Internasional

Merasakan Idul Adha di Nanchang Tiongkok

NU Online  ·  Senin, 6 Oktober 2014 | 00:12 WIB

“Allahu Akbar, Allahu Akba. Laa Ilaha Illallahu Wallahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu.” Pagi yang dingin di musim gugur kali ini tidak menyurutkan ratusan jamaah yang berpawai dari kawasan Wanda Guangchang yang berjarak sekitar satu kilometer atau selama kurang lebih 40 menit dari Masjid Besar Nanchang.<>

Ahad (5/10) sejak pukul 07.30 waktu setempat, sambil berpawai, para jamaah mengumandangkan kalimah thoyyibah tersebut memecah heningnya pagi di sepanjang jalan. Tidak seperti kebanyakan takbiran, di sini takbirnya diucapkan hanya dua kali di awal.

Menandai akan dimulainya sholat Idul Adhadi Masjid Besar Nanchang atau Nanchang Qingzhen Da Si di kawasan Honggutan New Distrikkota Nanchang, Provinsi Jiangxi, RRT.

Tradisi Pawaidan Takbiran yang unik dan khas yang jarang ditemukan di Tiongkokat aupun di Indonesia yang mayoritas muslim sekalipun.

Seperti yang sudah-sudah, tradisi di masjid Nanchang tiap pagi jelang sholat Idul Adha dan Idul Fitri akan dimulai,terlebih dahulu diawali dengan pawai takbir sambil membawa puluhan bendera dengan tiang dari kayu bamboo setinggi tiga-empat meter.

Bendera yang berbentuk segitiga berwarna hijau dan pinggirnya diberikain semacam lipatan rendah warna putih tersebut di tengahnya bertuliskan kaligrafi kalimat Syahadat dan pinggirnya bertuliskan dua bahasa yakni Arab “Masjid Akbar Nanchang” dan Mandarin “Nanchang Qingzhen Da Si”.

Sholat Idul Adha menjadi momentum yang sangat ramai di masjid dari pada sholat IdulFitri. Selain kali ini bertepatan di tengah libur hari nasional Tiongkok selama sepekan, adalah momen yang sangat istimewa bagi muslim di sini untuk berkumpul dan berbagi daging kurban bersama keluarga. Tak heran di masjid yang diresmikan pada IdulAdha tahun 2012 lalu ini jamaah yang dating sampai ribuan orang meluber ke halaman dan jalan raya depan masjid.

Imam Musa atau biasa dipanggi lAhong Musa selaku imam besar masjid Nanchang, satu atau setengah jam sebelum sholat dimulai biasanya akan mengawali dengan membaca beberapa surat al Quran dan dilanjutkan ceramah, baru setelah itu Sholat dan khutbah akan dibacakan sekitar sepuluh menit dengan bahasa Arab.

Ada yang berbeda ketika sholat Id, tiap rakaatnya hanya mengucapkantiga kali takbir yakni tiga kali di rakaat pertama sebelum membaca al Fatihah dan tiga kali di rakaat kedua setelah bacaan al Fatihah. Berbeda seperti kebanyakan sholat Id di Indonesia.

Usai sholat dan khutbah berakhir para jamaah berkumpul di halaman belakang masjid menyaksikan secara simbolis pemotongan perdana hewan kurban oleh Imam Musa. Puluhan kambing lainnya yang seharga 2.300 Renminbi ataus ekitar 4,5juta Rupiah perekor tersebut siap disembelih.

Uniknya, kambing-kambing disembelih oleh panitia penyembelih dan tidak dipotong di tempat tetapi langsung dibawa pulang secara utuh oleh pemilik yang berkurban untuk dimasak dan dimakan bersama keluarga dan tamu-tamunya. Jadi panitia hanya bertugas menyembelih, tidak ada pembagian hewan kurban.

Di kota Nanchang, dari penuturan Imam Musa, terdapat sekitar 4 ribu muslim yang sebagian besarsuku Hui, mereka sebagian besar adalah perantau dari wilayah mayoritas muslim di Tiongkok Barat Lautyakni provinsi Ningxia, Gansu dan Qinghai yang berjualan makanan halal Lanzhou Lamian atau sejenis mie tarik dan sebagian kecil dari suku Uighur provinsi Xinjiang.

Merayakan Idul Adha di Asrama

Tahun ini bagi penulis adalah tahun keempat atau tahun terakhir di Nanchang University menyaksikan dan merasakan secara langsung Idul Adha di kota Nanchang. Di masjid sini tak ada malam takbiran apalagi suara bedug.Ya, kami anggap wajar karena disini selain Negara komunis, islam adalah minoritas dari penduduknya. Sebagai penggantinya, di asrama kami mendengarkan takbiran dari salahs atu saluran radio streaming di Indonesia dan rekaman takbiran hasil unduhan di internet sebelumnyauntuk merasakan suasana Idul Adha tiba.

Untuk mengobati rasa rindu berlebaran di rumah. Saya dan 28 mahasiswa muslim Indonesia lainnya mengawalinya dengan buka bersama puasa sunnah Arafah, jamaah maghrib dan isya diselingi dengan takbir bersama.

Paginyasebelumberangkatke masjid, dipimpinolehCkhalikDjirimumahasiswaasal Makassar selakuketuapanitia.Jam tujuhpagikami bersama-samaberangkatdenganmenyewatigamobilsejenis van untukpulang-pergi. Sekitar 15 menitperjalanandarikampussampaike masjid.

Usaisholat Id sekitarpukul 10.00 kami kembalikeasramadanmerayakanbersama-samasambillesehandi koridortanggalantai 21 danmengundangmahasiswa Indonesia lainnya yang non muslim.

Kali ini tema utama masakannya adalah adalah menu khas Makassar seperti Ayam Pallucamba, Sambal Goreng Daging, Mie Titi dan sebagainya. Sebagai kepala juru masaknya adalah RatnaErvina, mahasiswi yang pernah mengambil S1 jurusan Tata Boga di Makassar.

Karena tidak ada tradisi pembagian hewan kurban ke masyarakat umum, dengan patungan kami membeli sayur, buah, daging sapi, ayam,  ikan dan lain-lain yang mulai kami masak sejak malam takbir. Sambil makan bareng di selingi dengan candaan ringan kami bercerita tentang tradisi merayakan Idul Adha di kampong halaman masing-masing.

Untuk melepaskan gendengan keluarga di tanah air kami cukup memakai media social seperti Skype, Whats app atau Facebook dan sesekal ilewat telepon karena pulsanya cukup mahal.

Kebersamaan di hari yang penuh berkah ini semoga selalu terjalin dan semoga tahun depan kita semua bias berjumpa dengan Idul Adha lagi, Amin.

Dari Tiongkok kami mengucapkan Selamat Idul Adha 1435 H, Taqobbalallahu minna waminkumTaqobbal ya Karim. MohonMaafLahirdanBatin.

 

Ahmad SyaifuddinZuhri, Mahasiswa Master in International Relations Nanchang University, kota Nanchang, Provinsi Jiangxi, RRT. Dewan Pembina Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok 2014-2015.

Foto: Mahasiswa Indonesia membawa spanduk ucapan selamat Idul Adha dalam bahasa Mandarin. (Red: Anam)