Nasional

Cerita Nelayan di NTT Dua Bulan Tidak Melaut karena Badai Siklon

Kam, 17 Juni 2021 | 11:00 WIB

Cerita Nelayan di NTT Dua Bulan Tidak Melaut karena Badai Siklon

Warga NTT terdampak badai siklon Seroja terlihat bahagia menerima bantuan NU Care-LAZISNU, Kamis (17/6). (Foto: Wahyu Noerhadi)

Kupang, NU Online

Mayoritas masyarakat di Kota Kupang, NTT bekerja sebagai nelayan. Terjangan badai siklon Seroja pada awal April 2021 lalu membuat kapal-kapal mereka hancur. Akibatnya mereka tidak lagi bisa mencari nafkah.

 

"Mereka para nelayan hampir dua bulan tidak melaut setelah badai Seroja, karena kapal mereka hancur," kata Ketua Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama NTT, Angki Laane, Kamis (17/6).

 

Ona Baso (34), seorang ibu rumah tangga, menceritakan suaminya juga bekerja sebagai nelayan. Ia membenarkan, seperti nelayan lainnya, setelah badai Seroja, suaminya sudah dua bulan tidak melaut.

 

"Ya, dua bulan tidak melaut saya punya suami. Sekarang sudah ke laut lagi, dan alhamdulillah ini dapat rezeki (bantuan), karena kadang kalau di laut tidak sama sekali," kata Ona Baso saat menerima bantuan sembako dari NU Care-LAZISNU. "Terima kasih kepada NU atas bantuannya," tutur Ona.

 

Ketua SNNU NTT, Angki Laane menyebut bantuan disalurkan untuk 50 warga yang berprofesi sebagai nelayan.

 

"Alhamdulillah, mereka senang mendapat bantuan sembako ini. Kami juga berharap bantuan yang datang dari pihak mana pun, dari pemerintah, bukan hanya sembako melainkan kalau bisa kapal untuk mereka bekerja," harap Angki.
 

Ketua NU Care-LAZISNU NTT, Abdul Syukur mengatakan bantuan disalurkan di beberapa titik seperti di Masjid Nurul Hidayah, Kecamatan Kelapa Lima, lalu di Pesantren Darul Aulya di Kelurahan Alak dan Kelurahan Namosain, Kecamatan Alak, Kota Kupang.

 

"Bantuan untuk para nelayan di Kota Kupang, yang disalurkan melalui Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU)," Syukur mengonfirmasi.

 

Syukur juga menceritakan badai siklon bersamaan dengan banjir bandang. Banjir merobohkan jembatan Benenai di Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka.

 

"Jembatan kokoh dari beton itu yang panjangnya sekitar 300 meter, itu ambruk dan sekarang sedang proses perbaikan. Jembatan Benenai itu jembatan terpanjang di Pulau Timor," ujar Syukur.

 

Sementara Ketua GP Ansor Malaka, Yulianto, menceritakan saat musibah banjir bandang melanda, GP Ansor pun turut berjibaku membantu proses evakuasi warga.

 

"Waktu banjir bandang, kami Ansor-Banser berjibaku, menggendong bayi usia sekitar dua minggu, dan juga lansia. Kami sudah tidak bisa sedih lagi saat di lokasi, karena melihat kesedihan yang dalam dari warga yang terkena musibah. Setelah pulang, shalat;  dan setelah shalat, barulah kami menangis, sedih. Dan, betapa bersyukurnya kami dalam keadaan yang selamat," kisah Yulianto.

 

Penyaluran bantuan di Malaka, menurut penanggungjawab penyaluran NU Care-LAZISNU, Slamet Tuhari dilakukan usai penyaluran bantuan di Desa Oebelo RT 20 RW 09 Kecamatan Amanuba Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Dari TTS ke Kabupaten Malaka, pihaknya menghabiskan waktu empat jam.


"Kabupaten Malaka merupakan daerah terdampak banjir bandang yang parah, hingga mengakibatkan salah satu jembatan kokoh di sana ambruk. Maka itu kami salurkan bantuan langsung ke sana dan diterima oleh pengurus Ansor-Banser Malaka, karena di Kabupaten Malaka belum terbentuk kepengurusan NU Care-LAZISNU," kata Slamet.

 

Kontributor: Wahyu Noerhadi
Editor: Kendi Setiawan