Khutbah

Khutbah Jumat: Menghormati Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia

NU Online  ·  Kamis, 3 Oktober 2024 | 21:00 WIB

Khutbah Jumat: Menghormati Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia

Membatik. (Foto: NU Online/Freepik)

Memperingati Hari Batik, penting bagi kita semua untuk menguatkan kecintaan sekaligus menghormati warisan budaya leluhur bangsa Indonesia. Peringatan Hari Batik mengajak kita untuk meneladani Nabi Muhammad yang sudah mencontohkan bagaimana mencintai warisan budaya. 


Naskah khutbah Jumat berikut ini berjudul “Khutbah Jumat: Menghormati Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia” Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! 



Khutbah I


الحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ. القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْءٰتِكُمْ وَرِيْشًاۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُصَلُّونَ. اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah,

Pada tanggal 2 Oktober 2009, batik secara resmi terdaftar sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity atau Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Sehingga tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional. Batik yang awalnya menjadi pakaian penghormatan keluarga kerajaan Nusantara, sudah menjadi pakaian nasional masyarakat Indonesia. Batik adalah pakaian yang memiliki corak dengan serangkaian makna dan filosofi untuk menunjukkan harapan dan cita-cita luhur penggunanya sekaligus menjadi budaya bangsa Indonesia.


Terkait budaya, Islam datang bukan untuk merubah seluruh tatanan kehidupan masyarakat yang sudah hidup. Akan tetapi menguatkan budaya yang sudah sesuai dengan ajaran agama dan meluruskan budaya yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Ketika Nabi hijrah ke kota Madinah, Nabi mendapatkan masyarakat Madinah merayakan dua hari besar setiap tahun, sehingga Nabi meluruskan budaya tersebut dengan menghadirkan perayaan dua hari besar Islam setiap tahun yang lebih baik. Hal ini direkam oleh imam Abu Dawud dalam kitab Sunan Abi Dawud, juz 1, halaman 295:


إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ


Artinya: "Sesungguhnya Allah telah menggantikan keduanya untuk kalian dengan yang lebih baik, yaitu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri."


Dalam kejadian lain, Abu Bakar memprotes kehadiran dua orang wanita yang sedang menyanyikan nyanyian asli Madinah (kelompok Anshor) pada hari raya Idul Fitri/Idul Adha. Kemudian Nabi menjelaskan kepada Abu Bakar bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan agama dan dilakukan untuk meluapkan kebahagiaan yang dianjurkan pada momentum hari besar. Hal ini direkam oleh imam al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari, juz 5, halaman 67:


دَعْهُمَا يَا أَبَا بَكْرٍ، إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا، وَإِنَّ عِيدَنَا هَذَا اليَوْمُ


Artinya: "Biarkan keduanya bernyanyi, wahai Abu Bakar. Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya. Hari raya kita adalah hari ini."


Ini merupakan potret respons dan sikap Nabi terhadap budaya di kota Madinah, tempat baru untuk beliau setelah lahir dan besar di kota Makkah. Nabi sangat menghormati budaya lokal dan berinteraksi dengan budaya dengan sikap akomodatif.


Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah,

Budaya meliputi ruang lingkup yang sangat luas, termasuk pakaian. Nabi Muhammad diriwayatkan pernah mengenakan beberapa jenis pakaian budaya lain. Nabi memakai pakaian Hibarah yang berasal dari Yaman pada setiap momentum hari raya. Hal ini direkam oleh imam al-Syafi’i dalam kitab Musnad al-Syafi’i, juz 1, halaman 152:


أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَُّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَلْبِسُ بُرْدَ حِبَرَةٍ فِي كُلِّ عِيْدٍ


Artinya: "Sesungguhnya Nabi memakai pakaian Hibarah setiap hari raya."


Nabi juga memakai pakaian jubah dari Romawi yang memiliki lengan tangan sempit, sehingga agak sulit mengeluarkan tangannya saat wudhu. Hal ini direkam oleh imam al-Baihaqi dalam kitab Al-Sunan al-Kubra, juz 2, halaman 587:


وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ مِنْ صُوفٍ مِنْ جِبَابِ الرُّومِ ضَيِّقَةُ الْكُمَّيْنِ


Artinya: "Saat itu, Nabi memakai jubah berbahan wol dari Romawi yang lengannya ketat."


Nabi juga memakai pakaian penutup kepala dari Qithr, sehingga Nabi cukup mengangkat sebagian penutup kepala tersebut untuk mengusap bagian depan kepala saat wudhu. Hal ini direkam oleh imam Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah, juz 1, halaman 187:


تَوَضَّأَ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ قِطْرِيَّةٌ، فَأَدْخَلَ يَدَهُ مِنْ تَحْتِ الْعِمَامَةِ، فَمَسَحَ مُقَدَّمَ رَأْسِهِ، وَلَمْ يَنْقُضِ الْعِمَامَةَ


Artinya: "Nabi berwudhu dengan menggunakan ‘Imamah (penutup kepala) dari Qithr, maka Nabi memasukkan tangan dari bawah ‘Imamah, kemudian mengusap bagian depan kepala, tanpa melepaskan ‘Imamah."


Hadits-hadits ini menggambarkan Nabi memiliki sikap akomodatif terhadap budaya dalam hal berpakaian, bahkan terhadap budaya lain. Oleh karena itu, memperingati dan mengenakan batik sebagai bentuk kecintaan dan penghormatan terhadap budaya merupakan nilai luhur yang diajarkan oleh Nabi.


Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah,

Agama Islam hanya mengatur cara berpakaian, tetapi tidak mengatur corak pakaian. Oleh karena itu, tidak ada jenis pakaian tertentu yang diidentikkan dengan Islam karena seluruh jenis pakaian dapat disebut sebagai pakaian Islam dengan mengikuti pedoman berpakaian Islam.


Batik sebagai pakaian budaya Indonesia juga dapat disebut sebagai pakaian Islam dengan cara penggunaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini tergambar dalam hadits yang diriwayatkan imam Al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari, juz 7, halaman 140:


كُلُوا وَاشْرَبُوا وَالبَسُوا وَتَصَدَّقُوا، فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلاَ مَخِيلَةٍ. وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كُلْ مَا شِئْتَ، وَالبَسْ مَا شِئْتَ، مَا أَخْطَأَتْكَ اثْنَتَانِ: سَرَفٌ، أَوْ مَخِيلَةٌ


Artinya: "Makanlah, minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah tanpa berlebihan dan menyombongkan diri. Ibnu Abbas mengomentari hadits ini: Makanlah dan berpakaianlah apa yang kamu inginkan. Dua perkara yang membuatmu salah, yaitu berlebihan dan sombong."


Dari hadits ini, Muhammad al-Ghazali memandang bahwa pakaian Arab seperti jubah dan serban bukan merupakan identitas agama Islam. Pakaian Arab adalah produk budaya Arab yang dipakai oleh Nabi karena hidup di Arab, yaitu wilayah yang sangat panas, sehingga menuntut mereka berpakaian longgar. Bagi orang yang hidup di daerah dingin, maka menggunakan pakaian yang ketat. Bagi orang yang hidup di daerah tropis seperti Indonesia, maka menggunakan pakaian yang sesuai dengan kebutuhan.


Hal ini ditegaskan Muhammad al-Ghazali dalam kitab Al-Sunnah al-Nabawiyyah baina Ahli al-Fiqh wa al-Hadits, halaman 105.


Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah,


Dengan menjaga budaya luhur Indonesia seperti batik, kita dapat menggabungkan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan. Dengan ini, kita berharap negara kita selalu mendapatkan keberkahan dari Allah untuk menjadi bangsa yang bermartabat. Amin, ya Rabbal Alamin.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah II


الْحَمْدُ لِلّٰهِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدِ بنِ عَبدِ اللهِ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُسلِمُونَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَاعلَمُوْا إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ. قَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا


اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ


عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر


Ustadz Fatihunnada, Dosen Fakultas Dirasat Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta