Nasional

Belajar dari Muallim KHM Syafi’i Hadzami

Ahad, 8 Januari 2017 | 23:03 WIB

Jakarta, NU Online
Muallim Syafi’i Hadzami (1931-2006) dikenal sangat alim. Biografinya diberi judul Sumur yang Tak Pernah Kering. Dalam buku tersebut, diceritakan oleh KH Luthfi Khaerullah, KH Ali Yafi mengatakan bahwa Muallim KHM Syafi’I Hadzami adalah sosok yang sangat tawadlu.

“Luar biasa tawadlunya, luar biasa adabnya, luar biasa akhlaknya,” ujar santri angkatan pertama Mahad Al-Arbain Al-Asyiratus Syafi’iyyah itu dalam sambutannya pada Haul Ke-XI Muallim KHM Syafii Hadzami dan Maulid Nabi Muhammad SAW di kompleks Mahda Aly Al-Arba’in di Jl KHM Syafi’i Hadzami, Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan, Ahad (8/11).

Panitia maulid memutar audio ceramah singkat almarhum saat peringatan syukuran hari lahirnya ke-75, tepatnya pada tanggal 31 Januari 2006. Dalam audio itu almarhum berpesan tentang pentingnya belajar.

Innamal ilmu bit ta‘allum,” ujarnya mengutip hadits Rasulullah SAW.

Ia kemudian menjelaskan hadits. Menurutnya, ilmu itu diperoleh dengan belajar. Sekalipun ilmu laduni, itu juga melalui proses belajar lebih dahulu.

“Ilmu itu lewat belajar. Gak ada ceritanya gak pake belajar. Walaupun yang disebut ilmu laduni. Itu juga belajar dulu,” kata Muallim Syafi‘I dalam rekaman video tersebut.

Sementara KH Shofwan Nidzomi bercerita bahwa di mana-mana banyak orang mengaku murid Muallim Syafi’i. Di Kalimantan ketika disebut nama Muallim Syafi’i, pasti orang mengatakan hadza alim kabir.

“Di Jawa Timur hadza alim kabir, di Sumatera hadza alim kabir, di Sulawesi hadza alim kabir,” kata Kiai Shofwan di hadapan ratusan jamaah maulid.

Ketika disebutkan kata tersebut, Kiai Shofwan sangat merasa kehilangan. Betapa orang yang selalu di hadapannya itu seorang yang sangat luar biasa dalam pengetahuannya, tapi ia sendiri belum sempat mengurasnya.

“Saya betul-betul merasa kehilangan. Ada kesempatan dulu, ingin kita betul memeras ilmu itu sampai pada perasan terakhir,” ujarnya penuh penyesalan.

Rais Syuriah PBNU 1994-1999 itu wafat pada tanggal 7 Mei 2006. KHM Syafi‘i Hadzami meninggalkan beberapa karya, di antaranya Taudhihul Adillah (7 jilid) tentang permasalahan syariat dan Sullamul Arsy fi Qiraatil Warsy (1956) tentang kaidah Qiraat Imam Warsy.

Pada kesempatan tersebut, hadir juga Ketua MUI DKI Jakarta KH Syarifuddin Abdul Ghani dan Habib Hamid bin Jakfar Al-Qodri. (M Syakir Niamillah/Alhafiz K)