Nasional RAMADHAN BERKAH

Berpuasa dari Hiruk Pikuk Media Sosial, Begini Caranya

Rab, 8 Mei 2019 | 06:30 WIB

Berpuasa dari Hiruk Pikuk Media Sosial, Begini Caranya

Ilustrasi (Techno)

Jakarta, NU Online
Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mohammad Mahfud MD menyebut bahwa berpuasa itu ‘berperang’. Perang itu punya dimensi defensif dan ofensif. Defensif artinya menahan diri, sednagkan ofensif artinya aktif berbuat.

“Mari berpuasa medsos (media sosial) dengan bersikap defensif menahan hawa nafsu, tak usah menanggapi hoaks dan provokasi, tapi tetap aktif memberi pencerahan dengan hikmah,” jelas Mahfud dikutip NU Online, Rabu (8/5) lewat twitternya.

Untuk persoalan secara umum, Mahfud mengutip Sabda Rasulullah: "Tahukan kamu siapakah orang yang bangkrut?" Para sahabat: "Orang yang kehabisan aset dan uang-uangnya dalam bisnis". 

Rasulullah lalu meluruskan bahwa orang yang bangkrut adalah orang yang saat hidupnya melakukan ibadah-ibadah dengan baik tapi pahalanya habis dan dosanya bertambah karena kesalahan-kesalahannya kepada orang lain.

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengajak umat Islam agar dalam mengisi bulan Ramadhan dengan memperbanyak ibadah. Umat Islam hendaknya tidak menghabiskan waktu Ramadhan dengan hanya bermain media sosial.

Penggunaan media sosial sebaiknya diminamalisasi. Kalaupun bermedsos, kata Kiai Said, harus digunakan untuk mengakses atau menyebarkan konten-konten yang positif dan menahan diri dari hal-hal yang negatif, seperti ujaran kebencian dan fitnah.

Puasa, lanjut dia, bukanlah sekadar menahan makan dan minum. "Kalau menahan makan minum itu hal biasa.Yang harus disertakan adalah menahan medsos, harus diisi dengan ucapan-ucapan yang positif, konten-konten yang positif," kata Kiai Said Ahad lalu usai mengabarkan awal bulan Ramadhan di Gedung PBNU Jakarta Pusat.

Menurut Kiai Said, orang yang berpuasa, namun hanya berpuasa secara lahir, yakni tidak makan dan minum, maka bagi Allah, nilai puasanya tidak bernilai. 

"Kalau dalam bulan puasa ini kita masih ada ujaran kebencian, ghibah, namimah, adu domba, menggunjing, apalagi fitnah, apalagi ujaran kebencian yang menimbulkan perpecahan, percuma, (puasanya) tidak ada artinya," tegas Kiai Said.

Selain itu, Pengasuh Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur ini juga mengajak umat Islam untuk menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum kerohanian, yakni mensucikan diri dengan meningkatkan ketaqwaan dan memperbanyak ibadah, seperti membaca Al-Qur’an, dzikir, dan bersedekah, serta membangun akhlakul karimah. (Fathoni)