Nasional

Buku 'Pu Gajah Mada' Dinilai Baru karena Gunakan Uraian Prosa

NU Online  ·  Jumat, 5 April 2019 | 03:30 WIB

Buku 'Pu Gajah Mada' Dinilai Baru karena Gunakan Uraian Prosa

Arkeolog UI, Aris Munandar (paling kanan)

Jakarta, NU Online
Arkeolog Universitas Indonesia Agus Aris Munandar mengatakan bahwa buku "Pu Gajah Mada" karya Ketua Lesbumi PBNU KH Agus Sunyoto merupakan hasil kreatifitas penulisnya, yakni sebuah karya baru yang berbeda dengan buku-buku tentang Gajah Mada yang telah ada.

Demikian disampaikan Aris saat menjadi pembicara pada acara Bedah Buku 'Pu Gajah Mada' karya Ketua Lesbumi PBNU di Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (4/4)

Menurut Aris, buku-buku sejarah tentang Majapahit, termasuk di dalamnya tentang Gajah Mada telah ada, mulai dari buku yang dalam bentuk fiksi, ilmiah, hingga semi ilmiah. Namun, menurutnya, yang berbeda dengan yang lain, buku ini menggunakan uraian prosa.

"Dan di antara sela-sela peluang itu, Pak Agus Sunyoto menghasilkan karya baru. Itu adalah bentuk kreatifitas yang saya maksud," ucapnya.

Selain itu, ia juga menguraikan bahwa buku ini berciri sejarah karena menggunakan kerangka sejarah kuno, yakni peralihan dari Kerajaan Singosari ke Majapahit. Tokoh-tokoh utama yang tampil dan gelarannya diambil dari data sejarah, prasasti, dan karya sastra.

"Jadi sifatnya otentik, tapi ada tokoh-tokoh fiktif yang diciptakan oleh penulis sendiri dan itu hal yang lumrah di dalam sebuah penulisan novel sejarah," ucapnya.

Dalam kesempatan itu, ia mengajak masyarakat untuk mengapresiasi buku tersebut. Penulis, baginya, telah melakukan kajian terhadap buku-buku Gajah Mada.

"Jadi kita harus menghargai buku ini karena beliau telah bersusah payah melakukan kajian terhadap penelitian buku Gajah Mada," ucapnya.

Lebih lanjut diuraikan, buku karya Ketua Lesbumi PBNU KH Agus Sunyoto merupakan peristiwa sejarah masa silam, yakni zaman Singosari dan Majapahit. Aris lalu menyebut bahwa kejadian di masa silam terbagi menjadi tiga.

"Pertama, sebagai peristiwa yang sudah tidak bisa dilihat. Contohnya, peristiwa kedatangan pasukan Tartar (Mongol) ke Jawa Timur dan Jayakatwang yang dibunuh pasukan Tartar," paparnya.

Kedua, sebagi narasi lisan. Yakni cerita yang disampaikan dari satu generasi ke generasi lain. Narasi lisan tersebut kemudian ditulis di dalam karya-karya sastra. Dalam karya-karya sastra sendiri terdapat peringkat. Peringkat pertama yaitu, karya sastra yang ditulis sezaman dan terakhir legenda dan kepercayaan rakyat.

"Jadi ada peringkat penggunaan dari sumber-sumber sejarah. Kita tidak boleh loncat dari yang paling bawah itu legenda dan kepeecayaan rakyat itu dijadikan acuan utama, tidak bisa. Sejauh masih ada kitab-kitab sezaman dalam uraian sejarah," jelasnya.

Ketiga, sebagai ilmu. Peringkat ketiga ini  yang dipelajari di kampus di jurusan sejarah.

Adapun buku "Pu Gajah Mada", menurutnya, merupakan Novel Sejarah. Agus Sunyoto disebut mengambil sumber-sumber terdahulu, lalu direduksi menjadi novel sejarah dengan tambahan kreatifitas.

"Jadi ada yang penting di sini, adalah kreatifitasnya Pak Agus Sunyoto, sehingga menghasilkan buku itu ada imajinatif, ada tafsir, dan seterusnya," ucapnya. (Husni Sahal/Muiz)