Jakarta, NU Online
Ketua Dewan Rekonsiliasi Suriah Syekh Adnan Al-Afyouni menjelaskan bahwa krisis Suriah merupakan krisis politik bukan agama. Agama ada untuk mempersatukan, bukan memecah belah bangsa.
"Agama itu memberikan mengarahkan norma yang baik dan juga mendorong manusia bekerja sama dan bersatu dalam negara," katanya saat menjadi narasumber pada seminar bertajuk Jangan Suriahkan Indonesia di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (1/11).
Masalah yang sebenarnya dihadapi Suriah bukan dari rakyatnya sendiri, melainkan dari wilayah luar. "Sebagaimana disampaikan dubes Indonesia, banyak negara yang terlibat. Mereka bertempur untuk memperebutkan kepentingan masing-masing," katanya.
Qatar, katanya, menginginkan jalur pipa gas melalui Suriah. Amerika ingin mengamankan Israel dari kemungkinan serangan dari Suriah. Lain dari itu, Amerika sejak tahun 2008 juga sudah menemukan ada kekayaan alam gas di Suriah. Amerika ingin menguasai gas dan minyak sebagaimana yang dilakukan di Irak.
Syekh Adnan menyatakan bahwa sebelum konflik itu muncul, masyarakatnya terjamin dari toleransi, keamanan, dan ekonominya. "Lalu apa lagi yang dicari?" Katanya.
Disamping itu Suriah juga menggratiskan pendidikan bagi seluruh masyarakatnya dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Layanan kesehatan juga gratis di semua rumah sakit.
"Segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan pokok dijamin Pemerintah," terangnya.
Bahkan, Mufti sekitar Damaskus ini menegaskan bahwa Suriah termasuk negara yang paling aman dan murah memenuhi kebutuhan hidup. "Tidak ada orang faqir satu pun di Suriah."
Ia pun minta pembenaran dari para alumni Suriah yang hadir, "Sohih (Apakah semua itu benar)?" Tanyanya. Semua alumni itu membenarkannya. "Sohih (benar)."
Hanya saja, ada kelompok yang memainkan emosi kelompok agama tertentu melalui propaganda di masjid. Pasalnya, tidak ada lagi celah yang bisa dimasuki selain agama. Mereka pun menebar teror pembunuhan kepada penganut Kristen dan Syiah. Akan tetapi mereka tidak berhasil. "Itu semua tidak berhasil karena mayoritas Suriah tidak rela agama dijadikan politik," tuturnya.
Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk Suriah Djoko Harjanto juga mengatakan hal yang sama. Ia menyebut bahwa ada banyak keterlibatan negara luar di sana selain dua negara yang telah disebutkan tadi, seperti Turki, Yordania dan Perancis. Tiongkok juga bermain di sektor ekonominya. Karenanya, pemerintah Suriah berupaya mempertahankan diri dengan mengundang Rusia dan Iran.
Djoko dengan tegas menyatakan tidak ada konflik agama. Pasalnya, ia yang Sunni biasa saja ketika shalat di Masjid Syiah.
"Yang menjadi panas karena Suriah dibantu Iran. Itu mungkin yang dibuat ramai," ujarnya.
Kegiatan yang digelar oleh Ikatan Alumni Syam Indonesia (Al-Syami) ini juga dihadiri oleh Duta Besar Suriah untuk Indonesia Ziyad Zahruddin, Pelajar Indonesia di Suriah Ahsin Mahrus, dan Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya Ainur Rofiq Al-Amin. (Syakir NF/Abdullah Alawi)