Nasional

Di UU Jaminan Produk Halal, NU Dipersulit Layani Jamaahnya Sendiri

NU Online  ·  Ahad, 28 September 2014 | 14:08 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memandang layanan sertifikasi kehalalan produk merupakan proteksi bagi nahdliyin dengan kapasitas mereka sebagai konsumen atau produsen. Karena sertifikasi merupakan layanan, PBNU keberatan atas UU JPH yang mengharuskan pihak penyelenggara sertifikasi halal manapun untuk mendapatkan akreditasi dari MUI.
<>
“Sertifikasi halal ini bagian dari proteksi NU untuk jamaahnya. Kok dipersulit lewat UU JPH? Saya mau tanya, selama ini MUI sebagai pemegang label sertifikasi halal memproteksi jamaah NU yang di jalan-jalan, di warteg-warteg itu? Mereka tidak bisa melakukan itu?” kata Ketua PBNU Prof Maksum Mahfudz mempertanyakan nalar anggota DPR yang mengesahkan UU Jaminan Produk Halal pada Kamis (25/9).

Menurut Prof Maksum, JPH mesti ditempatkan sebagai layanan umat. Artinya, NU menginginkan publik sebagai konsumen memiliki akses informasi bahwa apa yang mereka konsumsi halal atau tidak halal adanya.

Sebagai produsen, produk jamaah terlindungi dari segala isu yang beredar di tengah masyarakat. Di samping itu, bisnis mereka dengan otomatis terpromosikan. Artinya produk mereka memiliki brand sendiri karena kehalalannya. Karena, produk yang halal berbeda dengan yang tidak halal.

Bagi kami, JPH ialah pelayanan. Karena pelayanan, besar maupun kecil mesti disentuh. Umpamanya bisnis bakso, warteg, dan usaha kecil lainnya bisa mendapat pelayanan sertifikasi halal.

“NU memiliki puluhan juta jamaah. Mereka itu ya konsumen, ya produsen. Mereka butuh pelayanan. Kalau NU dipersulit untuk melayani kepentingan jamaahnya dengan keharusan akreditasi dari MUI, ini persoalan besar. Kita akan perkarakan ke MK. NU tidak mau dibegitukan,” tegas Prof Maksum di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (26/9). (Alhafiz K)