Nasional

Deteksi Hati Berpenyakit Ala Ihya Ulumuddin

NU Online  ·  Senin, 9 Juli 2018 | 11:45 WIB

Deteksi Hati Berpenyakit Ala Ihya Ulumuddin

Kopdar Ngaji Ihya' dan Halal bi Halal di Unusia Jakarta.

Jakarta, NU Online
Salah satu pembahasan yang menarik dalam kitab Ihya’ Ulumuddin adalah tentang riyadhatin nafsi atau olah rasa. Imam Al Ghozali dalam kitab tersebut begitu apik menyajikan perumpamaan-perumpamaan sehingga masih sangat relevan digunakan pada masa kini.

Hal itu diungkapkan intelektual muda NU, Ulil Absar Abdalla pada Kopdar Ngaji Ihya' dan Halal bi Halal di Kampus Universitas Nahdlatul Ulama (Unusia) Jakarta, Ahad (8/7) malam.

Ulil yang hadir bersama pembicara lainnya yakni budayawan Sujiwo Tedjo melontarkan sebuah pertanyaan, "Bagaimana kita tahu hati kita penyakitan?”

Ulil mengatakan orang yang belajar tentang seluk beluk kejiwaan (hati) akan tahu tanda-tanda hati yang sakit itu seperti apa.
“Kita punya BPJS untuk badan kita, tapi kita tidak punya BPJS untuk jiwa (hati) kita. Ini bukan berarti kita harus ke dokter jiwa atau rumah sakit jiwa. Tapi ini menyangkut hati kita," paparnya.

Menurut Ulil, jalan satu-satunya untuk mengobati penyakit hati yang paling dasar adalah meninggalkan kesenangan.

Selain itu, kitab Ihya semakin tinggi jilidnya, semakin tinggi pula tingkat spiritualitas yang disampaikan. Hal itu sangat penting agar orang tidak hanya beribadah fisik, tapi juga ibadah jiwa. "Kitab Ihya membuat kita seorang beriman itu tidak dangkal pemahamannya. Kalau kita membaca kitab Al Ghozali ada sesuatu yang lebih dalam. Itu yang penting menurut saya,” terang Ulil.

(Baca: Jadi Musli Jangan Baperan)

Budayawan Sujiwo Tedjo mengatakan cara mendeteksi hati manusia yang telah digrogoti penyakit hati adalah dengan menanyakan kepada diri sendiri apakah ada dendam, ada iri, ada dengki atau tidak di dalam hati.

Hanya saja pertanyaannya adalah siapakah yang mengetahui bahwa hati kita sedang sakit? "Untuk mengetahui aku yang sakit adalah aku yang tidak sakit. Artinya ada aku di balik aku,” terang pria berjuluk President Jancukers ini.

Sujiwo menyebut sama halnya dengan ketika membuat status di Twitter, sebelum memencet tweet, ditanyakan dulu kepada diriku sendiri apakah menulisnya karena dendam, karena iri, karena dengki. "Jika karena itu, maka aku membatalkannya,” tandasnya. (Rifatuz Zuhro/Kendi Setiawan)