Nasional

Beginilah Cara Teroris Galang Kekuatan

NU Online  ·  Kamis, 7 April 2016 | 22:30 WIB

Jakarta, NU Online
Mantan pentolan Jama’ah Islamiyah (JI) Nasir Abbas mengungkapkan bahwa kelompok radikal melakukan pembinaan kepada masyarakat untuk menggalang simpati dan dukungan. Salah satu upaya yang dilakukan yakni menyebarkan rumor dan isu untuk meyakinkan masyarakat bahwa apa yang mereka lakukan itu benar dan sesuai dengan agama. 

“Di dalam Jamaah Islamiyah ada yang namanya Operasi Pembangunan Kekuatan. Kekuatan disini bukan hanya berarti kekuatan bersenjata, tetapi juga pembinaan teritori. Salah satu pembinaan teritori adalah pelaksanaan penggalangan kondisi sosial,” papar Abbas saat menjadi pembicara pada acara Diseminasi Pedoman Peliputan dan Peningkatan Profesionalisme Media Masa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme, yang diselenggarakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DKI Jakarta, Kamis (7/4) di Gedung Hall of Blessing ITC Cempaka Mas, Jakarta Pusat.

Abbas menilai bahwa kelompok radikal tersebut tidak membutuhkan banyak orang, karena mereka bisa memanfaatkan masyarakat awam untuk berantipati kepada pemerintah dan melindungi semua operasi yang mereka lakukan. 

“Pemerintah anti umat Islam, aparat itu memusuhi umat Islam. Itu bagian dari rumor yang disebarkan supaya orang menjadi antipati kepada pemerintah meskipun orang tersebut bukan anggota JI,” jelas laki-laki berkewarganegaraan Malaysia tersebut.

Lebih lanjut, ia menganggap bahwa media sosial juga sangat membantu pergerakan kelompok-kelompok radikal, karena dengan menyimak media sosial, mereka mengetahui situasi dan kondisi yang sedang berlangsung.

Sementara itu, Direktur Deradikalisasi BNPT Brigjen Polisi Hamidin menjelaskan bahwa masyarakat dulu dan sekarang memiliki respon yang berbeda terhadap kelompok-kelompok radikal dan teroris. 

“Dulu kelompok teroris itu didukung masyarakat karena kelompok tersebut dipimpin oleh tokoh-tokoh penting di masyarakatnya seperti Kahar Muzakkar, Kartosuwiryo, dan lainnya. Tapi sekarang, masyarakat ditakut-takuti sehingga mereka membantu dan bergabung dengan kelompok teroris tersebut karena alasan takut dan terpaksa,” terangnya.

Terkait paham terorisme dan radikalisme yang tumbuh subur di Indonesia, Hamidin menyebutkan ada tujuh konsep kunci radikalisme. “Yaitu perang atau jihad qital (melawan pemerintahan kafir), mati syahid, tauhid penyatuan dengan Tuhan dan menolak apapun yang tidak dari Tuhan, (mendirikan sistem pemerintahan) khilafah, hijrah (dari negara kafir ke negara khilafah), anshar-muhajirin, dan fai’-ghanimah (harta rampasan perang). Konsep-konsep tersebut kemudian disebar luaskan di media sosial” kata Hamidin. (Muchlishon Rochmat/Zunus)