Jakarta, NU Online
Pada peluncuran penyelenggaraan Liga Santri Nusantara (LSN) 2017, di gedung PBNU, Jakarta, Kamis malam (27/7) nama Muhammad Rafly disebut-sebut panitia. Bahkan, ada satu sesi memperlihatkan video dia di lapangan. Video tersebut disaksikan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, perwakilan dari PSSI Danurwindo dan hadirin lain.
Muhammad Raply (17) adalah pemaian sepak bola dengan posisi penyerang. Kejelian dia di lapangan terbukti menjadi mesin gol pada Liga Santri Nusantara 2016. Pada liga antarpesantren itu ia merupakan pencetak gol terbanyak dari ribuan pemain lain sejak awal kompetisi tahun ini bergulir.
Rafly yang bergabung kesebelasan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah Tangerang mampu menyarangkan 15 gol ke gawang lawan-lawannya.
Dengan tinggi badan 179 cm dan berat badan 55 kg, menurut pengamat sepak bola nasional, Muhammad Kusnaeni, Raply memiliki segalanya bagi seorang mesin gol di kalangan santri. Bahkan di liga lain pun yang seusia dengan dia, menurut pria yang disapa Bung Kus ini, Raply mampu bersaing.
“Ia istimewa di permainan Liga Santri; sulit dihentikan bek-bek lawan. Kadang-kadang, dia duel satu lawan tiga saja bisa menang,” ungkap pria akrab disapa Bung Kus.
Tahun 2016 merupakan pertama kalinya Raply ikut di Liga Santri Nusantara. Bersama Al-Asy’ariyah dia mengantarkan tim asal Kabupaten Tangerang Banten itu menjadi juara ketiga setelah dikalahkan Walisongo Sragen di semifinal.
Pada laga melawan Walisongo, Raply tidak mampu mencetak satu gol pun. Bahkan ia hampir tidak banyak mendapatakan bola, terutama babak pertama. Penyuplai bola dari tengah dikunci rapat pemain Walisongo dengan disiplin. Kalaupun dia mendapat bola, dua tiga pemain sudah mengurung.
Ditemui NU Online selepas kekalahannya itu, tiap pertanyaan dijawab langsung dengan ringan seolah lupa dengan kekalahannya. Menurutnya, kekalahan karena timnya tidak fokus di awal. Kedua faktor supporter yang sangat banyak dari kubu lawan. Ketiga karena pemainnya terlalu lelah, tiga hari berturut-turut main.
Faktor kelelahan memang menjadi kendala semua pemain, tidak hanya tim Raply. Walisongo juga menjalani pertandingan maraton. Namun tim Raply memiliki permainan agresif sehingga banyak menguras tenaga.
“Tim kita tidak beruntung,” kata anak kelas tiga Madrasah Aliyah Jurusan Keagamaan ini. Namun secara detil, menurutnya, faktor kekalahan karena anak-anak kurang fokus.
Ia kemudian bercerita ingin menjadi pesepak bola profesional. Hal itu dilakukannya dengan berlatih terus menerus, di rumah, di pondok pesantren bersama teman-temannya. Bahkan dia sering berlatih fisik sendiri.
“Cita-cita saya ingin menjadi sepak bola profesional,” kata pengagum Luis Suarez.
Pada penyerahan penghargaan perncetak gol terbanyak. Raply tampil dengan peci hitam, baju putih dan celana panjang. Ia diganjar 10 juta oleh panitia.
Kini, cita-cita Muhammad Rafly untuk menjadi pemain profesional telah di depan mata dan dalam genggaman. Ia masuk ke Timnas usia 19 tahun yang diseleksi di stadion Bea Cukai Jakarta Timur, Maret tahun ini. Ia kini ditangani pelatih Indra Sjafri. (Abdullah Alawi)