang bandel yang tidak mempedulikan atau bahkan menentang kebijakan PSBB. Kalau menurut harus tegas diberi sanksi,” ujar Syahrizal.

Kalau benar PSBB diterapkan, seharusnya dalam 20 hari berdampak terhadap angka laporan harian.

“Kalau pemerintah yakin bahwa PSBB efektif untuk menurunkan, ya gak usah lagi PSBB berizin itu. Zona merah itu langsung terapkan PSBB saja,” terang Syahrizal.

Apalagi, menurutnya, Gugus Tugas Nasional Pencegahan Covid-19 berani menargetkan bulan Juli 2020 wabah selesai. “Menurut saya itu tidak mudah karena harus dibarengi dengan langkah-langkah konkret dan tegas,” tandas Syahrizal sembari menegaskan bahwa deteksi dini melalui langkah tracking, tracing, dan isolasi mempunyai peran penting untuk mengendalikan wabah.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan