Nasional

Dinilai Terlambat, Kepala PVMBG: Sudah Kami Beri Peringatan

Sen, 6 Desember 2021 | 19:00 WIB

Dinilai Terlambat, Kepala PVMBG: Sudah Kami Beri Peringatan

Erupsi Dahsyat Semeru. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Banyak korban berjatuhan akibat bencana Semeru Sabtu (4/12/2021) kemarin. Sejumlah warganet mempertanyakan kesiapan pemerintah terkait peringatan dini atau early warning sytem (EWS) di kolom komentar unggahan akun Twitter resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) @pvmbg_.


“Ga ada peringatan dini kah?” tulis akun @brezeeeeeee. “Ga ada peringatan dini?” tulis akun akun lainnya @Bisgoww.


Kepala Pusat PVMBG Andiani mengatakan bahwa peringatan dini bahaya gunung api sudah dilakukan bahkan bukan hanya di Semeru, tetapi juga di 69 gunung api aktif yang dipantau oleh PVMBG melalui pemasangan peralatan pemantauan.


“Sudah ada peningkatan (aktivitas Gunung Semeru) pada tanggal 1 Desember 2021. Sudah terjadi awan panas guguran dan hal ini sudah kami sampaikan kepada para stakeholder di daerah melalui grup WhatsApp. Selain itu, pada 2 Desember 2021 kami juga mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Kepala BNPB, Gubernur Jawa Timur, Bupati Lumajang, dan Bupati Malang mengenai kondisi kekinian beserta imbauan yang kami sampaikan di dalam surat tersebut,” papar Andiani, dikutip dari laman esdm.go.id.


PVMBG melalui pos pengamatan Gunung Semeru, kata Andiani, juga melakukan pemantauan selama 24 jam dalam satu hari dan melaporkan hasil pengamatan tersebut tiap 6 jam sekali.


“Selain itu pemberian informasi peringatan dini juga kami lakukan melalui aplikasi MAGMA Indonesia sebagai aplikasi kebencanaan yang dimiliki oleh badan geologi, website PVMBG dan grup WA pemantau Gunung Api Semeru,” kata Andiani.


Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan, Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang Joko Sambang mengatakan bahwa tidak terdapat keberadaan EWS di Desa Curah Kobokan. Padahal, EWS tersebut merupakan alat penting untuk mendeteksi peringatan dini bencana.


“Alarm EWS nggak ada, hanya ada seismometer di daerah Dusun Kamar A. itu untuk memantau pergerakan air dari atas agar bisa disampaikan ke penambangan di bawah,” kata Joko.


Sebelum erupsi terjadi, Joko menyebut bahwa alat seismometer membaca getaran kenaikan debit air yang mencapai 24 amak, sedangkan secara visual aktivitas vulkanik tidak kelihatan karena turtutup kabut tebal.


“Info detail yang saya dapat sebelum kejadian, Gunung Semeru tertutup kabut. Tapi dari kamera CCTV pos pantau di Gunung Sawur, terlihat kepulan namun tidak terekam getaran,” urainya.


Selain menilai minimnya peringatan dini, minimnya edukasi kepada masyarakat diduga menjadi penyebab lambatnya proses evakuasi.


“Waktu awan panas guguran (AGP) turun, banyak orang yang lihat di sungai. Mungkin mereka tidak membayangkan sebesar itu. Memang biasanya waktu banjir orang-orang lihat terus di video,” ujar Joko.


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin