Nasional

Abdul Moqsith Ghazali: Pembaharuan dalam Islam Perlahan-lahan

Kam, 20 Februari 2020 | 14:35 WIB

Abdul Moqsith Ghazali: Pembaharuan dalam Islam Perlahan-lahan

Abdul Moqsith Ghazali (paling kiri) dalam Kajian Membumikan Al-Qur'an di Aula IIQ, Ciputat, Tangsel, Rabu (19/2). (Foto: Amien Nurhakim)

Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, Abdul Moqsith Ghazali  mengatakan bahwa pembaharuan bisa mengarah kepada aqwal dan kepada manahij.
 
"Dalam kurun waktu yang begitu lama, kita telah banyak mendiskusikan Tajdid Aqwal serta Tajdid Manahij. Lantas, dengan cara apa kita melakukan pembaharuan Islam?" katanya Rabu (19/2).
 
Berbicara pada Kajian Membumikan Al-Qur'an di Aula IIQ, Ciputat, Tangsel, Moqsith mengutip karya Ibnu Rusyd, dalam kitabnya Fasl al-Maqāl fī mā bayn al-Hikmah wa al-Syarī’ah min Ittishāl: 
 
وأن كانت الشريعة نطقت به، فلا يخلو ظاهر النطق أن يكون موافقاً لما أدى إليه البرهان فيه أو مخا لفاً. فإن كأن موافقاً، فلا قول هنالك. وأن كأن مخالفاً، طلب هنالك تأويله
 
"Jika syariat itu diafirmasi oleh akal maka tak ada masalah. Tapi kalau syariat itu menyelisihi akal maka harus ditakwilkan," ujarnya.
 
Ia meneruskan, suatu waktu Imam Syafii ditanya oleh muridnya, "Wahai Imam Syafii, jika engkau menjumpai dalil, dan itu bertentangan dengan akal Anda, maka bagaimana menyelesaikannya?"
 
"Imam Syafii menjawab, 'Jika engkau mendapati dalil, namun bertentangan dengan akal, maka jangan langsung diterima, karena pada dasarnya, bagaimanapun akal dapat dipaksa (niscaya) untuk menerima kebenaran'," papar Moqsith.
 
Menurutnya, hal ini yang mungkin sering dibaca di dalam teori-teori ushul fikih disebut Takhsīs bil ‘aql. Salah satu contoh pembaharuan di antaranya adalah dengan membenarkan praktik Takhsīs bil ‘aql, tapi bisa juga menggunakan istihsān.
 
"Karena istihsān itu tidak keluar melainkan daripada kulli kepada juz`i, juga dari qiyas jalli kepada qiyas khafī. Hanya saja dalam kitab-kitab contoh yang sering diterapkan terbatas," sebutnya.
 
Abdul Moqsith memberikan contoh, di dalam Al-Qur'an disebutkan kebolehan suami memukul istri ketika istinya melakukan nusyuz. Di dalam undang-undangan penghapusan kekerasan rumah tangga, jikalau suami memukul istri maka itu termasuk tindakkan kriminal.
 
"Hal ini jangan-jangan yang dinamakan Takhsis bil Qānūn, tapi bukan nasakh, karena jika disebut nasakh kira-kira itu lebih berbahaya. Sebab pembaharuan mestilah dengan proses mencicil (tadrīj). Jika pembaharuan itu cepat dipaksakan maka ia akan pudar," katanya.
 
Mengenai persoalan tadrīj dalam pembaharuan, Abdul Moqsith mengutip kisah ketika Abdul Malik anak dari Umar bin Abdul Aziz mengkritik ayahnya karena ia memandang ayahnya tidak cepat tanggap beberapa persoalan,
 
لا تعجل يا بني، فإن الله تعالى ذم الخمر في القرآن مرتين وحرّمها في الثالثة، وأنا أخاف أن أحمل الناس على الحق جملة فيدفعوه وتكون فتنة
 
"Wahai Anakku, sesungguhnya Allah Swt mencaci khamr dua kali dalam Al-Qur'an, kemudian barulah yang ketiga mengharamkannya. Maka aku khawatir alih-alih membawa mereka kepada kebenaran, namun yang terjadi adalah malapetaka."
 
Kontributor: Amien Nurhakim
Editor: Kendi Setiawan