Syariah

Enam Jenis Kelompok Orang dalam Fiqih Shalat Jumat

Jum, 29 Desember 2017 | 07:30 WIB

Enam Jenis Kelompok Orang dalam Fiqih Shalat Jumat

(Ilustrasi: mrkenjikwok.com)

Dalam mengategorikan seseorang terkait pelaksanaan shalat Jumat, ada tiga sifat yang tidak dapat dilepaskan dalam pembahasannya. Pertama, kewajiban Jumat untuknya. Kedua, keabsahan Jumat yang dilakukannya. Ketiga, keabsahan Jumat bergantung kepadanya.
 
Terkadang ketiga sifat tersebut terkumpul dalam diri seorang Muslim. Terkadang hanya dua sifat pertama. Ada juga kelompok orang yang hanya memenuhi salah satu sifat saja. Bahkan ada yang sama sekali tidak memenuhi ketiga sifat tersebut. Bagaimana penjelasan lebih detailnya?.
 
Al-Syaikh al-Sayyid Muhammad Abdullah al-Jurdani dalam Fathul ‘Alam, juz 3, halaman 14-15, cetakan keempat, 1990 (Kairo: Dar al-Salam) mengklasifikasikan manusia dalam kaitannya dengan pelaksanaan Jumat menjadi enam kategori sebagai berikut:
 
Pertama, kelompok yang wajib, sah melaksanakan shalat Jumat, dan mempengaruhi sahnya shalat Jumat. Kelompok pertama ini adalah setiap Muslim yang baligh, berakal, merdeka, berjenis kelamin laki-laki, tidak mengalami uzur yang memperbolehkan meninggalkan Jumat, dan merupakan penduduk yang bermukim secara permanen (muqim mustauthin). 
 
Kedua, kelompok yang wajib dan sah melaksanakan Jumat namun tidak mempengaruhi sahnya shalat Jumat. Yang masuk dalam kategori kedua ini adalah orang yang menempat di sebuah daerah untuk sementara waktu (muqim ghairu mustauthin) seperti pekerja, pelajar atau santri yang tinggal di luar daerahnya. Begitu juga seseorang yang bermukim secara permanen yang mendengar adzan Jumat di tempat pemukimannya namun penduduknya tidak mencapai 40 orang. 
 
Kelompok kedua ini wajib berangkat menuju tempat pelaksanaan Jumat apabila memenuhi syarat-syarat kewajiban Jumat sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tulisan kami tentang tujuh syarat yang membuat seseorang wajib Jumat, namun mereka tidak termasuk 40 orang yang mengesahkan Jumat.
 

Ketiga, kelompok yang wajib melakukan Jumat, namun tidak sah shalat Jumat, dan tidak mempengaruhi sahnya shalat Jumat. Yang masuk dalam kategori ini adalah orang murtad (orang Islam yang berpindah agama). Murtad tetap wajib menajalankan Jumat dalam arti andaikan ia kembali memeluk Islam, ia berkewajiban mengqadla’ (mengganti) shalat Jumat yang ditinggalkan selama ia keluar dari agama Islam. Saat dalam keadaan murtad, ia tidak sah dan tidak mengesahkan shalat Jumat.
 
Keempat, kelompok yang tidak wajib, tidak sah shalat Jumat, dan tidak mempengaruhi sahnya shalat Jumat, yaitu non-Muslim, anak kecil yang belum tamyiz, orang gila, orang ayan (epilepsi) dan orang mabuk yang tidak teledor dengan mabuknya seperti orang yang dipaksa mabuk.
 
Kelima, kelompok yang tidak wajib dan tidak mempengaruhi sahnya shalat Jumat, namun ia sah melaksanakan Jumat. Yang masuk dalam kategori keempat ini adalah anak kecil yang sudah tamyiz, hamba sahaya, perempuan, musafir dan orang yang bermukim secara permanen di tempat pelaksanaan Jumat yang tidak mendengar adzan Jumat di daerahnya dan penduduknya tidak mencapai 40 orang.
 
Keenam, kelompok yang tidak wajib melakukan Jumat, namun sah shalat Jumat dan mempengaruhi sahnya shalat Jumat, yaitu Muslim laki-laki, mukallaf, bermukim secara permanen dan merdeka namun ia mengalami uzur yang dapat menggugurkan kewajiban Jumat seperti orang sakit, orang buta yang tidak menemukan penuntun dan lain sebagainya.
 
Demikianlah penjelasan mengenai klasifikasi manusia berkaitan dengan pelaksanaan Jumat. Semoga senantiasa kita dapat menjalankan ibadah dengan istiqamah dalam naungan rahmat dan ridloNya. Amin. (M. Mubasysyarum Bih)