Peringati Harlah, Fatayat NU Pakistan Gelar Diskusi Keindonesiaan
NU Online · Ahad, 27 April 2014 | 06:40 WIB
Islamabad, NU Online
Dalam rangka merayakan hari lahir atau Harlah Fatayat NU ke-64, komunitas Fatayat NU Islamabad menggelar acara diskusi keindonesiaan bekerjasama dengan Departemen Keilmuwan Perhimpunan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Pakistan di kediaman Otto Ghani di Sector F-8/1 House 28 Islamabad, Sabtu (26/4) sore waktu setempat.<>
Suasana cuaca Pakistan yang mulai panas rupanya tidak menyurutkan semangat panitia dan hadirin karena tema yang diangkat adalah seputar peran wanita dalam konteks Islam Nusantara. Hadir sebagai pembicara, Siti Marina (Ahli Madya Pariwisata dan Sarjana Ilmu Politik, Universitas Indonesia) yang membawakan tema merefleksikan peran wanita dalam sejarah pada konteks Enterpreneurship. Dan pembicara kedua adalah Lia Kholifah yang mengangkat tema peran wanita dalam strategi dakwah kekinian.
Dalam pemaparannya, Lia Kholifah yang juga aktivis keilmuwan di Fatayat NU Pakistan tersebut menegaskan bahwa dalam agama, wanita itu memiliki tiga aspek tugas terpenting yakni tugas alamiah, tugas manziliyah (domestic duty), dan tugas kemasyarakatan (social duty).
Ketiga peran tersebut mempunyai korelasi erat satu sama lain, ibarat man behind the scene, seorang ibu mempunyai peran penting yang memang kadang tak terlalu nampak kerjanya, tapi hasilnya bisa terlihat pada bagaimana kualitas keturunannya, bagaimana hasil support pada suaminya, dan bagaimana interaksinya pada masyarakat.
Islam memuliakan wanita dengan batasan-batasan yang ada memang untuk mempunyai peran ini, dan wanita dituntut untuk tetap bisa berjalan proporsional.
“Batasan-batasan yang diberikan Al-Qur’an pada wanita bukanlah untuk mengikat ruang gerak, justru inilah posisi wanita, menjadi tokoh di balik layar untuk kesuksesan suami, kesuksesan keturunan menjadi pribadi berkualitas, dan kesuksesan jalur dakwah di masyarakat, ingatlah pada pepatah al ummu madrosatul uulaa, ibu adalah sekolah yang pertama. Konotasi ini menunjukkan urgensi peran wanita,” tegasnya.
Sebagai contoh konkrit peranan seorang wanita sebagai Istri ialah Khadijah RA sebagai istri baginda Rasulullah SAW. Karena wanita merupakan sosok yang berarti di balik kesuksesan seorang pria. Untuk memenuhi support ini, wanita perlu dibekali nalar keilmuwan dan intelektual yang tinggi. “Waroo’a kulli rojulin adzhiim imro’atun soolihatun,” ujarnya.
Adapun bilamana seorang wanita berkenan untuk mengabdikan dirinya pada masyarakat umum bukanlah sebuah masalah selama kewajiban primer sudah terlaksana dan izin dari suami sudah didapatkannya.
Sementara Siti Marina yang membawakan topik peran wanita dalam enterpreneurship menegaskan bahwa dalam era globalisasi yang kompetitif ini, kemampuan membaca kesempatan adalah hal penting yang ranah tren ekonomi global. Seperti yang diungkapkan Ibu Lia, ibu Marina juga menegaskan dalam kodratnya sebagai wanita, tidak membatasi wanita untuk menjadi sosok pebisnis dan tentunya melihat porsi-porsi yang ditentukan dan melihat skala prioritas.
Pada sesi tanya jawab, Ahyani Billah seorang peserta yang juga perwakilan dari PIP PKS Pakistan menanyakan tentang kiat memilih sekolah yang tepat untuk anak, berangkat dari ketakutan pada isu kekerasan seksual yang ramai terjadi di tanah air belakangan ini.
“Kita sepatutnya selektif, dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang sekolah-sekolah, memang banyak sekolah dengan isu dan kasus-kasus tersebut, tapi tidak sedikit juga sekolah-sekolah di tanah air yang baik. Pendidikan pesantren juga sekarang-sekarang ini sudah komprehensif silabusnya, bisa jadi pilihan,” jawab Lia.
