Khutbah

Khutbah Jumat: Relasi Atasan dan Bawahan di Dunia Kerja menurut Islam

NU Online  ·  Jumat, 23 Mei 2025 | 08:00 WIB

Khutbah Jumat: Relasi Atasan dan Bawahan di Dunia Kerja menurut Islam

Ilustrasi atasan dan bawahan. (Foto: NU Online/Freepik)

Seiring berkembangnya zaman, dunia kerja selalu mengalami perubahan dan menciptakan berbagai model hubungan di antara para pekerja. Meski ada istilah bos dan anak buah atau mitra, misalnya dalam ojek online, pada praktiknya hubungan tersebut tetap menyerupai relasi antara atasan dengan bawahan. Oleh karena itu, istilah ini digunakan untuk mencerminkan dinamika kerja yang ada.

 

Naskah Khutbah Jumat ini berjudul, “Khutbah Jumat: Relasi Atasan dan Bawahan di Dunia Kerja menurut Islam”. Untuk mencetak, silakan klik fitur download berwarna merah di desktop pada bagian atas naskah khutbah ini. Semoga bermanfaat!

 

Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللّٰهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ مُحَمَّدٍ ابْنِ عَبْدِ اللهِ الْقَائِمُ بِحُقُوْقِ اللهِ وَلَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

 

فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَايَحْتَسِبُ، وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِتَّقِ اللّٰهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Marilah kita memuji Allah sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah iman dan Islam yang diberikan Allah sehingga kita digerakkan untuk melaksanakan ibadah shalat Jumat ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah untuk Nabi, keluarga, dan para sahabatnya, sehingga berharap semoga kelak bisa masuk dalam rombongan mereka.

 

Khatib mengingatkan agar kita meningkatkan ketakwaan dalam kehidupan sehari-hari agar keberagamaan kita selalu lebih baik dari sebelumnya. Sebab hanya dengan ketakwaan yang dapat menyelematkan kita kelak di akhirat nanti.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Di antara kita ada yang memiliki jabatan tinggi dan rendah, atau disebut dengan atasan dan bawahan, bahkan mungkin pada suatu waktu sebagai atasan tapi di waktu lain berstatus sebagai bawahan. Itulah status yang menempel kepada kita di dunia kerja sesuai bidang kita masing-masing.

 

Dalam dunia kerja yang kita geluti juga mempunyai keberagaman dinamika yang tidak bisa dihindari, termasuk dinamika antar posisi semacam tadi. Terkadang bawahannya bermasalah sehingga atasannya sering menegur bahkan memarahinya. Sebaliknya, terkadang atasannya suka tidak tahu diri dan kondisi sehingga bawahannya merasa tertekan.

 

Namun apa pun yang terjadi, pada dasarnya relasi antara keduanya telah diatur dalam Islam. Islam telah merumuskan nilai-nilai yang layak dipegang dalam dunia kerja. Terutama pihak-pihak yang mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengontrol dunia kerja tersebut.

 

Kiranya ini penting dipertimbangkan agar seluruh pihak dalam dunia kerja dapat menikmati pekerjaannya. Sebab sebagaimana kita tahu bersama bahwa dunia kerja yang sehat akan melahirkan produktifitas yang berkualitas. Begitu juga sebaliknya, dunia kerja yang sakit akan berdampak buruk pada produktifitasnya.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

​​​​​​​Nilai pertama adalah kesadaran bahwa anak buah dan bawahan merupakan manusia yang mempunyai hak-hak dasar sebagaimana umumnya. Dalam Islam, di antara hak dasar itu adalah kemuliaan. Maksudnya, Islam memuliakan manusia dengan segala status sosial dan pangkat yang bermacam-macam. Allah berfirman:

 

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ

 

Artinya, “Niscaya sungguh kami telah memuliakan umat manusia.” (QS. Al-Isra’: 70)

 

Allah selaku Dzat yang menciptakan saja memuliakan manusia dibandingkan makhluk-makhluk-Nya yang lain, apa lagi kita yang sama-sama manusia. Maka tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan sikap yang mengarah pada merendahkan manusia yang lain, baik berupa perkataan maupun perbuatan.

 

Maka kaitannya dengan dunia kerja, seorang atasan tidak boleh menghina bawahannya karena hasil yang tidak sesuai espektasinya, misalnya. Begitu juga sikap-sikap lain yang dapat menurunkan derajat kemanusiaan. Sebab hubungan mereka berdua hanya dalam urusan kerja, sehingga sikap yang dilakukan hanya terbatas pada urusan tersebut.

 

Ketika sikap atasan melampaui batas, yaitu menyentuh hak asasi bawahannya maka hal semacam inilah yang perlu dikontrol. Oleh karena itu, merendahkan sesama manusia hanya karena perbedaan pangkat dan/atau status sosial merupakan perbuatan tercela yang perlu dijauhi bersama.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

​​​​​​​Nilai kedua yang dapat diperhatikan dalam dunia kerja adalah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing, baik pihak atasan maupun pihak bawahan. Bagi Islam, menyadari kedua aspek ini penting dilakukan demi menciptakan stabilitas dan keharmonisan dalam dunia kerja. Allah berfirman:

 

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

 

Artinya, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 5)

 

Ayat yang sangat familiar dengan kita ini mungkin selama ini terkesan biasa saja, hanya sebatas pengakuan seorang hamba terhadap sang Pencipta.

 

Namun, kalau kita mencermati lebih dalam, Allah melalui ayat ini sedang mengajarkan kewajiban dan hak hamba-Nya. Kewajiban hamba adalah menyembah Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan haknya ialah mendapatkan pertolongan dari Allah, karena pertolongan yang sejati baik di dunia maupun akhirat berasal dari-Nya.

 

Simbiosis semacam ini juga berlaku dalam dunia kerja. Pihak atasan mempunyai kewajiban memberikan kesejahteraan terhadap bawahannya, sedangkan pihak bawahan berkewajiban melaksanakan tupoksinya. Bila hal ini berjalan dengan baik tentu lingkungan kerja akan menjadi tempat yang menyenangkan dan tidak akan ada pihak yang dirugikan.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

​​​​​​​Nilai terakhir atau ketiga adalah memanusiakan manusia. Artinya, pihak atasan selaku pemilik kewenangan dan kebijakan harus memperlakukan bawahannya sebagai manusia, baik dalam memberikan mandat maupun bersikap bersama mereka, sehingga kesenjangan sosial antara kedua pihak ini tidak terlalu menganga.

 

Terdapat hadits yang menarik yang dapat mengilustrasikan poin terakhir ini. Hadits ini diriwayatkan imam al-Bukhari di dalam kitab Shahih-nya:

 

مَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ

 

Artinya, “Siapa saja yang mempunyai budak maka hendaklah berikan makanan seperti apa yang dimakan dan memberikan pakaian seperti apa yang dipakai. Dan janganlah kalian memberikan beban yang melebihi kemampuannya. Maka bila kalian memberikan beban (seperti itu) terhadap mereka (budak) maka hendaklah kalian menolong mereka.” (HR. al-Bukhari)

 

Dari hadits ini kita  bisa menangkap pesan bagaimana Nabi mengajarkan para sahabatnya dalam memperlakukan budak. Pada zaman perbudakan, budak merupakan manusia kelas dua yang nyaris tidak mempunyai martabat sama sekali di hadapan manusia kelas pertama (manusia merdeka). Budak boleh diperjualbelikan dan dipekerjakan tanpa diberi upah.

 

Bisa kita bayangkan budak yang mempunyai status sosial semacam itu saja disuruh diperlakukan dengan baik, lantas bagaimana dengan hari ini yang sudah menjadi manusia merdeka semua, sehingga seyogyanya dalam memperlakukan manusia zaman sekarang jauh lebih baik.

 

Imam al-Qashtalani di dalam kitabnya, Irsyad al-Sari (juz 1, hlm. 116) ketika menjelaskan hadits ini menutupnya dengan perkataan: perbedaan yang sejati antar manusia adalah ketakwaannya. Maka nasab yang mulia tidak bermanfaat sama sekali ketika tidak bertakwa, begitu juga nasab yang rendah menjadi bermanfaat sebab ketakwaan yang dimilikinya.

 

Oleh karena itu, bila kita saat ini menjadi atasan seseorang maka sudah sepantasnya memanusiakannya. Memanusiakan di sini tentu tidak hanya perkara pendapatan materi yang akan diperolehnya, tapi bisa dari hal-hal sederhana seperti cara berkomunikasi kita, cara bersikap, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang menunjukkan bahwa kita tetap respect terhadapnya.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

​​​​​​​Dengan demikian, melalui ketiga nilai ini secara tidak langsung Islam hendak mengajarkan satu hal penting: menghormati manusia. Sikap ini hanya akan lahir dalam diri seseorang yang mampu mengatur dan mengelola egonya, termasuk ego jabatan yang sedang didudukinya. Maka demi menciptakan iklim dan ekosistem kerja yang baik, pihak atasan selaku pihak sentral dalam dunia kerja mesti memberikan teladan yang baik pula.

 

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ

 

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَبِهِ وَ كَفَرَ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقَ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَسَلَّمُ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً۰ اَمَّابَعْدُ، فَيَاعِبَادَ ﷲ، اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ، وَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ

 

إِنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، فَقَالَ قَوْلًا كَرِيمًا: إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ

 

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأْهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ، اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus-Sunnah Ciputat