Internasional

Palestina setelah Dibombardir Israel Menjelang Ramadhan Kemarin

NU Online  ·  Jumat, 10 Mei 2019 | 09:00 WIB

Palestina setelah Dibombardir Israel Menjelang Ramadhan Kemarin

Aksi bela Palestina di Jakarta (NU Online)

Yerusalem, NU Online
Pertempuran terbaru Palestina dan Israel terjadi pada Sabtu hingga Ahad, 4-5 Mei kemarin atau sehari sebelum tiba bulan Ramadhan 1440 H yang jatuh hari Senin, 6 Mei 2019. Dalam pertempuran itu, Israel berhasil serangan udara mengenai 260 sasaran di Gaza. Israel mengklaim, serangan itu dilancarkan sebagai balasan setelah sebelumnya milisi Gaza melancarkan serangan ke wilayah mereka. 

Diantara yang menjadi target serangan Israel adalah terowongan yang membentang dari Gaza selatan ke wilayah Israel, dua gedung bertingkat di Gaza, kantor intelijen dan keamanan militer Hamas, dan kantor berita Anadolu. 

Seperti diberitakan kantor berita AFP, Senin (6/5), Kementerian Kesehatan di Gaza menyatakan bahwa ada 19 warga Palestina tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza pada Minggu (5/5) waktu setempat. Salah satu korban tewas dari pihak Palestina adalah seorang bayi berusia 14 bulan dan ibunya. Sementara di pihak Israel, ada empat orang tewas.

Pihak Palestina dan Israel dilaporkan sepakat untuk gencatan senjata pada Senin (6/5) atau pada hari pertama bulan Ramadhan 1440 H. Meski demikian, ancaman serangan lanjutan dari kedua belah pihak telah menimbulkan kekhawatiran perang baru selama bulan Ramadhan. Kabar tentang gencatan senjata itu mengemuka setelah pihak internasional, termasuk PBB, mendesak agar kedua belak pihak saling menahan diri. 

Lebih dari setahun terakhir, warga Palestina menggelar demonstrasi di sepanjang jalur Gaza. Mereka mendesak Israel agar menghentikan blokade atas Gaza. Mereka juga menuntut hak mereka untuk kembali ke rumahnya setelah terusir puluhan tahun lalu. Sejak Maret 2018, sedikitnya 269 warga Palestina meninggal di tangan tentara Israel ketika mengikuti aksi-aksi demo tersebut. Sementara di pihak Israel, dalam kurun waktu yang sama, dua orang tewas. 

Gaza diambang bencana kemanusiaan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan, saat ini Gaza sedang ‘diambang bencana kemanusiaan’ karena hampir sejuta warga Palestina terancam kelaparan. Pernyataan PBB itu didasarkan pada kondisi keuangan Badan Pengungsi Palestina (UNRWA). Anggaran keuangan UNRWA dilaporkan akan habis dalam waktu sebulan, sementara di sisi lain UNRWA dalam keadaan darurat untuk mendapatkan dana tambahan. 

"Skenario terburuknya kita tidak akan dapat memberi makan setengah populasi Gaza," kata Direktur kantor UNRWA di Washington, Elizabeth Campbell, dikutip The Independent, Jumat (10/5). 

Setiap tahunnya, UNRWA setidaknya butuh sekitar 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp 117,2 triliun untuk dana operasional sekolah, program pangan, dan fasilitas kesehatan. Dana itu juga digunakan untuk menyantuni lima juta pengungsi Palestina di beberapa wilayah seperti Gaza, Tepi Barat, Yordania, Lebanon, dan Suriah.

Sebelumnya, Amerika Serikat (AS), selaku donator terbesar, memutuskan untuk memangkas dana untuk UNRWA. Akibatnya, UNRWA mengalami defisit keuangan hingga 440 juta dollar AS atau Rp 6,3 triliun. 

Krisis yang dialami UNRWA itu juga mengancam ribuan warga Palestina yang menderita luka tembak. Dikutip Reuters, Kamis (9/5), sekitar 1.700 orang di Gaza yang ditembak Israel terancam kehilangan anggota badannya akibat krisis UNRWA tersebut. Saat ini, PBB menyatakan bahwa untuk mencegah krisis layanan kesehatan yang melanda warga Gaza maka dibutuhkan dana sekitar 20 juta dollar AS atau sekitar Rp 287,3 miliar. 

Koordinator Kemanusiaan PBB di Palestina Jamie McGoldrick menuturkan, ada 29.000 warga Palestina yang terkena luka tembak ketika bentrok dengan pasukan Israel sepanjang tahun ini. Sebagian besar dari mereka menderita luka di bagian bawah tubuh. Oleh karenanya, mereka harus dioperasi untuk rekonstruksi tulang. Mengingat tidak adanya dana untuk operasi, McGoldrick memperingatkan mereka akan diamputasi. 


Bahas kondisi terkini, PM Palestina bertemu utusan Swiss

Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayeh bertemu dengan utusan Swiss bagi Proses Perdamaian Timur Tengah Roland Stinger di Ramallah, Rabu (8/5). Pada kesempatan itu, kedua pejabat itu membahas tentang kondisi terkini Palestina. Mereka juga mendiskusikan tentang upaya untuk menggerakkan dukungan keuangan dan politik sehubungan dengan perang keuangan yang dilancarkan AS dan Israel terhadap rakyat Palestina.

Dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA, Shtayeh juga mendesak komunitas internasional untuk tidak menerima ‘Kesepakatan Abad Ini’ usulan AS. Ia menyerukan agar mereka membuat konferensi perdamaian internasional untuk mengakhiri pendudukan Israel dan menyelamatkan penyelesaian dua negara.

Shtayeh menerima surat dari Presiden Swiss Ueli Maurer. Dalam surat itu disebutkan kalau Swiss mendukung penyelesaian dua negara dan sejalan dengan resolusi hukum internasional. Swiss juga mendukung pendirian negara Palestina yang berdaulat. (Red: Muchlishon)