Yuhansyah Nurfauzi
Kolomnis
Masjid Al-Aqsa di Baitul Maqdis memiliki halaman yang luas dan indah. Tak ada yang menyangka bahwa pada masa Nabi Sulaiman, halaman tersebut ditumbuhi oleh tanaman obat. Nabi Sulaiman juga yang memberikan contoh untuk mengoleksi tanaman obat dengan memindahkannya dari halaman Masjid Al-Aqsa ke dalam sebuah kebun miliknya.
Selain untuk kesehatan, ternyata kayu dari beberapa tanaman obat juga bermanfaat untuk berbagai keperluan. Bukti unik dari hal di atas adalah tongkat Nabi Sulaiman yang terbuat dari kayu tanaman berkhasiat obat. Tanaman kayu yang menjadi bahan baku tongkat Nabi Sulaiman itu selanjutnya dikenal dengan baik oleh penduduk di daerah Syam (Palestina, Syria/Suriah, Lebanon, dan Yordania) hingga saat ini.
Ibnu Katsir dalam kitabnya yang berjudul Qashashul Anbiya menyebutkan, menjelang wafatnya, Sulaiman ‘alaihissalam menyepi di Baitul Maqdis sekira satu atau dua tahun lebih sedikit. Keperluan makan dan minum biasa diantarkan padanya. Di masa-masa terakhir menjelang wafatnya, makanan dan minuman diantarkan untuknya sebagai bekal aktivitasnya sehari-hari.
Ada fenomena unik yang terjadi pada aktivitas rutin Nabi Sulaiman setiap pagi, yaitu pasti ada pohon yang tumbuh di Baitul Maqdis, lalu Sulaiman mendekati dan bertanya kepada pohon itu tentang namanya. Pohon itu menjawab kepada nabi perihal nama dan kegunaannya. Jika pohon itu sebagai tanaman, maka Nabi Sulaiman menanamnya. Jika pohon itu berkhasiat obat, tidak lupa si pohon akan memperkenalkan dirinya beserta kegunaannya untuk penyakit tertentu.
“Kondisi itu berlangsung hingga tumbuhlah sebuah pohon yang bernama pohon Kharnub atau Carob. Sulaiman bertanya padanya: ‘Untuk apa kau tumbuh?’ Pohon itu menjawab, ‘Untuk meruntuhkan masjid ini.’ Sulaiman kemudian berkata, ‘Allah tidak akan meruntuhkan masjid ini sementara aku masih hidup. Di hadapanmu aku akan mati dan Baitul Maqdis ini runtuh." (Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya, [Makkah, Maktabah Ath-Thalib Al-Jama’i: 1988 M], halaman 599).
Ringkas cerita, Nabi Sulaiman mencabut pohon itu lalu ia tanam di sebuah kebun miliknya. Dalam riwayat yang lain, Al-Hafiz Adz-Dzahabi menyebutkan bahwa tongkat Nabi Sulaiman yang digunakan untuk bersandar ketika kewafatannya dibuat dari kayu pohon Kharnub atau Carob yang dikoleksinya. Tanaman itu merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat obat sehingga ditanam di kebun miliknya.
“Kharnub bersifat dingin dan merupakan adstringent sehingga baik untuk perut/usus. Sari buahnya bersifat lebih hangat dan memudahkan kerja usus besar. Diriwayatkan bahwa tongkat Nabi Sulaiman ‘alaihissalam terbuat dari kayu pohon Kharnub” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, [Beirut, Dar Ihyail Ulum: 1990], halaman 113).
Carob atau Kharnub adalah pohon yang hidup secara alami di cekungan Mediterania. Daunnya hijau sepanjang tahun dan termasuk golongan yang mirip dengan kacang-kacangan. Namun, pohonnya bisa menjulang tinggi hingga 12-15 meter. Dalam bahasa latin, pohon ini disebut sebagai Ceratonia siliqua.
Air buahnya dapat diekstraksi menjadi minuman yang rasanya manis dan disebut molase. Di beberapa daerah pesisir Syam, masyarakat biasa menyimpannya untuk digunakan sebagai makanan dan minuman yang menyehatkan karena khasiatnya yang luas.
Tradisi membuat minuman dari Kharnub bahkan menjadi warisan budaya yang populer di Syam. Kaum perempuan di pedesaan Suriah memproduksinya secara manual dengan alat sederhana. Industri molase dalam skala rumah tangga dianggap sebagai sumber pendapatan penting yang membantu mendukung beberapa keluarga di desa-desa pesisir Suriah.
Pohon itu mekar setelah berusia 6 tahun dan berbunga pada bulan September hingga November. Uniknya, pohon ini memiliki karakter mampu bertahan di kekeringan, dingin, dan angin, serta hidup di tanah berbatu yang terjal. Universitas Al-Quds di Palestina menjadikannya sebagai koleksi flora khusus di kebun botani yang bernama Al-Quds University Botanic (AQUB) Garden.
Jika hendak dibuat molase, buahnya yang telah dipetik digiling dan direndam dalam air selama 24 jam atau lebih, kemudian ditiriskan dan direbus dengan api lama hingga matang. Produk akhirnya menjadi cairan hitam lengket mirip madu.
Produk olahan buahnya memiliki cita rasa lezat dan tidak mengandung bahan pengawet apapun. Molase Carob mengandung gula alami dan dapat digunakan sebagai salah satu sumber energi penting yang dibutuhkan tubuh manusia. Bahkan produk ini dulu digunakan sebagai salah satu jenis pengobatan analgesik atau pereda nyeri, stimulan peredaran darah, mengurangi batuk akut, dan melebarkan bronkus.
Molase Carob juga bermanfaat dalam kasus sesak nafas, membantu daya tahan tubuh terhadap infeksi, alergi, bersifat antiseptik pada mulut, dan memberikan aroma yang menyegarkan mulut sehingga dapat digunakan untuk membersihkan gigi, melembutkan serta merevitalisasi gusi.
Molase Carob mengandung vitamin A, B1, B2, B3 dan D, serta mineral penting seperti kalium, kalsium, zat besi, fosfor, tembaga, nikel, magnesium, dan lain-lain. Oleh karena itu berdasarkan penelitian terkini, Carob termasuk tanaman bernutrisi tinggi yang bahkan bisa digunakan untuk antikanker dan antibakteri. (Ikram dkk, 2023, Nutritional, Biochemical, and Clinical Applications of Carob: A Review, Food Science and Nutrition 11(7): halaman 3641–3654).
Sebenarnya, tidak hanya Kharnub atau Carob yang dikoleksi sebagai tanaman obat oleh Nabi Sulaiman. Sebagai hasil dari mukjizat Nabi Sulaiman yang mampu berbicara dengan tanaman, banyak tanaman obat yang dikumpulkannya di dalam sebuah kebun koleksi tanaman obat. Selanjutnya nama dan khasiat tanaman itu ditulis dan dibukukan dalam sebuah kitab.
Berdasarkan kisah di atas, selayaknya tradisi menanam dan mengoleksi tanaman obat dilestarikan oleh kaum muslimin di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Banyak manfaat yang diperoleh dari aktivitas tersebut, mulai dari memanfaatkan lahan, menyuburkan dan menghijaukan lingkungan, hingga berguna untuk mengatasi berbagai gangguan penyakit. Apabila diolah menjadi komoditas yang inovatif seperti contoh molase Carob di Suriah, aktivitas itu bisa menjadi industri rumah tangga yang mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. Wallahu a’lam.
Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi.
Terpopuler
1
Arus Komunikasi di Indonesia Terdampak Badai Magnet Kuat yang Terjang Bumi
2
PBNU Nonaktifkan Pengurus di Semua Tingkatan yang Jadi Peserta Aktif Pilkada 2024
3
Pergunu: Literasi di Medsos Perlu Diimbangi Narasi Positif tentang Pesantren
4
Kopdarnas 7 AIS Nusantara Berdayakan Peran Santri di Era Digital
5
Cerita Muhammad, Santri Programmer yang Raih Beasiswa Global dari Oracle
6
BWI Kelola Wakaf untuk Bantu Realisasi Program Pemerintah
Terkini
Lihat Semua