Nasional

Cegah Perundungan, Akademisi Tekankan Pentingnya Biro Konseling di Pesantren

Jum, 1 Maret 2024 | 15:00 WIB

Cegah Perundungan, Akademisi Tekankan Pentingnya Biro Konseling di Pesantren

Ilustrasi stop bullying. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Meskipun di pondok pesantren mengajarkan dan menekankan penerapan ilmu agama secara ketat dalam kehidupan sehari-hari, tetapi peluang santri untuk menjadi pelaku bullying atau perundungan sangat mungkin terjadi. Sebab santri berasal dari berbagai latar belakang. 

 

Dosen Psikologi Klinis dari Fakultas Dakwah UIN Salatiga, Jawa Tengah Aufa Abdillah Hanif tidak menampik potensi terjadi perundungan di pondok pesantren. Di antara penyebabnya adalah pola asuh dan interaksi orang tua yang menggunakan kekerasan  baik verbal maupun nonverbal, broken home, serta orang tua yang punya gangguan perilaku karena penggunaan obat-obat terlarang dan alkohol. 

 

"Itu beberapa saja faktor penyebab terjadinya bullying di pesantren, sehingga anak-anak akan menampakkan superioritas di lingkungan luar keluarga, termasuk di pondok pesantren," ujar perempuan yang menjadi Konselor Psikologi, Biro Psikologi Tazkia UIN Salatiga itu kepada NU Online, pada Kamis (29/2/2023).

 

Aufa menyayangkan perilaku anak-anak yang usah diatur. Hal itu merupakan hasil dari pola asuh orang tua itu sendiri. Lalu anak-anak yang susah diatur itu ditempatkan di pondok pesantren dengan harapan akhlaknya berubah. 

 

Padahal, lanjutnya, pengasuh pesantren tidak selalu bisa memantau santri yang jumlahnya sangat banyak. Meskipun kiai atau pengasuh pesantren punya badal (pengganti pengasuh), tetapi dalam upaya membimbing santri, terkadang belum bisa masuk pada psikologis santri.

 

"Jadi dalam mendidik santri, ilmu saja tidak cukup, namun perlu adanya bimbingan serta perlunya membuka kesadaran santri dalam menghadapi kehidupan," ujar Sekretaris Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (RMI PCNU) Kabupaten Semarang ini.

 

"Saya tekankan, perlunya ada biro konseling pesantren," tegasnya.

 

Dalam menanagani perundungan, kata Aufa, perlu kolaborasi dari berbagai pihak. Di antaranya orang tua, staf skolah, staf pesantren, pendidik dan orang dewasa lainnya yang peduli dalam mencegah perundungan.

 

Langkah-langkah cegah perundungan

 

Aufa juga menjelaskan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah perundungan. 

 

1. Bantu anak-anak memahami perundungan. Bicarakan tentang apa itu perundungan dan cara menghadapinya dengan aman. Beri tahu anak-anak, bahwa perundungan tidak dapat diterima. Selanjutnya, pastikan anak-anak tahu cara mendapatkan bantuan.

 

2. Jaga jalur komunikasi agar tetap terbuka. Sering-seringlah menghubungi anak-anak dan dengarkan mereka. Kenali teman-temannya, tanyakan tentang sekolah, dan pahami kekhawatiran mereka.

 

3. Dorong anak untuk melakukan apa yang mereka sukai. Aktivitas, minat, dan hobi khusus dapat meningkatkan kepercayaan diri, membantu anak-anak mendapatkan teman, dan melindungi mereka dari perilaku intimidasi.

 

4. Berikan teladan bagaimana memperlakukan orang lain dengan baik dan hormat.

 

"Pendidik juga mempunyai peran penting. Ruang kelas, pesantren dan sekolah harus menyediakan lingkungan belajar yang tidak hanya bebas dari diskriminasi dan pelecehan berdasarkan sifat-sifat yang dilindungi termasuk agama," jelas perempuan yang juga menjabat bagian kurikulum di Pengurus Cabang (PC) Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif Semarang itu. 

 

Namun, pendidik juga harus menjadi saluran bagi siswa untuk membangun jembatan dengan siswa lain yang memiliki latar belakang berbeda, menghilangkan stereotip, mengakui dan menegaskan aspek-aspek penting tentang identitas mereka, serta belajar untuk menjadi sekutu ketika menghadapi penindasan dan bias. 

 

Aufa menyebut, secara umum sistem pendikan di Indonesia masih rentan terhadap perilaku perundungan. Ia menekankan bahwa perlu ada perbaikan regulasi atau sistem pendidikan oleh pemerintah. Selain itu, penting pula dilakukan pembinaan anti-perundungan di pesantren-pesantren dan sekolah-sekolah. 

 

"Tidak hanya siswa atau santri yang menjadi sasaran pembinaan bullying, namun juga para orang tua. Orang tua merupakan lingkungan anak-anak dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selain itu, masyarakat yang sehat akan menciptakan keluarga yang sehat," pungkasnya.