Internasional

Lupakan Masa Perang, Bosnia-Serbia Saling Bantu Atasi Banjir

NU Online  ·  Kamis, 22 Mei 2014 | 03:15 WIB

Zepce, Bosnia, NU Online
Dua dekade lalu, tidak seorangpun pernah yakin mantan tentara Muslim Bosnia Ibro Begic mengambil risiko hidupnya untuk menyelamatkan penduduk Serbia yang terisolasi karena banjir.
<>
"Selama perang, kami adalah tentara,” kata Begic, mantan tentara selama perang 1992-95, kepada Agence France Presse (AFP).

"Tetapi itu adalah masa lalu. Rasa kemanusiaan adalah hal lain.” 
Curah hujan yang setara dengan tiga bulan, tetapi berlangsung selama tiga hari terus menerus di wilayah Balkan pekan lalu menjadi banjir terburuk sejak pencatatan dimulai pada 120 tahun lalu.

Ribuan orang berdesakan dalam perahu dan truk tentara membawa meraka mengungsi dari umah di Bosnia dan Serbia setelah hujan meluapkan sungai Sava yang menjadi banjir terburuk dalam 100 tahun terakhir.

Tinggal di kota Tesanj, Begic mengambil keputusan untuk melakukan operasi keselamatan segera setelah mendengan kota Doboj yang dihuni oleh orang Serbia tergenang banjir.

Dia bekerja bersama dengan 10 temannya untuk memberikan bantuan berupa susu, selimut dan sepatu karet, berangkat dengan melalui jalur gunung yang berbahaya, satu-satunya jalan yang masih terbuka menuju Doboj.

Ketika tiba di kota kecil tersebut, dia menerima respon syukur yang sangat luar biasa disertai dengan keterkejutan.

"Tuhan meminta kita untuk saling membantu satu sama lain ketika dibutuhkan. Saya yakin, bahwa orang Serbia juga akan melakukan hal yang sama,” kata Begic.

Tindakan yang sama dilakukan oleh orang Kroasia di kota kecil Zepce, 30 km di selatan Tesanj, yang membuka gym sekolah menengah setempat untuk tempat berlindung bagi Muslim yang mengungsi setelah banjir menghancurkan desa-desa mereka.

“Sejujurnya, saya tidak mengharapkan solidaritas demikian. Hanya dalam beberapa jam, orang membawa makanan, pakaian dan menawarkan rumah mereka untuk keluarga,” kata penduduk desa Elvir Cizmic, yang menjadi tentara selama perang kepada AFP.

Bagi Cizmic, bencana ini menjadi titik balik hubungan antara tiga komunitas.
 "Saya yakin, ini akan membantu mengembalikan kepercayaan antara orang-orang yang didorong dalam perang,” katanya. 

Sekitar 30-40 orang, terutama wanita tua tinggal di sekolah. 
"Tak seorangpun bertanya kepada kita, siapa namamu dan apa agamamu. Mereka membantu kita dengan cara yang tidak pernah saya bayangkan, bahkan dari sesama Muslim,” kata Hanifa Masic (68) yang diselamatkan, kepada  AFP.

Solidaritas

Bencana alam telah membuat penduduk yang terbagi dalam beberapa negara tersebut mengabaikan nasionalisme dan mendukung tetangga mereka, tak peduli apapun agamanya.  

Milorad Dodik, presiden dengan aliran nasionalis keras Serbia Bosnia menyatakan terima kasihnya kepada Muslim yang membantu tetangga Serbia mereka di kota daerah utara Samac.

"Saya menyatakan rasa terima kasih atas nama seluruh penduduk Samac yang banyak dibantu, terutama oleh Muslim dari kota Gradacac, yang memberi bantuan perahu dan para relawan,” kata Dodik.

Pernyataan yang sama disampaikan oleh Edhem Camdzic, mufti dari kota di wilayah utara Banja Luka.

Camdzic menyatakan, dia bertemu dengan”pria Serbia terhormat” yang menyelamatkan penduduk dengan perahu karetnya, dalam kunjungan ke desa-desa Muslim.

"Ditengah-tengah tragedi ini, saya gembira dengan adanya solidaritas antara penduduk yang dengan senang hati saling membantu satu sama lain,” kata Camdzic.

Bosnia terjerumus dalam perang sipil pada 1992, yang menyebabkan 200,000 orang meninggal dan jutaan orang terpaksa mengungsi dari rumahnya ketika tentara Serbia melancarkan pembersihan etnis dalam kampanye melawan Muslim Bosnia.

Selama perang yang berlangsung 43 bulan, hampir 2 juta orang terpaksa pergi dari rumahnya, setelah juta orang saat ini masih terdaftar sebagai pengungsi.

Di bulan terakhir dalam perang yang berlangsung selama tiga tahun tersebut, perang tentara Serbia yang dipimpin oleh jenderal Ratko Mladic, menyerbu Srebrenica, membunuh 8,000 Muslim laki-laki dan anak-anak.(onislam.net/mukafi niam)
Foto: time.com