Nasional

Alissa Wahid Sebut Penguatan Moderasi Beragama sebagai PR Bersama

Sab, 9 November 2019 | 15:15 WIB

Alissa Wahid Sebut Penguatan Moderasi Beragama sebagai PR Bersama

Koordinator Seknas Gusdurian Alissa Wahid berbicara dalam seminar hasil penelitian Moderasi Beragama di Bogor. (Foto: NU Online/Ova)

Bogor, NU Online
Penguatan Moderasi Beragama menjadi isu besar yang harus dipikirkan bersama. Sebab, masa depan Indonesia bisa terganggu jika cara beragama masyarakatnya tidak moderat.

Koordinator Seknas Gusdurian Alissa Wahid mengatakan hal tersebut saat didaulat berbicara dalam diskusi hasil penelitian Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan Keagamaan yang dihelat di Hotel Salak Padjadjaran Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/11).

Menurut Alissa, setidaknya ada empat pilar pembelajaran yang bisa menguatkan moderasi beragama. Yakni to know (mengetahui), to do (melakukan), to be (menjadi), to live together (hidup bersama). “Dengan keempat hal tersebut diharapkan anak-anak menjadi tahu tentang konsep kebangsaan,” tandasnya.

“Masalahnya, empat ini bisa nggak menguatkan moderasi beragama, itu PR kita sebenarnya,” sambung putri sulung Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.

Alissa mencontohkan, Pengasuh PP Al Muayyad Surakarta, Jawa Tengah, KH M Dian Nafi merupakan prototipe pemimpin pesantren berkultur Nahdlatul Ulama.

“Gus Dian Nafi’ yang pesantren-nya masuk dalam lokus penelitian ini, jelas NU nya. Tetapi bagaimana menjadikan santri Windan ini bisa mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila, agar ayat konstitusi dengan ayat suci tidak kontradiktif misalnya, ini jelas jadi PR juga,” paparnya.

Mengutip Amin Abdullah, lanjut dia, apakah moderasi beragama masuk dalam desain pembelajaran sekolah kemudian mengaplikasikannya. “Makanya, pertanyaan kemudian bisa nggak konsep moderasi beragama itu diturunkan dalam sekolah dan keluarga,” pancing Alissa.
 
Ia berharap, dalam rekomendasi hasil penelitian ada satu klausul tentang membangun frame work (kerangka kerja) moderasi beragama ke dalam sekolah. “Jadi, bukan hanya konsep dasarnya saja. Akan tetapi juga kerangka kerjanya. Kalau tidak, maka ini akan jadi jargon saja,” tandasnya.

Sebagai aktivis gerakan lintas iman dan aktivis demokrasi, dirinya sering sekali berhadapan dengan situasi ketegangan beragama. Misalnya, penutupan rumah ibadah dan sweeping terhadap pihak yang dianggap salah.

“Jadi, urusannya itu soal tempat ibadah ditutup lah, yang karena sweeping lah, dan seterusnya. Belakangan saya baru sadar, bahwa semakin saya bekerja di level yang lebih tinggi, yakni di level internasional, saya baru ngeh ternyata problem ketegangan antarumat beragama itu bukan hanya persoalan Islam dan bukan hanya khas Indonesia,” ungkapnya.

Satu hal yang harus diingat, lanjut dia, bahwa agama itu membawa damai. Sayangnya, kita belum bisa membawanya ke kehidupan sehari-hari. “Oleh karena itu, bagi saya, moderasi beragama bagi umat terserah pemaknaannya. Yang jelas, ini jadi PR kita bersama,” tandas Alissa.

Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Muiz