Nasional

Berhasil Menahan Diri dari Menyebarkan Hoaks adalah Ciri Puasa Berkualitas

Jum, 30 April 2021 | 00:00 WIB

Jakarta, NU Online

​​​​​​

Puasa atau dalam Bahasa Arab yang berasal dari kata Shaum yang berarti mencegah sesungguhnya tidak hanya mengajarkan menahan makan dan minum. Akan tetapi dalam konteks yang lebih kekinian, puasa juga berarti menahan diri dari godaan mempercayai dan menyebarkan informasi yang salah atau hoaks, informasi yang menghasut, dan informasi lain yang tidak bermanfaat. 

 

Hal itu dikatakan oleh Guru Besar bidang Psikologi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Achmad Mubarok. Menurutnya, banyaknya konten hoaks yang beredar di berbagai media harus membuat masyarakat lebih waspada terhadap berbagai informasi yang beredar.

 

Peringatan ini disampaikan lantaran maraknya informasi salah yang beredar di media digital. Menurut data informasi salah yang dihimpun Kominfo per- 29 April 2021, terdapat 1.551 konten hoaks di media sosial dan media online. Dari jumlah itu, sebanyak 177 konten merupakan informasi hoaks yang terkait vaksin Covid-19. 

 

Banyaknya informasi yang salah seperti inilah yang membuat Prof Achmad Mubarok meminta masyarakat waspada. Apalagi ribuan konten hoaks ini beredar di media sosial yang dekat dengan masyarakat seperti WhatsApp dan Facebook.  

 

Ia bahkan membagi puasa dalam tiga tingkatan kualitas: Yang pertama adalah puasa orang awam atau puasa orang biasa yang hanya meninggalkan makan dan minum. Jenis pertama ini, jelas dia, tidak memperhatikan hal lain di luar makan minum.  

 

“Nah selama puasa ini mereka biasanya tetap menyebarkan berita hoaks, adu domba orang. Jadi puasa itu hanya tidak makan dan tidak minum. Itu nilai puasa yang paling rendah dan masyarakat kita masih banyak yang di situ,” ujar Prof. Achmad Mubarok di Jakarta, beberapa waktu lalu.

 

Jenis yang kedua adalah puasa khusus, yaitu puasa yang tidak hanya melulu menahan diri dari makan dan minum, namun juga menahan diri dari berbicara bohong, mengadu domba, saling fitnah. Menurutnya, jenis ini adalah saat seluruh anggota tubuh manusia berpuasa dan menjauhi keburukan. “Puasa yang bermutu adalah yang seperti itu. Puasa seperti inilah yang berpengaruh kepada pembentukan karakter manusia,” jelasnya.

 

Jenis ketiga adalah puasa super khusus atau puasa dengan kualitas tertinggi. Jenis puasa ini, tidak hanya anggota badan yang menahan diri, namun hati-pun ikut berpuasa dari ingatan selain Allah Swt. Sehingga, lanjutnya, seseorang yang berpuasa pada tahap ini, tidak pernah terlintas pikiran buruk ataupun rencana jahat.

 

“Yang ada ingat kepada Tuhan, menyebut nama Tuhan dan ini jarang sekali ada orang yang bisa berpuasa seperti ini. Jadi kalau untuk masyarakat saya kira yang bisa diterapkan itu puasa yang kedua itu. Kemudian kurangi aktifitas yang tidak diperlukan dan memilih hal-hal yang betul-betul baik, itu bisa yang produktif untuk membangun karakter manusia,” terang Achmad.

 

Editor: Ahmad Rozali