Ditanya tentang isu kesetaraan gender, Lia menjawab bahwa dalam agama, wanita sudah ada porsinya, namun ada beberapa lini yang memungkinkan wanita mendapatkan hak yang sesuai dengan laki-laki, sepanjang tidak melenceng dari aturan syar’i. Mariana, yang akrab dipanggil bu Nana juga menambahkan bahwa wanita sah-sah saja menjalani aktivitas serupa dengan laki-laki dalam karir, tapi tentunya melihat kapasitasnya juga sebagai ibu rumah tangga, jangan sampai di luar dia unggul tapi kualitas anak dan kinerja suami tak didukung.
Ahmad Badruddin, Rais Syuriyah PCINU Pakistan menuturkan bahwa local wisdom nusantara menghargai eksistensi wanita, dari sejak Islam datang, kultur nusantara meletakkan wanita dalam posisi yang dimuliakan, tidak seperti kultur Arab yang kental dengan nuansa patriarki. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peran wanita dalam berbagai bidang di tanah air.
“Jadi ya..sebaiknya wanita Indonesia bangga dan menghargai tradisinya sendiri, tidak perlu lah mengadopsi budaya kearabanyang berlebihan dan mengikat dan kebablasan mengisolir ruang geraknya. Kartini hanyalah simbol salah satu pejuan hak-hak intelektual pada wanita, banyak lagi pejuang yang lain, jadi kita refleksikan saja semangat itu pada konteks saat ini,” tambahnya. Ia juga memberikan apresiasi yang besar kepada fatayat NU Pakistan yang sukses aktiv menghidupkan nuansa keilmuwan dan keagamaan di Pakistan.
Dalam closing statement yang disampaikan oleh pembicara, Lia menuturkan, “Kita memang tidak boleh memimpin, tapi kita bisa mensupport seorang pemimpin, kita bisa mendidik calon pemimpin, dan melahirkan generasi pemimpin,” ujarnya, disambut riuh tepuk tangan antusias para hadirin.
Nana melanjutkan, “Menjadi wirausaha harus ada niat dab kemauan yang kuat jangan pantang menyerah, untuk muslimah harus tetap dalam koridor Islam dengan tidak melupakan kodrat sebagai seorang istri dan seorang ibu, semoga menginspirasi kawan-kawan sekalian untuk terus mencoba,” tambahnya.
Ditanya tentang kesannya pada acara tersebut, ketua Tanfiziyah PCINU Pakistan Firman Arifandi menegaskan, “Fatayat NU yang dinahkodai bu Fina Fandini dan saudari Ummi Salamah sudah berhasil menghidupkan hak-hak intelektual untuk kalangan wanita, misi selanjutnya memasarkan Islam nusantara yang tasamuh,” ujarnya, singkat.
Acara yang berlangsung 2 jam itu sangat hidup dan sarat diskusi keilmuwan. Antusias dari WNI dan mahasiswa yang hadir untuk tanya jawab sehingga sesi tanya jawabpun ditambah oleh saudari Muna selaku moderator.
Hadir dalam acara tersebut sejumlah warga Indonesia di Pakistan, sejumlah staf KBRI, dan juga sekitar 50 orang Mahasiswa yang terhimpun dalam PPMI. Tak kalah meriahnya, hadir juga ketua PIP-PKS Pakistan saudara Muhammad Irfan Abdul Aziz, ketua Muhammadiyah Pakistan saudara Hatta Fahamsyah, perwakilan dari PERSIS cab Pakistan bapak Ahmad Faruki, dan ketua perhimpunan masyarakat Pasundan di Pakistan saudara Zulfikr. Acara ditutup dengan potong kue untuk simbolik harlah Fatayat NU. (Red: Anam)
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
3
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
4
Khutbah Jumat: Menggali Hikmah Ibadah Haji dan Kurban
5
Khutbah Jumat: Menggapai Pahala Haji Meskipun Belum Berkesempatan ke Tanah Suci
6
Niat Puasa Dzulhijjah, Raih Keutamaannya
Terkini
Lihat Semua