Internasional

Pemimpin ASEAN Sepakati 5 Konsensus soal Myanmar

Ahad, 25 April 2021 | 08:00 WIB

Pemimpin ASEAN Sepakati 5 Konsensus soal Myanmar

Suasana KTT ASEAN 2021 yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (24/4). (Foto: Reuters)

Jakarta, NU Online

Para pemimpin dan perwakilan negara-negara ASEAN menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Jakarta, Sabtu (24/4). Pertemuan tersebut digelar untuk membahas sejumlah hal, mulai dari upaya memajukan pembangunan komunitas ASEAN, mempercepat pamulihan dari pandemi Covid-19, memperkuat hubungan eksternal ASEAN, hingga mendiskusikan solusi atas krisis yang terjadi di Myanmar. 

 

Sebagaimana rilis yang ada, dalam kegiatan yang diketuai oleh kepala negara Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah itu, para pemimpin ASEAN menyepakati lima konsensus terkait dengan Myanmar.


Pertama, kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya. Kedua, dialog konstruktif di antara semua pihak terkait harus mencari solusi damai demi kepentingan rakyat. 


Ketiga, utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN,” lanjutnya.


Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre. AHA Centre adalah sebuah organisasi inter-governmental yang bertujuan untuk memfasilitasi kerjasama dan koordinasi di antara negara-negara anggota ASEAN, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi kebencanaan internasional di wilayah ASEAN. Kelima, utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.  


Dilaporkan, Perdana Menteri (PM) Malaysia Muhyiddin Yassin mengklaim bahwa pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing, sepakat untuk mengakhiri kekerasan terhadap warga sipil. Sementara  PM Singapura, Lee Hsien Loong, menyebut bahwa Hlaing tidak menolak usulan untuk mengirim bantuan kemanusiaan. 


Adapun Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), memperingatkan bahwa kepentingan rakyat Myanmar harus selalu menjadi prioritas utama dan pertama. Bagi Jokowi, kekerasan di Myanmar tidak bisa diterima.


Dalam pertemuan tersebut, dilansir Antara, setidaknya ada tiga bentuk komitmen yang disampaikan Jokowi terkait konflik Myanmar. Pertama, penghentian kekerasan. Kedua, pengembalian demokrasi. Ketiga, pembukaan akses bantuan kemanusiaan. 


KTT ASEAN dianggap gagal


Pemerintah bayangan yang merupakan oposisi junta militer Myanmar, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), menilai, KTT ASEAN yang dilaksanakan di Jakarta itu gagal. Juru bicara NUG Dr Sasa menegaskan bahwa tidak akan ada kesempatan dialog dengan rezim junta militer Myanmar, kecuali junta militer Myanmar menyetujui persyaratan yang sudah disusun oleh kelompok pro-demokrasi tersebut. 


“Tidak ada kompromi. Kita sudah menyusun empat syarat. Bukan saya, ini rakyat Myanmar. Kami tidak bisa melegitimasi pembunuhan. Jika Anda melegitimasi junta maka Anda melegitimasi militer,” kata Dr Sasa dalam sebuah wawancara dengan Nikkei Asia, Ahad (25/4). 


Dilaporkan, NUG menuntut junta militer Myanmar untuk membebaskan para pemimpin dan anggota parlemen—yang terpilih dalam Pemilu 2020. Mereka dan para politis pro-demokrasi ditahan rezim junta militer Myanmar sejak kudeta 1 Februari 2021 lalu. 


Selain itu, NUG juga mendesak agar junta militer mengakhiri kekerasan terhadap warga sipil, menyingkirkan tentara di jalan seluruh negeri, dan membebaskan tahanan politik. Ia mengaku ragu dengan pernyataan jenderal senior Myanmar, Min Aung Hlaing, yang menyatakan akan menghentikan kekerasan terhadap warga sipil di hadapan para pemimpin ASEAN.


“Pernyataan itu gampang, tetapi jika tidak ada tindakan maka itu tidak ada artinya. Kami harus menunggu dan melihat, jika ada penarikan tentara,” ucapnya. 


Hingga hari ini, berdasarkan data yang dirilis kelompok hak asasi manusia, aksi keras rezim junta militer Myanmar dilaporkan telah menewaskan 750 orang—termasuk puluhan anak-anak- dan memenjarakan 4.000 orang.  


Pewarta: Muchlishon

Editor: Fathoni Ahmad