Syariah

Waktu-waktu yang Makruh untuk Shalat

Ahad, 29 Oktober 2017 | 15:00 WIB

Waktu-waktu yang Makruh untuk Shalat

Ilustrasi (buzzfeed.com)

Shalat merupakan ibadah paling utama dalam Islam karena ia adalah seumpama tiang agama. Sejak disyariatkan bagi umat Nabi Muhammad pada peristiwa Isra dan Mi’raj, shalat merupakan ibadah favorit Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan bahwa selain melaksanakan shalat fardhu sebanyak lima kali dalam sehari semalam pada waktu-waktu yang telah ditentukan, Rasulullah juga rutin melaksanakan shalat sunnah di luar waktu-waktu tersebut. Di antara shalat sunnah yang menjadi rutinitas Nabi ialah shalat dluha di pagi hari dan tahajjud di tengah malam.

Namun demikian, ternyata ada beberapa waktu yang makruh untuk melaksanakan shalat. Syekh Muhammad bin Qasim dalam Fathul Qarib (Surabaya: Kharisma, tt), hal. 12, menjelaskannya sebagai berikut:

{فصل} في الأوقات التي تكره الصلاة ... (وخمسة أوقات لا يصلى فيها إلا صلاة لها سبب) إما متقدمٌ كالفائتة، أو مقارنٌ كصلاة الكسوف والاستسقاء … (بعد صلاة الصبححتى تطلع الشمس. وعند طلوعهاحتى تتكامل وترتفعَ قدر رمحوإذا استوت حتى تزول) ... ويستثنى من ذلك يوم الجمعة؛ …، وكذا حرمُ مكةَ، المسجد وغيره؛ …، سواء صلى سنة الطواف أو غيرها. (وبعد صلاة العصر حتى تغرب الشمسوعند الغروبحتى يتكامل غروبها).

“(Pasal) tentang waktu-waktu yang makruh untuk shalat…(ada lima waktu yang makruh untuk shalat tanpa sebab) adakalanya sebab tersebut mendahului seperti shalat qadla, adakalanya yang berbarengan seperti shalat gerhana atau istisqa. (Sesudah shalat shubuh hingga keluar matahari, ketika terbit matahari hingga naik sepenggalah, ketika waktu istiwa sampai tergelincir) kecuali di hari jumat, demikian juga ketika dilaksanakan di tanah haram Makkah, baik di masjid atau luarnya, … baik shalat sunnah tawaf atau lainnya. (Sesudah shalat ashar sampai terbenam matahari dan saat terbenam sampai sempurna terbenamnya).”

Dari keterangan di atas, kesimpulannya bahwa shalat yang makruh dilakukan di waktu tertentu tersebut hanyalah shalat sunnah mutlak, adapun shalat lainnya yang memiliki sebab seperti shalat qadla, shalat gerhana, dan shalat istisqa’, maka tidak makruh.

Kelima waktu tersebut ialah:

1. Sesudah shalat subuh hingga terbit matahari

2. Saat terbit matahari hingga matahari naik sepenggalah

3. Saat waktu istiwa, yakni waktu ketika matahari tepat di atas kepala kita, ditandai dengan tidak adanya bayangan benda. Kecuali di hari Jumat.

4. Sesudah shalat ashar sampai matahari terbenam

5. Saat matahari sedang terbenam hingga sempurna tenggelamnya.

Beberapa keterangan menyebutkan bahwa makruhnya mengerjakan shalat di waktu-waktu tersebut ialah karena yang demikian merupakan tingkah polah orang munafik dan karena pada saat-saat tersebut merupakan saat di mana setan sedang mengeluarkan sepasang tanduknya. Ini sebagaimana keterangan hadits dalam Shahih Muslim No. 662 dari riwayat sahabat Anas bin Malik: 

تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً

“Ini adalah shalat orang munafik. Ia duduk hingga matahari berada antara dua tanduk setan. Lalu ia mengerjakan shalat ‘Ashar empat raka’at dengan cepatnya. Ia hanyalah mengingat Allah dalam waktu yang sedikit.”

Perlu diingat bahwa semua kemakruhan ini tidak berlaku jika kita melaksanakan shalat di kota Makkah. Di Makkah, kita bisa shalat sunnah mutlak kapan pun kita mau meski itu di dalam Masjidil Haram ataupun di luarnya. Wallahu a’lam bish-shawab. (Muhammad Ibnu Sahroji)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua