Nasional

Bolehkah Shalat Jamak Takhir Dilakukan Setelah Sampai Rumah?

NU Online  Ā·  Selasa, 8 April 2025 | 14:00 WIB

Bolehkah Shalat Jamak Takhir Dilakukan Setelah Sampai Rumah?

Ilustrasi shalat. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Salah satu hal yang sering terjadi adalah kasus orang sudah niat jamak ta’khir, karena suatu hal, seseorang berinisiatif untuk melaksanakan shalat ketika sudah sampai di rumahnya setelah bepergian jauh, misal perjalanan mudik dan arus balik lebaran.


Misalnya ia niat jamak ta’khir shalat Zuhur dan Ashar untuk dilaksanakan pada waktu Ashar. Lalu karena suatu hal, ia berinisiatif melaksanakan dua shalat tersebut saat telah sampai di rumah padahal sudah masuk waktu Ashar.Ā 


Dalam keadaan demikian, masih bolehkah baginya shalat jamak ta’khir di rumahnya? Jika tidak boleh, lalu bagaimana status shalat pertama (shalat Zuhur atau Maghrib), apakah ia berdosa karena mengeluarkan shalat tersebut dari waktunya?


Ustadz M. Ali Zainal Abidin dalam tulisannya yang berjudul Fatwa Syekh Ismail Zain tentang Shalat Jamak Takhir di Rumah Setelah Bepergian di NU Online menerangkan bahwa persoalan ini pernah ditanyakan kepada salah satu ulama kenamaan kota Makkah bermazhab Syafi’i, Syekh Ismail Zain.


Ketika shalat jamak takhir dilakukan setelah sampai rumah, Syekh Ismail Zain menyatakan shalat pertama tidak dapat diniati sebagai shalat jamak, tapi berstatus sebagai shalat qadla’ bi lĆ¢ itsmin, yakni shalat qadha namun tidak berdosa bagi pelakunya. Berikut pertanyaan sekaligus fatwa jawaban dari beliau:


Ł…ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŁƒŁ’Ł…Ł Ł…ŁŽŲ§ Ł„ŁŽŁˆŁ’ Ł†ŁŽŁˆŁŽŁ‰ ŁˆŁŽŁ‡ŁŁˆŁŽ Ł…ŁŲ³ŁŽŲ§ŁŁŲ±ŁŒ Ų£ŁŽŁ†Ł’ ŁŠŁŽŲ¬Ł’Ł…ŁŽŲ¹ŁŽ Ų§Ł„ŲµŁ‘ŁŽŁ„ŁŽŲ§Ų©ŁŽ Ų§Ł„Ų£ŁŁˆŁ’Ł„ŁŽŁ‰ Ų„Ł„ŁŽŁ‰ ŁˆŁŽŁ‚Ł’ŲŖŁ Ų§Ł„Ų«Ł‘ŁŽŲ§Ł†ŁŁŠŁŽŲ©Ł فِى ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†ŁŁ‡Ł Ų£ŁŽŁˆŁ’ ŲÆŁŽŲ§Ų±Ł Ų„ŁŁ‚ŁŽŲ§Ł…ŁŽŲŖŁŁ‡ŁŲŒ ŁŁŽŁ‡ŁŽŁ„Ł’ ŲŖŁŽŁƒŁŁˆŁ’Ł†Ł Ų§Ł„ŲµŁ‘ŁŽŁ„ŁŽŲ§Ų©Ł Ų§Ł„Ų£ŁŁˆŁ’Ł„ŁŽŁ‰ Ł‚ŁŽŲ¶ŁŽŲ§Ų”Ł‹ Ł„ŁŽŲ§ Ų„Ų«Ł’Ł…ŁŽ ŁŁŁŠŁ’Ł‡Ł Ų„Ų°ŁŽŲ§ ŁŁŲ¹ŁŁ„ŁŽŲŖŁ’ فِى ŁˆŁŽŁ‚Ł’ŲŖŁ Ų§Ł„Ų«Ł‘ŁŽŲ§Ł†ŁŁŠŁŽŲ©ŁŲŒ ŁˆŁŽŁ‡ŁŁˆŁŽ Ł…ŁŲ³Ł’ŲŖŁŽŁ‚ŁŲ±Ł‘ŁŒ فِى ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†ŁŁ‡Ł Ų£ŁŽŁˆŁ’ ŲÆŁŽŲ§Ų±Ł Ų„Ł‚ŁŽŲ§Ł…ŁŽŲŖŁŁ‡ŁŲŒ Ų£ŁŽŁˆŁ’ ŁŁŁŠŁ’Ł‡Ł Ų„Ų«Ł’Ł…ŁŒŲŸ


Artinya, ā€œBagaimana hukum dari permasalahan jika musafir menjamak shalat pertama pada waktu shalat kedua ketika sudah sampai di tempat tinggalnya atau tempat dirinya bermukim, apakah shalat pertama berstatus sebagai shalat qadha yang tidak berdosa ketika dilakukan di waktu shalat kedua, sedangkan dia sudah sampai di tempat tinggal atau tempat bermukimnya? Atau shalat pertama berstatus qadha, sehingga pelakunya berdosa?


Ų§ŁŽŁ„Ł’Ų¬ŁŽŁˆŁŽŲ§ŲØŁ: Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų­ŁŽŁŠŁ’Ų«Ł Ł†ŁŽŁˆŁŽŁ‰ فِي Ų­ŁŽŲ§Ł„ŁŽŲ©Ł Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŁŁŽŲ±Ł Ų¬ŁŽŁ…Ł’Ų¹ŁŽ Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ£Ł’Ų®ŁŁŠŁ’Ų±Ł Ł‚ŁŽŲØŁ’Ł„ŁŽ Ų®ŁŲ±ŁŁˆŁ’Ų¬Ł ŁˆŁŽŁ‚Ł’ŲŖŁ Ų§Ł„ŲµŁ‘ŁŽŁ„ŁŽŲ§Ų©Ł Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŁˆŁ’Ł„ŁŽŁ‰ ŲØŁŲŖŁŽŁ…ŁŽŲ§Ł…ŁŁ‡ŁŽŲ§ ŲØŁŁ‚ŁŽŲÆŁ’Ų±Ł Ų±ŁŽŁƒŁ’Ų¹ŁŽŲ©Łā€”Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų®ŁŁ„ŁŽŲ§ŁŁ ŁŁŁŠŁ’Ł‡Łā€”ŁŁŽŁ‡ŁŽŲ°ŁŁ‡Ł Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł ŲŖŁŲ¹Ł’ŲŖŁŽŲØŁŽŲ±Ł ŲµŁŽŲ­ŁŁŠŁ’Ų­ŁŽŲ©Ł‹ Ł…ŁŲ¬ŁŽŁˆŁ‘ŁŲ²ŁŽŲ©Ł‹ Ł„ŁŁ„ŲŖŁ‘ŁŽŲ£Ų®ŁŁŠŁ’Ų±Ł. ŁˆŁŽŲ­ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽŲ¦ŁŲ°ŁŲŒ ŁŁŽŲ„Ł†Ł’ ŁŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŁˆŁ’Ł„ŁŽŁ‰ فِي ŁˆŁŽŁ‚Ł’ŲŖŁ Ų§Ł„Ų«Ł‘ŁŽŲ§Ł†ŁŁŠŁŽŲ©Ł Ł‚ŁŽŲØŁ’Ł„ŁŽ Ų²ŁŽŁˆŁŽŲ§Ł„ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ł„ŁŲ¹ŁŲ°Ł’Ų±Ł ŲŖŁŽŁƒŁŁˆŁ’Ł†Ł Ų£ŁŽŲÆŁŽŲ§Ų”Ł‹ Ł„ŁŁƒŁŽŁˆŁ’Ł†ŁŁ‡ŁŽŲ§ ŲŖŁŽŲ§ŲØŁŲ¹ŁŽŲ©Ł‹ Ł„ŁŁ„Ų«Ł‘ŁŽŲ§Ł†ŁŁŠŁŽŲ©Ł فِي Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŲÆŁŽŲ§Ų”Ł Ł„ŁŁ„Ł’Ų¹ŁŲ°Ł’Ų±Ł ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŲÆŁ’ ŁˆŁŲ¬ŁŲÆŁŽ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ ŲŖŁŽŁ…ŁŽŲ§Ł…ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų¬ŁŽŁ…ŁŁŠŁ’Ų¹Ł‹Ų§. ŁˆŁŽŲ„Ł†Ł’ ŁŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ فِي ŁˆŁŽŁ‚Ł’ŲŖŁ Ų§Ł„Ų«Ł‘ŁŽŲ§Ł†ŁŁŠŁŽŲ©Ł Ł„ŁŽŁƒŁŁ†Ł’ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽ Ų²ŁŽŁˆŁŽŲ§Ł„Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŲ°Ł’Ų±Ł Ų£ŁŽŁˆŁ’ Ų²ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ł‚ŁŽŲØŁ’Ł„ŁŽ ŁŁŽŲ±ŁŽŲ§ŲŗŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų¬ŁŽŁ…ŁŁŠŁ’Ų¹Ł‹Ų§ ŲØŁŲ£ŁŽŁ†Ł’ Ų·ŁŽŲ±ŁŽŲ£ŁŽ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł Ł†ŁŽŲ­Ł’ŁˆŁ Ų§Ł„Ł’Ų„ŁŁ‚ŁŽŲ§Ł…ŁŽŲ©ŁŲŒ ŲµŁŽŲ§Ų±ŁŽŲŖŁ’ Ł‚ŁŽŲ¶ŁŽŲ§Ų”Ł‹ Ł„ŁŽŲ§ Ų„ŁŲ«Ł’Ł…ŁŽ ŁŁŁŠŁ’Ł‡Ł


