Nasional

Di Amerika, Gus Yahya Jelaskan Makna Islam Nusantara

Rab, 14 Juli 2021 | 02:00 WIB

Di Amerika, Gus Yahya Jelaskan Makna Islam Nusantara

Katib Aam PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menghadiri pertemuan lintas agama di Masjid Raya Muhammad, Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (13/7) waktu setempat.

 

Dalam kesempatan tersebut, kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu menjelaskan tentang istilah Islam Nusantara sebagai sebuah identitas keberagamaan masyarakat Indonesia. Istilah ini dibuat pada tahun 2015.

 

“Pada 2015, kami membuat sebuah ekspresi yang kami klaim dapat menggambarkan budaya keagamaan kami di Indonesia. itu adalah Islam Nusantara. Kami mengidentifikasi diri kami sebagai Islam Nusantara. Nusantara berarti Kepulauan Hindia Timur,” katanya.

 

“Islam Nusantara adalah Peradaban Islam yang berada di Nusantara, di kepulauan tersebut,” lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.

 

Konsep mengenai istilah ini, menurutnya, sangat kompleks. Namun, ia menyampaikan bahwa Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2014-2015 KH Ahmad Mustofa Bisri membuat pengertian sederhana mengenai istilah tersebut. “Islam Nusantara itu adalah kami masyarakat Indonesia yang memeluk Islam, kami bukan Muslim yang tinggal di Indonesia,” katanya.

 

Penjelasan ini disampaikan saat ia diminta pandangannya mengenai komunitas W. Deen Mohammed. Ia berpandangan bahwa selayaknya Islam Nusantara, komunitas tersebut juga memberikan gambaran sesungguhnya mengenai Amerika.

 

“Kami melihat W Deen Mohammed sebagai cermin Amerika, yakni orang Amerika yang memeluk Islam. Islam menginspirasi untuk menjadi Amerika yang lebih baik. Itulah kami idealisasikan Islam untuk berperan,” jelasnya yang langsung disambut tepuk tangan.

 

Pada kesempatan tersebut, Gus Yahya memberikan sebuah buku kepada Sekretaris Jenderal dan CEO World Evangelist Alliance (WEA) Thomas Schirrmacher. Buku tersebut berisi tulisan-tulisan fundamental dari para cendekiawan dan pemimpin NU dan WEA.

 

“Ini menandai permulaan gabungnya kami pada persetujuan Global Movement of Humanitarian Islam dan WEA,” katanya.

 

Thomas merasa sangat terhormat menerima hadiah cenderamata buku dari Gus Yahya. Ia menyampaikan terima kasih kepada orang-orang yang telah membawanya ke pertemuan tersebut.

 

Pertemuan tersebut mengangkat tema, “Tuhan Tidak Perlu Dibela”. Wakil Ketua Humanitarian Islam Holland Carol Taylor menyebut bahwa tema tersebut merupakan kalimat yang sangat masyhur di Indonesia, sebuah kalimat yang disampaikan KH Abdurrahman Wahid, Presiden Keempat Republik Indonesia.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi