Nasional

Diskusi INFID Bahas Pola Aksi Terorisme di Asia Tenggara

Jum, 29 Maret 2019 | 03:40 WIB

Jakarta, NU Online

Organisasi Non Pemerintahan INFID menggelar diskusi bertajuk; “Radikalisme dan Ekstremisme di Asia; Pengalaman, Analisis dan Strategi untuk Mencegahnya”. Diskusi kali ini menghadirkan empat pembicara dari background yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pengalaman dan strategi yang berbeda untuk menanggulang aksi radikalisme kekerasan yang berujung pada terorisme.

Ada empat dari lima pembicara yang hadir dalam acara tersebut, yakni: Franco Joseph Raymond Silva (RSIS – NTU) Singapura, Muhammad Amir Rana – (Pak Institute for Peace Studies) Pakistan, Rafia Bhulai (Strong Cities Network) dan Yuyun Wahyuningrum – Indonesia rep for AICHR dengan moderator Dina Zaman dari IMAN Research.

Diskusi yang digelar di Hotel Aloft Jakarta ini dihadiri oleh sekitar 70 peserta dari berbagai kalangan baik pemerintahan dan lembaga terkait seperti Kantor Staf Presiden, Kementerian Luar Negeri dan Badan Nasional Penanggulagan Terorisme. Tampak pula sejumlah organisasi non pemerintahan seperti UNDP, US Embassy, dan instansi lain.

Acting Director INFID Mugiyanto Sippin dalam sambutannya mengatakan bahwa acara ini diharapkan bisa menghasilkan identifikasi masalah terorisme dari berbagai kawasan di Asia tenggara khususnya dan tempat lain pada umumnya.

“Saya harap kegiatan ini nantinya mengidentifikasi kegiatan terorisme di berbagai negara serta catatan mengenai tantangan dan cara mengatasinya aksi tersebut,” kata Mugiyanto di Jakarta, Kamis (28/3). Ia juga menambahkan, kehadiran peserta dari berbagai kawasan seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Bangladesh, Sri Langka dan Amerika Serikat diharapkan memperkaya diskusi tersebut.

Kegiatan ini dimulai dengan sejumlah paparan mulai dari Sylvana Apituley dari KSP, Ahsanul Habib Direktrur HAM dan kemanusiaan Kemenlu dan Muhammad Chairil Anwar dari BNPT.

Acara kemudian dilanjutkan dengan aksi kocak stand-up comedian Sakdiyah Makruf yang berhasil membuat seluruh puluhan peserta diskusi tertawa dengan paparannya mengenai konservatisme yang dihadapinya sebagai keturunan keluarga Arab di Pekalongan Jawa Tengah. Setelah stand-up comedy berakhir, barulah kemudian forum dilanjutkan dengan paparan dari empat pembicara tersebut.

Ada beberapa poin yang dihasilkan oleh diskusi tersebut, antara lain bahwa berdasarkan berbagai pengalaman yang terjadi, tidak ada satu negarapun yang bisa memastikan bahwa negaranya seratus persen aman dari aksi terorisme. Selandia Baru misalnya yang dikenal sebagai salah satu negara teraman mengalami aksi terror yang mengejutkan dari gerakan kanan supremasi kulit putih. Kedua kekerasan ini juga membuktikan bahwa aksi terorisme tidak bisa diasosiasikan dengan agama tertentu karena tidak ada satu agamapun yang menganjurkan aksi terorisme.

Poin lain yang sempat ditampilkan adalah perlunya melakukan kerja sama antara negara tetangga karena aksi terorisme biasanya terjadi dalam jejaring yang melibatkan beberapa negara. Kerja sama tersebut akan menghasilkan penanggulangan terorisme yang lebih baik. (Ahmad Rozali)