Artinya, ā€œJawab, sungguh sekira masih dalam perjalanan ia melakukan niat jamak ta’khir sebelum keluarnya waktu shalat pertama secara sempurna, sekira masih tersisa durasi waktu yang cukup digunakan untuk melakukan shalat satu rakaat pada sisa waktu tersebut-sesuai perbedaan pendapat ulama dalam hal ini, maka niat jamak ta'khir tersebut dianggap sebagai niat yang sah dan yang membolehkan untuk mengakhirkan shalat. Dalam kondisi demikian, jika ia melakukan shalat pertama di waktu shalat kedua sebelum habisnya waktu shalat kedua dan masih tetap adanya uzur (berupa bepergian), maka shalat pertama berstatus shalat ada’, sebab shalat pertama masih mengikuti shalat kedua dalam hal ada’ dan uzurnya, dan uzur ini betul-betul wujud sampai sempurnanya pelaksanaan shalat kedua. Namun jika ia melakukan shalat pertama pada waktu kedua, akan tetapi setelah habisnya uzur (sudah tidak dalam bepergian), atau uzurnya hilang sebelum selesainya shalat kedua secara keseluruhan, dengan gambaran tiba-tiba ia bermukim (atau sampai rumah), maka shalat pertama berstatus qadla’ bi lĆ¢itsmin (qadha tanpa dosa bagi pelakuknya).ā€ (Ismail Utsman al-Yamani, Qurratul ā€˜Ain bi FatĆ¢wa Ismail Zain, [al-Barakah], halaaman 79).


Syekh Ismail Zain merumuskan hukum qadla’ bi lĆ¢ itsmin mengingat dalam pelaksanaan jamak ta’khir disyaratkan dua hal, (1) niat jamak ta’khir dan (2) wujudnya uzur. Masing-masing dari dua hal ini memiliki fungsi tersendiri. Niat jamak ta’khir diperlukan agar orang dibolehkan mengakhirkan shalat pertama; sedangkan adanya uzur berfungsi agar shalat yang diakhirkan tetap berstatus sebagai ada’.


