Khutbah KHOTBAH JUMAT

Kisah Sahabat dan Seekor Onta dalam Hijrah Rasulullah

NU Online  Ā·  Rabu, 20 November 2013 | 23:00 WIB

Demikianlah akhirnya onta tunggangan Rasulullah saw sesampainya di Madinah, memilih berhenti di depan rumah yang sederhana milik seorang sahabat yang sederhana setelah melewati berbagai kediaman mewah milik bangsawan kota Madinah yang telah disediakan untuk Rasulullah sebagai rumah singgah.

<>

الحمد لله أحمده ŁˆŲ³ŲØŲ­Ų§Ł†Ł‡ ŁˆŲŖŲ¹Ų§Ł„Ł‰ على نعمه الغزار, Ų£Ų“ŁƒŲ±Ł‡ على قسمه المدرار, . أؓهد ان لا اله الا الله ŁˆŲ­ŲÆŁ‡ لا ؓريك له. ŁˆŲ§Ų“Ł‡ŲÆ ان Ų³ŁŠŲÆŁ†Ų§ Ł…Ų­Ł…ŲÆŲ§ عبده و Ų±Ų³ŁˆŁ„Ł‡ Ų§Ł„Ł†ŲØŁŠ المختار. اللهم صل على Ų³ŁŠŲÆŁ†Ų§ Ł…Ų­Ł…ŲÆ ŁˆŲ¹Ł„Ł‰ أله الأطهار ŁˆŲ£ŲµŲ­Ų§ŲØŁ‡ Ų§Ł„Ų£Ų®ŁŠŲ§Ų± ŁˆŲ³Ł„Ł… ŲŖŲ³Ł„ŁŠŁ…Ų§ كثيرا. أما ŲØŲ¹ŲÆ ŁŁŠŲ§Ų£ŁŠŁ‡Ų§ الناس Ų§ŲŖŁ‚ŁˆŲ§Ł„Ł„Ł‡ Ų­Ł‚ تقاته ŁˆŁ„Ų§ŲŖŁ…ŁˆŲŖŁ† الا ŁˆŲ£Ł†ŲŖŁ… Ł…Ų³Ł„Ł…ŁˆŁ†. ŁˆŁ‚Ų§Ł„ الله تعالى : ŁˆŁŽŲ¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ­Ł’Ł…ŁŽŁ†Ł Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠŁ†ŁŽ ŁŠŁŽŁ…Ł’Ų“ŁŁˆŁ†ŁŽ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŲ±Ł’Ų¶Ł Ł‡ŁŽŁˆŁ’Ł†Ł‹Ų§ ŁˆŁŽŲ„ŁŲ°ŁŽŲ§ Ų®ŁŽŲ§Ų·ŁŽŲØŁŽŁ‡ŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł’Ų¬ŁŽŲ§Ł‡ŁŁ„ŁŁˆŁ†ŁŽ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŁˆŲ§ Ų³ŁŽŁ„ŁŽŲ§Ł…Ł‹Ų§

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita bersama-sama meningkatkan kadar ketaqwaan dalam diri kita, semoga tahun baru ini menjadi awal yang baik menuju kehidupan yang lebih baik. Bagi kaum muslim Hijrah Rasulullah saw adalah momentum terpenting yang sarat akan makna dan penuh dengan hikmah.Hijrahnya Rasulullah saw sering dijadikan titik balik ataupun titik mula semangat perubahan menuju yang lebih baik. Apalagi jika peringatan Hijrah Rasulullah saw dihubungkan dengan tahun baru hijriyah. Maka tahun baru itu tentunya akan lebih bermakna.

Dua kisah Rasulullah saw yang akan disampaikan kali ini merupakan penggalan dari prosesi hijrah Rasulullah saw. yang sering dilewatkan, karena tokoh utama dalam kisah ini adalah seorang sahabat anshar yang bernama Abu Ayyub al-Anshari dan onta yang setia mengantarkan Rasulullah saw.

Setalah menempuh perjalanan dari Makkah, akhirnya Rasulullah saw pun sampai ke gerbang pintu kota Madinah. Sambutan kaum anshar sebagai penduduk Madinah amat sangatlah hangatnya. Sepanjang jalas dihias dengan warna-warni keceriaan. Sudut-sudut kota dibersihkan untuk menyambut kedatangannya. Rumah-rumah di sepanjang jalan telah bersiap menerima tamu agung. Setiap tuan rumah sibuk menyiapkan hidangan berbagai masakan. Ruang tamu ditata rapi lengkap dengan hidangan dan minuman tak ketinggalan permadani berbulu tebal dialaskan. Mereka semua mengharapkan Rasulullah saw akan sudi singgah dan menjadikan rumah mereka sebagai tempat tinggalnya. Bahkan dalam hati masing-masing pembesar anshar ini terbersit kebanggan diri bahwa "Rasulullah pasti akan senang tinggal di rumahku yang mewah dan nyaman, karena aku telang melengkapi segala macam fasilitasnya".

Akan tetapi ketika Rasulullah saw memasuki pintu gerbang kota Madinah beliau langsung turun dari ontanya, seperlu menyalami dan membalas sambutan hangat dari masyarakat kota. Mereka saling mendahului menyalami, memeluk dan mengelu-elukan Rasulullah saw. sebagai rembulan di tengah gelap malam. Sambutan itu terus mengalir hingga mereka saling berebut mempersilahkan Rasulullah saw. singgah dikediamannya. Demikian mereka saling serobot menggelendeng onta Rasulullah menuju rumah mereka, dengan harapan Rasulullah akan mengikutinya. Akan tetapi tidak demikian, karena Rasulullah saw. segera mesergah mereka dan memerintahkan agar ontanya dibiarkan memilih tempat istirahatnya sendiri, dan di sanalah Rasulullah saw akan singgah.

Para Hadirin Jam'ah Jum'ah yang Berbahagia

Sementara itu diantara rumah-rumah yang indah dan mewah di sepanjang jalan kota Madinah, terdapat sebuah rumah sederhana yang tidak dapat dikatakan mewah. Perabot sederhana dan permadani agak usang terpasang di ruang tamu. Itulah kediaman Abu Ayyub al-Anshari. Sahabat yang merasa rumahnya bukanlah standard yang pantas untuk disinggahi Utusan Allah Muahmmad saw. dalam hati kecilnya merasakan betapa besarnya rasa hormat-ta'dhim kepada Rasulullah saw yang amat sangat, sehingga ia merasa rumahnya terlalu sederhana dijadikan persinggahan manusia termulia di alam raya ini. Apalagi bila dipikir dirinya bukanlah salah seorang bangsawan terkemuka di Madinah. Dia merasa menjadi manusia hina apalagi jika dibandingkan Rasulullah saw. Begitulah keadaannya sehingga ia tidak berani menawarkan rumahnya untuk tempat persinggahan Rasul yang Mulia.

Namun apa yang terjadi, justru onta itu terus berjalan melewati rumah-rumah mewah, melewati bangunan-bangunan kokoh dan akhirnya malah memasuki pelataran rumah Abu Ayyub al-Anshari. Sehingga tempat itulah yang dipilih Rasulullah saw sebagai tempat singgahnya. Rumah sederhana dengan tuan rumah yang sangat merendahkan diri. Betapa bersukurnya Abu Ayyub al-Anshari atas anugrah yang diberikan oleh Allah kepadanya, sebagai tuan rumah dari Utusan yang Paling Mulia Rasulullah saw.

Jama'ah Rahimakumullah

Demikianlah kisah ini menunjukkan kebenaran sabda Rasulullah saw barang siapa merendahkan diri, merasa dirinya hina dibandingkan manusia lain (tawadhu') Allah swt akan menjunjung derjatnya. Begitu juga sebaliknya, barang siapa yang sombong, merasa dirinya lebih hebat dari yang lain (kibriya') pastilah Allah akan menjatuhkannya.

من توضع رفعه الله ŁˆŁ…Ł† تكبر ŁˆŲ¶Ų¹Ł‡ الله

Abu Ayyub al-Anshari adalah orang yang tawadhu', orang yang merasa dirinya tidaklah semulia para bangsawan Madinah. Orang yang merasa kediamannya paling buruk dan paling tidak pantas untuk disinggahi manusia semulia Rasulillah saw. Jangankan menawarkan rumah untuk singgah Rasulullah saw sebagaimana yang dilakukan para bangsawan Madinah, merasa layakpun ia tidak berani. Itulah gambaran ketawadhuan Abu Ayyub al-Anshari yang Justru dipilih oleh Allah swt sebagai tuan rumah atas hijrah Rasulul-Nya.

Begitulah Allah memuliakan orang yang tawadhu' mengalahkan mereka yang sombong. Allah perintahkan Jibril menghentikan onta Rasulullah pas di depan rumah Abu Ayyub al-Anshari. Karena Rasulullah saw sebagai pribadi yang sangat merendahkan diri, hanya cocok dengan sahabat yang memiliki pribadi tawadhu pula.

Allah sendiri telah membuktikan ketawadhuan Rasulullah saw ketika beliau bersama para Nabi dan Rasul-Nya menjawab pertanyaan dari-Nya. Dikisahkan dalam sebuah percakapan Allah bertanya kepada Nabi Ibrahim as. "Wahai Ibrahim, siapakah dirimu?" Nabi Ibrahim menjawab "ana khalilullah" saya adalah kekasih Allah. Sebuah jawaban yang tepat dan tidak salah. Sesuai dengan julukannya sebagai khalilullah. Demikian pula jawaban Nabi Musa as. ketika ditanya oleh Allah "Wahai Musa siapakah kamu itu?" Nabi Musa menjawab "ana kalimullah" saya adalah orang yang diajak bicara oleh Allah, Sebuah jawaban yang tepat dan tidak salah. Sesuai dengan julukannya sebagai Kalimullah. Begitu pula jawaban Nabi Isa ketika ditanya oleh Allah "wahai Isa siapakah engaku?" Nabi Isa juga menjawa "ana ruhullah". Sebuah jawaban yang tepat dan tidak salah. Sesuai dengan julukannya sebagai ruhullah. Sesuai dengan mu'jizat yang dimilikinya mampu menghidupkan orang yang sudah meninggal.

Jama'ah Jum'ah Umat Rasululla saw

Giliran Rasulullah Muhammad saw ditanya oleh Allah "Hai Muhammad, siapakah Kamu?" Rasulullah menjawab "anal Yatim" saya adalah anak yatim. Sebuah jawaban yang sangat merendahkan diri. Rasulullah saw sebagai Nabi dan Rasul terakhir, manusia paling sempurna dan paling dicinta oleh Allah swt. tentunya bisa menjawab dengan sedikit lebih gagah, karena posisi Muhammad Rasulullah saw sebenarnya melebihi Rasul dan Nabi yang lain. Akan tetapi Muhammad Rasulullah saw memilih 'yatim' sebagai prediketnya. Sebuah posisi yang sering dihinakan dan disepele manusia di dunia, anal yatiim. Justru kerendahan diri Rasulullah inilah yang menjadi bukti ketinggian derajatnya diantara para nabi da Rasul yang lain.

Demikianlah dua kisah Rasulullah ini dapat menjadi tauladan bagi kita semua. Bahwa sudah sepantasnya kita merasa diri ini bukanlah siapa-siapa dihadapan Allah Yang Maha Kuasa. demikianlah yang diinginkan Allah swt atas hamba-hambanya, agar menjadi orang yang tawadhu bukan menjadi orang yang sombong. Sebagaimana disinggung oleh-Nya dalam al-Qur'an

ŁˆŁŽŲ¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ­Ł’Ł…ŁŽŁ†Ł Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠŁ†ŁŽ ŁŠŁŽŁ…Ł’Ų“ŁŁˆŁ†ŁŽ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŲ±Ł’Ų¶Ł Ł‡ŁŽŁˆŁ’Ł†Ł‹Ų§ ŁˆŁŽŲ„ŁŲ°ŁŽŲ§ Ų®ŁŽŲ§Ų·ŁŽŲØŁŽŁ‡ŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł’Ų¬ŁŽŲ§Ł‡ŁŁ„ŁŁˆŁ†ŁŽ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŁˆŲ§ Ų³ŁŽŁ„ŁŽŲ§Ł…Ł‹Ų§

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.

Artinya bahwa diantara tanda-tanda orang yang memiliki sifat tawadhu' selalu berjalan dengan menundukkan kepala. Seolah-olah tidak pernah melihat langit. Berjalan dengan santai tanpa membusungkan dada. Meskipun ia memiliki kuasa sebagai gubernur, jendral ataupun ulama misalnya. Hal ini berbeda dengan orang-orang yang sombong yang berjalan dengan mendongak ke atas tidak pernah melihat bumi. Bahkan ketika mereka disapa dan dikomentari, mereka hanya menjawab 'salama', yang artinya keselamatan atas kita semua, diantara kita tidak ada yang lebih baik, aku juga tidak lebih baik dari kamu begitu juga sebaliknya.

Demikianlah khotbah jum'ah kali ini. Semoga tahun baru ini menjadi titik awal perubahan diri kita mengurngi kesombongan diri menuju ketawadhua'an. Karena sesungguhnya Allah memuliakan mereka yang merendahkan dirinya.

ŲØŁŽŲ§Ų±ŁŽŁƒŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ł„ŁŁŠŁ’ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŁŁŁŠŁ’ Ų§Ł’Ł„Ł‚ŁŲ±Ł’Ų¢Ł†Ł Ų§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲøŁŁŠŁ’Ł…Ł ŁˆŁŽŁ†ŁŽŁŁŽŲ¹ŁŽŁ†ŁŁŠ ŁˆŁŽŲ„ŁŠŁ‘ŁŽŲ§ŁƒŁŁ…Ł’ ŁŲØŁ…ŁŽŲ§ ŁŁŁŠŁ’Ł‡Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų¢ŁŠŲ§ŁŽŲŖŁ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų°ŁƒŁ’Ų± ŁŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁƒŁŁŠŁ’Ł…Ł ŁˆŁŽŲŖŁŽŁ‚ŁŽŲØŁ‘ŁŽŁ„ŁŽ Ł…ŁŁ†ŁŁ‘ŁŠ ŁˆŁŽŁ…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŁ…Ł’ ŲŖŁŁ„Ų§ŁŽŁˆŁŽŲŖŁŽŁ‡Ł Ų„Ł†Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ł‡ŁŁˆŁŽ Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŁ…ŁŁŠŁ’Ų¹Ł Ų§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŁ„ŁŁŠŁ’Ł…Ł

Khutbah II

Ų§ŁŽŁ„Ł’Ų­ŁŽŁ…Ł’ŲÆŁ للهِ Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ŁŽ Ų§ŁŲ­Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų“Ł‘ŁŁƒŁ’Ų±Ł Ł„ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ŁŽ ŲŖŁŽŁˆŁ’ŁŁŁŠŁ’Ł‚ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ§ŁŁ…Ł’ŲŖŁŁ†ŁŽŲ§Ł†ŁŁ‡Ł. ŁˆŁŽŲ§ŁŽŲ“Ł’Ł‡ŁŽŲÆŁ Ų§ŁŽŁ†Ł’ Ł„Ų§ŁŽ Ų§ŁŁ„ŁŽŁ‡ŁŽ Ų§ŁŁ„Ų§Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł„Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ­Ł’ŲÆŁŽŁ‡Ł Ł„Ų§ŁŽ Ų“ŁŽŲ±ŁŁŠŁ’ŁƒŁŽ Ł„ŁŽŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ§ŁŽŲ“Ł’Ł‡ŁŽŲÆŁ Ų§ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų³ŁŽŁŠŁ‘ŁŲÆŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ‹Ų§ Ų¹ŁŽŲØŁ’ŲÆŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ł„ŁŁ‡Ł Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŽŲ§Ų¹ŁŁ‰ Ų§ŁŁ„Ł‰ŁŽ Ų±ŁŲ¶Ł’ŁˆŁŽŲ§Ł†ŁŁ‡Ł. Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ ŲµŁŽŁ„Ł‘Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų³ŁŽŁŠŁ‘ŁŲÆŁŁ†ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ ŁˆŁŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§ŁŽŁ„ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ§ŁŽŲµŁ’Ų­ŁŽŲ§ŲØŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲ³Ł’Ł„ŁŁŠŁ’Ł…Ł‹Ų§ ŁƒŁŲ«ŁŠŁ’Ų±Ł‹Ų§

Ų§ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁ ŁŁŽŁŠŲ§ŁŽ Ų§ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ§Ų³Ł Ų§ŁŲŖŁ‘ŁŽŁ‚ŁŁˆŲ§Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ ŁŁŁŠŁ’Ł…ŁŽŲ§ Ų§ŁŽŁ…ŁŽŲ±ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł†Ł’ŲŖŁŽŁ‡ŁŁˆŁ’Ų§ Ų¹ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ Ł†ŁŽŁ‡ŁŽŁ‰ ŁˆŁŽŲ§Ų¹Ł’Ł„ŁŽŁ…ŁŁˆŁ’Ų§ Ų§ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ اللهّ Ų§ŁŽŁ…ŁŽŲ±ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ§ŁŽŁ…Ł’Ų±Ł ŲØŁŽŲÆŁŽŲ£ŁŽ ŁŁŁŠŁ’Ł‡Ł ŲØŁŁ†ŁŽŁŁ’Ų³ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ«ŁŽŁ€Ł†ŁŽŁ‰ ŲØŁŁ…ŁŽŁ„Ų¢ Ų¦ŁŁƒŁŽŲŖŁŁ‡Ł ŲØŁŁ‚ŁŲÆŁ’Ų³ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ ŲŖŁŽŲ¹Ų§ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŁ„Ų¢ Ų¦ŁŁƒŁŽŲŖŁŽŁ‡Ł ŁŠŁŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ŁŽ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁ‰ يآ Ų§ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų¢Ł…ŁŽŁ†ŁŁˆŁ’Ų§ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŁˆŁ’Ų§ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŁ…ŁŁˆŁ’Ų§ ŲŖŁŽŲ³Ł’Ł„ŁŁŠŁ’Ł…Ł‹Ų§. Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ ŲµŁŽŁ„Ł‘Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų³ŁŽŁŠŁ‘ŁŲÆŁŁ†ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ آلِ Ų³ŁŽŁŠŁ‘ŁŲÆŁŁ†Ų§ŁŽ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§ŁŽŁ†Ł’ŲØŁŁŠŲ¢Ų¦ŁŁƒŁŽ ŁˆŁŽŲ±ŁŲ³ŁŁ„ŁŁƒŁŽ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŁ„Ų¢Ų¦ŁŁƒŁŽŲ©Ł Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŁ‚ŁŽŲ±Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ų±Ł’Ų¶ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł Ų§Ł’Ł„Ų®ŁŁ„ŁŽŁŁŽŲ§Ų”Ł Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ§Ų“ŁŲÆŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų§ŁŽŲØŁŁ‰ ŲØŁŽŁƒŁ’Ų±ŁŁˆŁŽŲ¹ŁŁ…ŁŽŲ±ŁˆŁŽŲ¹ŁŲ«Ł’Ł…ŁŽŲ§Ł† ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŁ‰ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ†Ł’ ŲØŁŽŁ‚ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł Ų§Ł„ŲµŁ‘ŁŽŲ­ŁŽŲ§ŲØŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ§ŲØŁŲ¹ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲŖŁŽŲ§ŲØŁŲ¹ŁŁŠ Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ§ŲØŁŲ¹ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ł„ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ§ŁŲ­Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†Ł Ų§ŁŁ„ŁŽŁ‰ŁŠŁŽŁˆŁ’Ł…Ł Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†Ł ŁˆŁŽŲ§Ų±Ł’Ų¶ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŲ§ Ł…ŁŽŲ¹ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ±ŁŽŲ­Ł’Ł…ŁŽŲŖŁŁƒŁŽ ŁŠŁŽŲ§ Ų§ŁŽŲ±Ł’Ų­ŁŽŁ…ŁŽ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ§Ų­ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ
Ų§ŁŽŁ„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ اغْفِرْ Ł„ŁŁ„Ł’Ł…ŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†ŁŽŲ§ŲŖŁ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŽŲ§ŲŖŁ Ų§ŁŽŁ„Ų§ŁŽŲ­Ł’ŁŠŲ¢Ų”Ł Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡ŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ų§ŁŽŁ…Ł’ŁˆŁŽŲ§ŲŖŁ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ų§ŁŽŲ¹ŁŲ²Ł‘ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų§ŁŲ³Ł’Ł„Ų§ŁŽŁ…ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ°ŁŁ„Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŲ±Ł’ŁƒŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ“Ł’Ų±ŁŁƒŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł†Ł’ŲµŁŲ±Ł’ Ų¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁŽŁƒŁŽ Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŁˆŁŽŲ­Ł‘ŁŲÆŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł†Ł’ŲµŁŲ±Ł’ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ł†ŁŽŲµŁŽŲ±ŁŽ Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ų®Ł’Ų°ŁŁ„Ł’ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ų®ŁŽŲ°ŁŽŁ„ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽ ŲÆŁŽŁ…Ł‘ŁŲ±Ł’ Ų§ŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽŲ§Ų”ŁŽŲ§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†Ł ŁˆŁŽŲ§Ų¹Ł’Ł„Ł ŁƒŁŽŁ„ŁŁ…ŁŽŲ§ŲŖŁŁƒŁŽ Ų§ŁŁ„ŁŽŁ‰ ŁŠŁŽŁˆŁ’Ł…ŁŽ Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†Ł. Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ų§ŲÆŁ’ŁŁŽŲ¹Ł’ Ų¹ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŲ§ Ų§Ł’Ł„ŲØŁŽŁ„Ų§ŁŽŲ”ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„ŁˆŁŽŲØŁŽŲ§Ų”ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų²Ł‘ŁŽŁ„Ų§ŁŽŲ²ŁŁ„ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ­ŁŽŁ†ŁŽ ŁˆŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ų”ŁŽ Ų§Ł’Ł„ŁŁŲŖŁ’Ł†ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ­ŁŽŁ†ŁŽ Ł…ŁŽŲ§ ŲøŁŽŁ‡ŁŽŲ±ŁŽ Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŲ§ ŲØŁŽŲ·ŁŽŁ†ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ ŲØŁŽŁ„ŁŽŲÆŁŁ†ŁŽŲ§ Ų§ŁŁ†Ł’ŲÆŁŁˆŁ†ŁŁŠŁ’Ų³ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ§ Ų®Ų¢ŲµŁ‘ŁŽŲ©Ł‹ ŁˆŁŽŲ³ŁŽŲ§Ų¦ŁŲ±Ł Ų§Ł’Ł„ŲØŁŁ„Ł’ŲÆŁŽŲ§Ł†Ł Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų¹Ų¢Ł…Ł‘ŁŽŲ©Ł‹ ŁŠŁŽŲ§ Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ. Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ų¢ŲŖŁŁ†Ų§ŁŽ فِى Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁ†Ł’ŁŠŁŽŲ§ Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ©Ł‹ ŁˆŁŽŁŁŁ‰ Ų§Ł’Ł„Ų¢Ų®ŁŲ±ŁŽŲ©Ł Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ©Ł‹ ŁˆŁŽŁ‚ŁŁ†ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŲ°ŁŽŲ§ŲØŁŽ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ§Ų±Ł. Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŽŁ†ŁŽŲ§ ŲøŁŽŁ„ŁŽŁ…Ł’Ł†ŁŽŲ§ Ų§ŁŽŁ†Ł’ŁŁŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ§ŁˆŁŽŲ§ŁŁ†Ł’ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲŗŁ’ŁŁŲ±Ł’ Ł„ŁŽŁ†ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŲŖŁŽŲ±Ł’Ų­ŁŽŁ…Ł’Ł†ŁŽŲ§ Ł„ŁŽŁ†ŁŽŁƒŁŁˆŁ’Ł†ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų®ŁŽŲ§Ų³ŁŲ±ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ. Ų¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁŽŲ§Ł„Ł„Ł‡Ł ! Ų§ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ ŁŠŁŽŲ£Ł’Ł…ŁŲ±ŁŁ†ŁŽŲ§ ŲØŁŲ§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲÆŁ’Ł„Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ų§ŁŲ­Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†Ł ŁˆŁŽŲ„ŁŁŠŁ’ŲŖŲ¢Ų”Ł ذِى Ų§Ł’Ł„Ł‚ŁŲ±Ł’ŲØŁ‰ŁŽ ŁˆŁŽŁŠŁŽŁ†Ł’Ł‡ŁŽŁ‰ Ų¹ŁŽŁ†Ł Ų§Ł’Ł„ŁŁŽŲ­Ł’Ų“Ų¢Ų”Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŽŲ±Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„ŲØŁŽŲŗŁ’ŁŠ ŁŠŁŽŲ¹ŁŲøŁŁƒŁŁ…Ł’ Ł„ŁŽŲ¹ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲ°ŁŽŁƒŁ‘ŁŽŲ±ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ų°Ł’ŁƒŁŲ±ŁŁˆŲ§Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲøŁŁŠŁ’Ł…ŁŽ ŁŠŁŽŲ°Ł’ŁƒŁŲ±Ł’ŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲ§Ų“Ł’ŁƒŁŲ±ŁŁˆŁ’Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ŁŽ Ł†ŁŲ¹ŁŽŁ…ŁŁ‡Ł ŁŠŁŽŲ²ŁŲÆŁ’ŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŲ°ŁŁƒŁ’Ų±Ł اللهِ Ų§ŁŽŁƒŁ’ŲØŁŽŲ±Ł’

(Pen./Red. Ulil H)