Ali Masykur: Negara Hutang Budi kepada NU
NU Online · Selasa, 24 September 2013 | 06:06 WIB
Kudus, NU Online
Negara berhutang budi kepada Nahdlatul Ulama. Karena NU selalu mengedepankan toleransi atau jalan tengah untuk mempertahankan negara kesatuan Repuplik Indonesia (NKRI).
<>
Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) H Ali Masykur Musa dalam acara pelantikan Pimpinan Cabang ISNU Kabupaten Kudus di Hotel Gryptha, Ahad (22/9).
Ali Masykur mengatakan sejarah bangsa Indonesia mencatat Nahdlatul Ulama berperan penting dalam konstitusi negara. Dicontohkan, Nahdlatul Ulama turut andil mengisi perjalanan bangsa seperti perumusan Pancasila, Resolusi Jihad, Kosntituante, Waliyyul Amri dan penetapan final dasar negara.
“Dari sini, NU selalu tampil di depan dalam mempertahankan kedaulatan dan kebangsaan negara,” tegas Ali Masykur yang juga anggota BPK RI ini.
Tetapi sekarang ini, menurutnya, kedaulatan bangsa Indonesia baik ekonomi maupun politik sedang di persimpangan jalan. Karenanya, semua komponen NU harus mengambil peran untuk mengembalikan etos kebangsaan.
Orang NU harus selalu mengedepankan kebangsaan dan keagamaan. Darah kita merah tetapi hati kita suci, imbuhnya.
Terkait nasionalisme, Ali Masykur menegaskan NU tidak pernah mendikotomikan paham kebangsaan dan keagamaan. Indonesia bukan negara sekuler dan juga bukan negara agama sehingga keduanya sangat beriringan atau senafas.
Seandainya paradigma orang NU tidak mampu memadukan kebangsaan dan keagamaan sudah dipastikan balkanisasi (perpecahan negara) akan terjadi di Indonesia, tegasnya.
Di samping permasalahan kedaulatan, katanya, bangsa Indonesia dihadapkan pada permasalahan runtuhnya kohesitas dengan hilangnya sikap toleransi. Indonesia dahulu dikenal sebagai negara peramah namun sekarang pemarah.
Melihat hal itu, NU harus mengembalikan sikap khittah sosialnya yang ta‘awun, jalan tengah, dan penuh keseimbangan, katanya lagi.
Di depan ratusan kader, pengurus NU, dan ISNU, Ali Masykur menyatakan cara dakwah NU harus mengambil yang lebih maju. Di dalam amar ma’ruf, NU sebaiknya tidak hanya mengandalkan halaqoh melainkan dengan harakah.
Masyarakat sekarang sudah berubah sehingga kita harus aktif. Jadikan aswaja sebagai paradigma yang hidup bermasyarakat bukan hanya menjadi sejarah, tambahnya. (Qomarul Adib/Alhafiz K)
Terpopuler
1
Rais Aam PBNU dan Sejumlah Kiai Terima Penghargaan dari Presiden Prabowo
2
NU Banten Membangkitkan Akar Rumput
3
Rais 'Aam PBNU Ajak Umat Islam Tanggapi Masa Sulit dengan Ilmu
4
Ketua PBNU Nilai BPKH Penting Tetap sebagai Lembaga Independen
5
Tidak Hanya Pelajar, BGN juga Targetkan MBG Menyasar Ibu Hamil dan Menyusui
6
Penerapan Sumpah dan Bukti di Pengadilan Islam: Studi Qasamah dalam Kasus Pembunuhan
Terkini
Lihat Semua