Karena itu, Ustadz Ali Zainal Abidin, ketika niat jamak ta’khir telah dilakukannya namun uzur berupa bepergian telah habis, maka shalat pertama berstatus qadha tapi pelakunya tidak berdosa, sebab sebelumnya ia telah melakukan niat jamak ta’khir. Hal ini seperti dijelaskan dalam kelanjutan fatwa Syekh Ismail di atas:


ŁŁŽŲ„Ł†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲ°Ł’ŁƒŁŁˆŁ’Ų±ŁŽŲ©ŁŽ Ų“ŁŽŲ±Ł’Ų·ŁŒ Ł„ŁŲ¬ŁŽŁˆŁŽŲ§Ų²Ł Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ£Ł’Ų®ŁŁŠŁ’Ų±Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų„Ł‚Ł’ŲÆŁŽŲ§Ł…Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡ŁŽŲ§. ŁˆŁŽŲ£ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ ŲÆŁŽŁˆŁŽŲ§Ł…Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŲ°Ł’Ų±Ł Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŁ…ŁŽŲ§Ł…Ł ŁŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ų³ŁŽ Ų“ŁŽŲ±Ł’Ų·Ł‹Ų§ Ł„ŁŲ°ŁŽŁ„ŁŁƒŁŽ. ŁˆŁŽŲ„Ł†Ł‘ŁŽŁ…ŁŽŲ§ Ł‡ŁŁˆŁŽ Ų“ŁŽŲ±Ł’Ų·ŁŒ Ł„ŁŁƒŁŽŁˆŁ’Ł†Ł Ų§Ł„Ų«Ł‘ŁŽŲ§Ł†ŁŁŠŁŽŲ©Ł Ų£ŁŽŲÆŁŽŲ§Ų”Ł‹ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ·Ł’ Ł…ŁŽŲ¹ŁŽ ŲŖŁŽŁ‚ŁŽŲÆŁ‘ŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł Ų§Ł„Ł…ŁŲ¹Ł’ŲŖŁŽŲØŁŽŲ±ŁŽŲ©Ł


Artinya ā€œSesungguhnya niat jamak ta’khir merupakan syarat untuk kebolehan mengakhirkan shalat dari waktunya dan kebolehan melakukannya; sedangkan berlangsungnya uzur sampai sempurna pelaksanaan shalat bukanlah syarat kebolehan mengakhirkan shalat dari waktunya, tapi hanya merupakan syarat agar shalat kedua tetap berstatus ada’ , besertaan telah dilakukannya niat jamak ta’khir.ā€ (Al-Yamani, Qurratul ā€˜Ain, halaman 80).


Ustadz Ali Zainal Abidin menyimpulkan, hukum melakukan jamak ta’khir di rumah setelah bepergian adalah tidak dibolehkan, sebab status shalat pertama adalah shalat qadha, sehingga tidak dapat diniati sebagai shalat jamak, namun harus diniati shalat qadha. Akan tetapi meskipun statusnya adalah shalat qadha, pelakunya tidak berdosa asalkan telah niat jamak ta’khir saat masih dalam perjalanan yang merupakan sebab kebolehan mengakhirkan shalat pertama pada waktu shalat kedua.Ā 


Meskipun demikian, menurut Ustadz Ali Zainal Abidin yang juga Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyyah Kaliwining, Rambipuji, Jember, sebaiknya seorang musafir tetap melakukan shalat jamak ta’khir ketika masih dalam perjalanan, agar shalat pertama tetap berstatus sebagai shalat ada’.


Dengan demikian, jelas Ustadz Ali Zainal Abidin, niat jamak ta’khir yang dilakukan pada waktu shalat pertama betul-betul dapat direalisasikan dalam shalat jamak dalam arti sesungguhnya.