Nasional

Diskusi IKA PMII Bahas Sejarah NU dalam Konstelasi Politik

NU Online  ·  Jumat, 3 Maret 2017 | 14:00 WIB

Jakarta, NU Online
Sejarah lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) tidak bisa dilepaskan dari politik. Hal tersebut kalau dilihat dari realitas sejarah. Karena sejarah NU tidak pernah tidak bicara politik. 

Hal itu disampaikan oleh oleh Effendi Choirie pada acara diskusi yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) di lantai 5, Gedung PBNU, Jakarta Pusat. Jumat (3/3).

Menurutnya, kelahiran NU sebab faktor politik, karena NU selalu bertindak kalau ada sebab.

Ia melanjutkan, bahwa dulu kiai-kiai NU bikin Tashwirul Afkar (kelompok pemikiran) itu bersifat reaktif. Bikin Nahdlatut Tujjar juga bersifat reaktif, karena terjadi ketidakadilan di bidang ekonomi sebab ulah penjajah dan Belanda. 

Juga kelahiran Nahdlatul Wathon yang merupakan bentuk reaksi terhadap gerakan-gerakan kebangsaan lain.

“Begitu juga lahirnya komite hijaz, itu juga reaksi, itu juga politik,” katanya. 

Pria yang akrab dipanggil Gus Choi ini menceritakan, kakeknya Raja Salman mau meratakan kuburan para sahabat termasuk Nabi, dan rencana itu juga didukung oleh orang Islam modern di Indonesia. 

Kalangan pesantren, kiai-kiai yang dulu juga berpendidikan di timur tengah kemudian membuat reaksi terhadap rencana Raja waktu itu. Akhirnya berhasil, kuburan-kuburan dan situs-situs bersejarah tetap bertahan. 

Selain Gus Choi, hadir sebagai narasumber dalam diskusi bertajuk NU dalam Konstelasi Gerakan Politik Islam di Indoensia ini Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat, Yusuf Kosim, dan Okky Tirto dipandu oleh Amsar A. Dulmanan. (Husni Sahal/Fathoni)