Nasional

Benarkah NU Menolak Radikalisme karena Tidak Belajar Jihad?

Sab, 28 Juli 2018 | 18:30 WIB

Benarkah NU Menolak Radikalisme karena Tidak Belajar Jihad?

Ilustrasi (pepnews)

Jakarta, NU Online
Radikalisme dan aksi radikal seperti teror melalui peledakan bom, biasanya dilakukan dengan alasan jihad di jalan Allah. Sementara, NU dan warga NU (Nahldiyin) tidak menyukai, bahkan menolak radikalisme, aksi radikal dan tindakan teror. Apakah hal itu karena NU dan Nahdliyin tidak belajar soal jihad di jalan Allah?

Pertanyaan itu terjawab dalam pemaparan Sekretaris LBM PBNU, Sarmidi Husna pada Lokakarya Nasional Pengarusutamaan Moderasi Beragama sebagai Implementasi Resolusi Dewan HAM PBB 16/18 di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Kamis (26/7).

“Warga NU tidak suka radikalisme, padahal di pesantren mereka mempelajari juga tentang jihad,” kata Sarmidi.

Menurutnya, pelajaran soal jihad didapatkan santri dan Nahdliyin di antaranya melalui kitab Fathul Mu’in. Dalam kitab tersebut, disebutkan bahwa jihad ada empat tingkatan. Pertama, adalah menetapkan eksistensi Allah. Kedua, menegakkan syariat Allah, dan ketiga perang di jalan Allah.

“Perang di jalan Allah ini pun sifatnya defensif bukan ofensif. Kita baru menyerang kalau lebih dulu diserang. Serangan balasan kita adalah untuk membela diri dan kehormatan. Sifatnya untul mempertahankan diri. Sama sekali tidak dibenarkan melakukan serangan padahal yang diserang diam saja,” paparnya.




Pada tahap keempat adalah jihad dengan memberikan perlindungan kepada setiap warga masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim. Perlindungan tersebut mencakup pemberian makan, pakaian, tempat tinggal, termasuk kesehatan.

Sarmidi juga menjelaskan sikap moderat tersebut karena NU mengikuti perpaduan antara syariat dan tasawuf. “Tahu menerapkan syariat pada situasi dan kondisi yang ada,” tegasnya.

Selain itu, NU juga toleran terhadap perbedaan yang bersifat furu’. Berbeda dengan perbedaan yang ushul, NU pun bersikap tegas. Namun, jikapun terjadi perbedaan maka NU menyikapinya dengan cara-cara yang baik. “Tidak mudah menyebut kafir terhadap perbedaan, karena masih ahlul qiblah,” ungkapnya.

(Baca: Penyatuan Tasawuf dan Syariat, Moderasi Beragama Gaya NU)

Berikutnya, NU selalu mengedapankan untuk menjaga tiga ukhuwah yaitu islamiyah, basyariyah dan wathaniah. Ketiga ukhuwah ini yang juga sejalan dengan paham Ahlussunah wal Jamaah Annahdliyah, yang mengantarkan NU menjadi moderat. 

Sarmidi mengatakan NU menyadari bahwa dalam beragama ada pihak-pihak yang moderat, namun ada juga yang tidak. “Ketika ada yang tidak moderat, maka perlu dibina melalui pendidikan," pungkasnya. (Kendi Setiawan)