Nasional

5 Tips Penyembelihan Pusat Studi Halal Unusia Agar Daging Kurban Tidak Bau Amis

Sen, 27 Juli 2020 | 09:45 WIB

5 Tips Penyembelihan Pusat Studi Halal Unusia Agar Daging Kurban Tidak Bau Amis

Pelatihan Juru Sembelih Halal di kampus B Unusia Jalan Parung Hijau Pondok Udik, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Ahad (26/7). (Foto: dok. PSH Unusia)

Bogor, NU Online

Pusat Studi Halal Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta atau PSH Unusia menyampaikan lima tips penyembelihan dan penanganan hewan kurban agar dagingnya tidak amis. Lima tips ini disampaikan oleh para juru sembelih halal yang berpengalaman menyembelih secara tradisional selama bertahun-tahun.


Ketua Pusat Studi Halal Unusia, A. Khoirul Anam dalam kegiatan Pelatihan Juru Sembelih Halal di kampus B Unusia Jalan Parung Hijau Pondok Udik, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Ahad (26/7) mengatakan, lima tips ini didapatkan dari para peserta yang mengikuti pelatihan.


“Sebagian besar peserta pelatihan ternyata sudah berpengalaman menyembelih, ada Kiai Iftah Pengasuh Pesantren Fatahillah Bekasi, ada Dicky aktivis mahasiswa yang sekarang beralih profesi jadi jagal, ada Pak Ujang juru sembelih tradisional di Bogor, bahkan ada Pak Muslim yang sudah sepuluh tahun bekerja di rumah potong halal. Maka kita sampaikan materi penyembelihan secara singkat saja. Selebihnya malah peserta diminta berbagi pengelaman tips menyembelih agar dagingnya tidak bau amis,” katanya.


Kegiatan dihadiri oleh Rektor Unusia Jakarta yang juga Wakil Ketua Umum PBNU, KH M. Maksum Mahfoedz, yang mengingatkan para calon juru sembelih agar menjaga kesucian, atau thaharah, dari hewan sembelihan bahkan semua jenis makanan halal. Jangan sampai makanan atau sembelihan halal menjadi haram gara-gara terkena najis.


Wakil Rektor Unusia Jakarta yang juga Katib Syuriyah PBNU KH Mujib Qulyubi meyampaikan ketentuan halal haram kepada para peserta pelatihan dengan membacakan beberapa kutipan teks langsung dari kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali.


Agar Tidak Bau Amis


Berikut ini lima kriteria yang disampaikan Pusat Studi Halal Unusia Jakarta. Pertama, pastikan alat yang dipakai menyembelih adalah pisau atau golok yang tajam, yang memang bisa dipakai untuk menyembelih.


“Ukuran alat itu tajam kalau menurut para jagal, kira-kira jika digunakan untuk menyembelih leher hewan sembelihan itu sudah putus dengan tiga kali gerakan saja,” kata Anam.


Kedua, orang yang menyembelih dan hewan yang disembelih harus dalam keadaan tenang. Jika belum tenang, dianjurkan mengelus-ngelus hewan sambil membaca shalawat Nabi. “Hewan yang disembelih juga harus diperlakukan terhormat,” kata Dosen Unusia itu.


Ketiga, menyamakan tarikan dan hembusan nafas dengan hewan yang disembelih. Ini dimaksudkan untuk menemukan ‘chemistry’ penyembelih dengan hewan yang disembelih. Kemudian pada saat mulai menggerakkan pisau atau golok penyembelih disarankan menahan nafas terlebih dahulu.


“Ini resep dari Pak Ujang, juru sembelih dari Bogor yang sudah berpengalaman sejak dari nenek moyang,” kata Anam.

 

Pelatihan Juru Sembelih Halal di kampus B Unusia Jalan Parung Hijau Pondok Udik, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Ahad (26/7). (Foto: dok. PSH Unusia)
 

Keempat, dipastikan darah hewan yang disembelih sudah habis mengalir dengan cara mengangkat dua kaki bagian belakang hewan sembelihan lebih tinggi. Menurut Anam, tips ini dituturkan pengasuh Pesantren Fatahillah KH Ahmad Iftah Siddiq yang dipelajarinya dari tempat pemotongan Habib Luthfi di Pekalongan.


Kelima, ini terkait proses pengulitan. Tangan yang memegang kulit tidak boleh memegang daging, atau sebaliknya. Kulit atau bulu hewan itu mengandung bakteri. Jadi tangan kiri yang memegang kulit tetap memegang kulit, kemudian tangan kanan memegang pisau dan dagingnya, tidak boleh bergantian,” pungkasnya.


Dalam kegiatan itu para peserta juga mendapatkan pembekalan materi mengenai prosedur atau protokol penyembelihan hewan kurban di era pandemi Covid-19. Protokol ini disusun oleh NU-Care LAZISNU dan perlu disebarkan kepada masyarakat luas untuk meminimalisasi dampak penyebaran virus corona.


Editor: Fathoni Ahmad